BREAKING NEWS

Senin, November 21, 2016

Hari Pelajar Internasional : Momentum Pergerakan Mahasiswa Menanamkan Pemikiran Progressif Dan Melawan Tirani





Hari Pelajar Internasional : Momentum Pergerakan Mahasiswa Menanamkan Pemikiran Progressif Dan Melawan Tirani

            Tepat pada tanggal 17 November 2016 telah genap 77 tahun silam, sebuah ruang pergerakan dan perjuangan yang dilakukan oleh para pemuda mahasiswa menunjukkan peranan progressifnya. International Student Day’s (ISD) berawal dari sejarah pada tahun 1939 terletak di negara Cekoslovakia dengan jiwa kolektivitas yang solid, para pemuda mahasiswa dari berbagai universitas bersatu dalam perspektif untuk menentang kedudukan fasisme Nazi. Awal tragedi yang menyakitkan bagi rakyat Ceko, disaat setelah Hari Ulang Tahun (HUT) kemerdekaan Republik Ceko pada 20 Oktober, sejumlah mahasiswa yang menentang kedudukan rezim fasisme Nazi harus mengalami represifitas dan berbagai reaksioner yang dilakukan oleh aparat bertangan besi. Cekoslovakia yang sebelumnya telah meraih kedaulatan secara politik pada tanggal 1918, dan merupakan bagian jajahan teritori Kerajaan Astro-Hungaria. Namun dalam konteks kapitalisme global, negara yang telah meraih kemerdekaan dan merupakan salah satu wilayah bekas jajahan (koloni) harus menerima resiko menjadi mangsa bagi negara kapitalis yang lebih besar, khususnya menjadi sasaran utama bagi negara Imperialis jika tidak melakukan revolusi sosial proletar menjadi negara sosialis dan menggambungkan diri ke dalam medium federasi negara buruh sosialis. Adolf Hitler yang merupakan seorang diktaktor fasisme memiliki ambisi untuk memperluas wilayah kolonialnya setelah menaklukan Austria dan salah satu wilayah yang dijadikan target kedudukannya ialah Cekoslovakia yang tendensi banyak memiliki beberapa aktor fasis seperti rezim Nazi.

            Wilayah utara dan barat Cekoslovakia awalnya dikenal sebagai Sudetenland yang dikuasai oleh Jerman melalui perjanjian Munich pada 29 September antara Jerman, Italia, Perancis, dan Britania dengan tidak melibatkan Ceko. Perjanjian tersebut menghasilkan wilayah Suedetenland dikuasai oleh Jerman, serta pada 15 Maret 1939 pasukan Wehrmacht Jerman mulai perlahan menguasai keseluruhan teritori Ceko tanpa adanya perlawanan dari pemerintah borjuis Cekoslovakia. Hal ini menjadikan dampak adanya afiliasi yang dilakukan oleh para kelompok kapitalis membuat banyak sekali rakyat dan pasukan prajurit dari Cekoslovakia yang telah siap melawan rezim Nazi menjadi berontak. Ditambah, sebenarnya Uni Soviet berencana mendukung serta memberikan bantuan ke Cekoslovakia melawan rezim diktaktor fasisme Nazi. Bertepatan setelah 21 tahun Cekoslovakia berdiri, pemuda pelajar dan mahasiswa menggelar demonstrasi menolak kolonial yang dilakukan rezim Nazi serta mengkritisi berbagai sikap serta lambannya respon dari pemerintahan terhadap dinamika para pemuda menggelorakan anti fasisme.

Pada tanggal 11 November tahun 1939, Jan Opletal yang merupakan salah satu aktivis gerakan dan menjadi salah satu korban dari aksi kekerasan yang dilakukan oleh rezim Nazi menentang adanya demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa berbagai universitas di Ceko. Saat pemakaman salah satu aktivis yang memiliki pengaruh besar pergerakan mahasiswa pada masanya, Jan Opletal dimakamkan pada tanggal 15 November dan di datangi oleh ribuan mahasiswa. Tetapi, hari itu duka tersebut bukan menjadi hari yang kelam bagi mahasiswa setelah selesai menghadiri pemakaman kawan seperjuangan. Mereka (para mahasiswa) menjadikan kesempatan pada hari itu untuk menggelar demonstrasi anti-Nazi. Rezim fasisme Nazi lalu memberikan komando agar menutup kampus yang berada di wilayah koloni Cekoslovakia. Setelah menghimpun satu perspektif pergerakannya, dari hasil data yang ditinjau sekitar lebih dari 1200 mahasiswa ditangkap dan dijebloskan ke kamp konsentrasi (tempat pembuangan), serta sekitar sembilan orang mahasiswa dan berikut professor harus menerima konsekuensi sanksi dengan dijebloskan ke penjara dan dieksekusi mati tanpa ada proses pengadilan lebih lanjut pada tanggal 17 November 1939.

Awalnya momentum tanggal 17 November digelar untuk memberikan refleksi atas perjuangan para pemuda pelajar dan mahasiswa yang dikenal dengan International Student Day’s (ISD) atau Hari Pelajar Internasional. Pertama kali peringatan sejarah kelam kaum terpelajar tersebut, digelar oleh Dewan Pelajar Mahasiswa Internasional di London, Inggris, pada tahun 1941. Selanjutnya, tradisi peringatan ISD diakomodir oleh Serikat Mahasiswa Internasional yang mendapat dukungan kuat dari Serikat Nasional Mahasiswa di Eropa dan berbagai organisasi yang mendesak Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) memberikan legitimasi sebagai hari bersejarah internasional. Setelah runtuhnya rezim fasisme Nazi dalam Perang Dunia II, Cekoslovakia masuk ke dalam Blok Timur yang berada dibawah arus kekuatan Uni Soviet. Meskipun mengaku sebagai negara sosialis, ternyata kelas buruh tidak berkuasa secara inklusif di Uni Soviet maupun Cekoslovakia dan negara Blok Timur lainnya. Oleh karenanya, dalam sejarah kita menemukan Revolusi Buruh juga meletus dan berkobar di negara-negara yang mengaku ‘Sosialis’ tadi. Misalnya Revolusi Buruh di Hungaria pada tahun 1956 dan Revolusi Polandia tahun 1980.

Perjuangan melawan diktaktor kapitalis birokrat juga dikorbankan oleh para mahasiswa di Cekoslovakia. Serikat Pemuda Sosialis (SSM/ZM) menggelar aksi massa dengan memanfaatkan ISD tahun 1989 menentang rezim diktaktor birokrat revisionis. Sekitar 15.000 massa hadir dalam pergerakan tersebut yang memperingati genap berusia sekitar 50 tahun ISD. Namun aksi mahasiswa tersebut penuh dengan berbagai tindakan represif dari para apartus negara (polisi, militer, dan pasukan lainnya) banyak menimbulkan korban yang luka-luka maupun meninggal dunia. Pemuda mahasiswa membuka ruang konsolidasi kembali dengan berbagai organisasi pergerakan untuk menjatuhkan rezim. Sampai pada saatnya, rezim kediktaktoran akhirnya ambruk disaat tidak adanya kejelasan arah politik yang dibangun dan peranan revolusioner kaum buruh, gerakan tersebut tindak menghasilkan problem solving atas dinamika sosial, ekonomi maupun politik di Cekoslovakia sehingga rakyat tidak bisa berdaulat dan berkuasa serta memberikan ruang bagi restorasi kapitalisme.

Yunani juga memberikan catatan sejarah penting bagi pergolakan perjuangan mahasiswa yang menggelorakan kembali perjuangannya pada saat momentum ISD tahun 1973 pemuda mahasiswa mengorbankan perlawanannya menentang Junta Militer Yunani. Para mahasiswa Politeknik Athena memimpin pergerakan tersebut, pada tanggal 14 November mereka mendirikan barikade untuk membentengi atau fondasi kekuatan dengan membangun stasiuin radio dengan berbagai peralatan yang dimanfaatkan akses dari laboratorium, lalu menyebarkan seruan propaganda dan ajakan bersifat pro-demokratis ke seluruh penjuru Athena untuk melawan Junta Militer yang sedang berkuasa. Dengan langkah perjuangan konkrit tersebut, aksi massa mulai pada bersimpati dan ikut barisan untuk melawan rezim fasis Junta Militer. Kemudian, pada tanggal 17 November rezim Junta Militer mengirimkan pasukannya menggunakan tank dan berbagai fasilitasnya untuk menyerbu para mahasiswa yang berada di kampus. Sekitar 30 tank AMX pemerintah menyerbu kampus, merobohkan gerbang, dan mengacaukan situasi kehidupan mahasiswa di dalam kampus. Dari tindakan tersebut, banyak menghasilkan korban luka ringan sampai berat dan dikabarkan banyak yang sampai meninggal dunia namun data yang terhimpun masih belum valid.

Lalu, apa yang harus terus di perjuangkan oleh Mahasiswa?
           
Menilik sedikit sejarah perkembangan lahirnya Hari Pelajar Internasional jelas tidak terlepas dari adanya kekuatan massa yang terakomodir untuk melawan berbagai tirani khususnya rezim diktaktor fasisme Nazi maupun kapital birokrasi yang harus diberikan suntikan tentang nilai-nilai demokrasi dalam suatu negara. Tugas yang tentunya tidak mudah dilakukan saat melakukan perjuangan inklusif yang berdampak terhadap akses pendidikan demokratis dilakukan oleh para pemuda pelajar dan mahasiswa. Banyak sekali problem-problem yang harus terus diperjuangkan dan dipecahkan oleh para mahasiswa untuk menyatukan segala pandangan dan sikap untuk menjadi sebuah gerakan egaliter memperjuangkan kebenaran, keadilan, maupun demokratisasi di ruang sosial, pendidikan, politik, dan lain sebagainya. Mempersatukan kekuatan massa juga merupakan perkembangan yang harus terus di jaga dan dipelajari oleh para pemuda mahasiswa, kaum buruh, kaum petani, kaum marjinal, dan kaum-kaum lainnya yang merasakan penindasan struktural, dominasi kekuatan dan kepentingan elitis maupun kelompok kapital, dan hancur leburnya tatanan sistem yang di aplikasikan untuk memberikan keadilan dan kesejahteraan ke masyarakat.

            Pasca Perang Dunia ke II (PD II) mengindikasikan bagi negara maju membuat sebuah agenda untuk membantu pembangunan ekonomi di negara-negara berkembang (negara dunia ketiga) yang mengalami krisis dengan cara memperluas sistem ekonomi kapitalisnya. Setelah diselenggarakannya Konsesnsu Washington yang melahirkan berbagai lembaga kapitalis dengan maksud serta tujuan untuk memberikan kelancaran kepentingan ekonomi politiknya dengan membentuk lembaga internasional seperti International Monetary Fund (IMF), World Bank (WB), General Agrement of tariff and trade (GATT) atau World Trade Organization (WTO). Lembaga tersebut hadir untuk memberikan arus neoliberal yang dilancarkan ke negara-negara yang telah mengalami krises dan mempercepat proses globalisasi untuk melakukan berbagai kebijakan yang bersifat liberalisasi, privatisasi, dan deregulasi. Menurut Giddens, globalisasi merupakan intensifikasi hubungan sosial di seluruh dunia, yang menghubungkan daerah yang jauh sedemikian rupa sehingga kejadian di suatu tempat dapat dipicu oleh kejadian lain yang notabene jaraknya terlampau jauh. Terlihat kepentingan dari proses globalisasi yang dimanfaatkan oleh negara kapitalis untuk memberikan akses liberalisasi multi sektor salah satunya adalah pendidikan. Jika meninjau adanya globalisasi menjadikan sektor pendidikan tinggi melakukan massifikasi (usaha untuk meningkatkan jumlah partisipasi) karena adanya permintaan masyarakat terhadap akses pendidikan tinggi, perubahan peranan negara dalam tanggung jawab memberikan aksesnya, meningkatkan jumlah pendidikan tinggi sektor swasta, liberalisasi dan kuatnya pasar bebas, privatisasi, perubahan pola manajemen dan tata kelola perguruan tinggi, perkembangan teknologi dan komunikasi, meningkatkan mobilitas mahasiswa internasional, berdasarkan pemahaman perkembangan ekonomi global, orientasi profit dari pendidikan tinggi, dijadikan sebagai sektor usaha jasa, dan penyelenggaraannya yang terpengaruh dengan prinsip neoliberalisme.

Akibat adanya proses globalisasi, menjadikan arus kapitalisme menyamarkan atau menyublimkan diri dalam sistem maupun dimensi sosial yang berkembang di masyarakat. Hal ini bisa ditinjau dari perspektif ekonomi politik yang dimana peranan neoliberalisme mulai menyusupi berbagai sektor untuk mempermainkan peran kepentingan dominasinya lebih khusus di ruang akademik yang ada di Indonesia dengan memanfaatkan institusi/lembaga pendidikan dijadikan sebagai objek kapital atau akumulasi modal. Beginilah kondisi status quo yang menjadi faktor kenapa pada akhirnya biaya kuliah selalu naik dan memunculkan berbagai macam biaya tambah lainnya, memberikan berbagai kesempatan mendirikan pendidikan non regular (selain sarjana (S1) regular), serta maraknya tindakan kecaman demokratisasi di ruang ilmiah seperti kampus. Selain itu, memunculkan berbagai ladang atau fasilitas untuk para investor (bisnis) seperti hadirnya lembaga penelitian ataupun jasa konsultasi, terlihat jika kepentingan adanya lembaga tersebut tentu memberikan keuntungan untuk para elitis kampus yang memiliki akses komunikasi lebih luas.

            Jika melihat dari sistem kontemporer, pola liberalisasi ternyata telah membawa dampak terhadap orientasi pemikiran yang selalu menjanjikan keuntungan (profit) dengan logika persaingan, dan merubah peranan negara dalam bertanggung jawab memberikan akses pendidikan ke masyarakat. Bagaimana tidak, jika masih ada sistem kerja outsourching yang terus ada, jaminan upah dan sistem honorer yang jauh dari kata kesejahteraan bagi masyarakat atau umumnya yang dirasakan oleh kaum buruh, dosen (tidak terikat sebagai pegawai dinas), dan petani bahkan pendapatan mereka tidak sebanding dengan kebutuhan primer maupun sekunder yang mereka jalankan setiap hari. Serta tidak adanya jaminan sosial seperti pendidikan, kesehatan, kecelakaan, tunjangan di hari tua/masa cuti, dan berbagai permasalahan kompleks oleh para kaum pekerja. Meninjau kebutuhan akan buruh tenaga murah, berketrampilan, dan kesempatan para investor kapital menggunakan otoritasnya maka terlihat sekali bahwa banyak akses pendidikan perguruan tinggi yang bersifat privatisasi dibentuk.

             Sampai pada tanggal 1 September 2016, terdapat 4.312 perguruan tinggi telah terbangun di indonesia yang terdiri dari 3.940 Perguruan Tinggi Swasta (PTS) dan 372 Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Sedangkan jumlah mahasiswanya ada 2.121.314 laki laki dan 2.304.275 perempuan. ini artinya jumlah perguruan tinggi seluruh indonesia 4.093 dengan jumlah mahasiswa 4,425,589, sangat tidak sebanding dengan lowongan perkerjaan yang tersedia di indonesia. Laporan Understanding Children Work (UCW) menyebutkan satu dari lima pemuda indonesia tidak bersekolah/bekerja, dan satu dari tiga pekerja muda indonesia hanya memiliki pendidikan dasar. Jika kita melihat lebih jauh, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan jumlah pengangguran di indonesia pada tahun 2016 sebanyak 7,02 juta orang. Tingginya angka pengangguran adalah salah satu upaya kapitalisme (pasar dunia) agar mendapatkan tenaga kerja murah dalam proses akumulasi modal. Ditengah-tengah kekayaan alam indonesia yang melimpah ruah, jutaan rakyat indonesia harus hidup dalam kemiskinan dan ketidak-berdayaan. Berdasarkan data yang dilansir oleh BPS, bahwa jumlah penduduk yang masuk dalam kategori miskin per Maret 2011 mencapai 30,5 juta jiwa. Mereka yang masuk dalam kategori miskin memliki pendapatan perkapita selama sebulan sebesar Rp 233.740 perkapita tiap bulannya (PBB menetapkan garis kemiskinan $2 perhari sedangkan Indonesia Rp 7791 perhari, atau samadengan kurang dari $1). Sedangkan penduduk yang memiliki pendapatan antara Rp 233.740 hingga Rp 280.488 masuk dalam kategori penduduk hampir miskin pada Maret 2011 berjumlah 27,12 juta jiwa atau 11,28% dari total penduduk atau mengalami peningkatan yang pada tahun lalu berjumlah 22,99 juta atau 9,88%. Jadi total penduduk miskin dan hampir miskin sejumlah 53,49 juta jiwa. Penduduk hampir misikin merupakan penduduk yang bisa jatuh dalam penduduk miskin akibat tidak mampu memenuhi garis kemiskinan yakni pada periode Maret 2011 sebesar Rp 233.740. (Lihat Kompas tanggal 6 Juli 2011).

             Balik lagi ke konteks pendidikan, sistem Uang Kuliah Tunggal semakin menunjukkan bahwa rezim pemerintahan non demokratis telah berkuasa dengan menghilangkan tanggung jawab peran negara dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Berbagai permasalahan de facto seperti fasilitas kampus yang belum mumpuni dan sebanding dengan biaya kuliah, kapasistas dosen yang masih minim dan kurang kompeten, serta pembebanan akademik dengan sistem kredit semester (SKS) yang menjadikan mahasiswa harus digenjot atau ditargeti masa pendidikannya oleh para birokrat. Mahasiswa dituntut untuk memiliki pola asumsi lulus cepat merupakan kebanggan tersendiri dengan mendapatkan indeks prestasi kumulatif (IPK) yang tinggi, sehingga membatasi kebebasan ekspresi untuk berpendapat dan berorganisasi yang tertuang dalam pasal 28 dalam UUD 1945 yang telah dijamin oleh negara. Hal ini mengindikasikan adanya fragmentasi antara mahasiswa (kaum terpelajar) dengan gerakan sektoral rakyat seperti kaum buruh dan petani untuk bersama-sama mengkolektifkan dalam perspektif serta barisan menuntaskan berbagai problematik.

            Jadi dalam konteks perjuangan mahasiswa seharusnya tidak membatasi diri secara individual dalam berjuang, melainkan berkolektif dengan sesama mahasiswa dan gerakan sektor rakyat lainnya untuk melawan penindasan, penghisapan, represifitas, dominasi, hegemoni, dan berbagai macam sikap politis anti demokrasi lainnya dalam menjalankan kekuasaan. Sistem kapitalisme yang sudah menjalar secara sistemik melalui birokrasi yang memiliki otoritas membuat regulasi dan berbagai aturan sosial lainnya, harus menjadi diskursus yang selalu di kritisi, mengembangkan berbagai pertentangan anti tesis, dan merubah (melakukan tindakan reformasi)  demi mewujudkan prinsip demokrasi kerakyatan. Walaupun memiliki kekuatan objektif di sektor sumber daya alam dan manusia, tetap tidak menghadirkan Indonesia sebagai sebuah negara yang mengaplikasikan sistem demokrasi murni untuk menjawab berbagai persoalan ketimpangan, ketertindasan, dan berbagai bentuk diskriminasi serta inkonsistensi tanggung jawab negara dalam mengatasi persoalan sosial, ekonomi, maupun politik. Kekayaan alam pasca Indonesia merdeka, khususnya pada rezim Orde Baru ternyata telah memberikan dampak signifikan bagi kerusakan kehidupan hayati yang merupakan sumber dari segala aktifitas yang dilakukan oleh semua makhluk hidup dari zaman ke zaman. Dengan menentang adanya arus ekonomi politik yang di dominasi oleh aktor ekonomi politik seperti kaum borjuis (investor, pemodal) dan birokrat (pemerintah, aparat negara) harus menjadi persoalan yang terus dipecahkan dan mengkritisi berbagai permasalahan di era industrialisasi denga upah buruh yang murah, jaminan kehidupan sosial yang tidak layak, jam kerja yang terlampau berat karena konsekuensi target produksi, outsourching bagi para pegawai atau buruh yang tidak terikat, pemangkasan uang kerja, dan berbagai persoalan sektoral lainnya yang telah di bahas dalam tulisan ini.

            Sektor kebudayaan yang berkembang, pendidikan menjadi salah satu medium penanaman pemikiran serta jiwa yang progressif untuk kesadaran dan terbuka terhadap berbagai kondisi permasalahan di masyarakat yang terus di intimidasi, setting, bahkan melakukan berbagai sikap melalui regulasi (kebijakan) dan aturan yang berupaya memberikan kesulitan untuk mengakses ruang ilmiah seperti pendidikan tinggi (kampus). Tentu tinjauan permasalahan tersebut negara memberikan jawaban atas minimnya ruang keilmiahan dan keberlangsungan demokratisasi yang runtuh dengan tidak memberikan kesempatan yang luas bagi pemuda maupun rakyat untuk mengakses pendidikan.

Pemuda mahasiswa dan gerakan rakyat bersatu merebut Hak Demokratis!

            Sebagai kaum reformis sejatinya para pemuda mahasiswa dan gerakan rakyat lainnya harus bersatu padu dan saling bahu-membahu memberikan perspektif dan sikap kritis terhadap berbagai persoalan realitas di kampus, sektor borjuis, monopoli tengkulak, korupsi para elit politis, biaya kuliah yang semakin melambung tinggi seperti harga handphone terbaru, fasilitas publik yang kunjung tidak dipenuhi, eksploitas alam, pengekangan hak demokratis melalui apparatus negara, dan berbagai persoalan komprehensif. Terbilang pada pasal 31 ayat 1 dalam UUD 1945 yang membahas tentang warga negara berhak mendapatkan akses pendidikan merupakan kerangka yang harus di implementasikan secara tanggung jawab oleh negara, serta pasal 28D ayat 2 yang berisi setiap warga negara berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Tentu sudah sewajarnya pemerintah selaku representatif rakyat yang seharusnya bisa mengakomodir hak-hak demokratis dan nilai keadilan yang hakiki diterima oleh setiap individu sebagai warga negara.            

            Berbagai macam pergerakan akar rumput yang dilakukan oleh mahasiswa untuk mengkritisi berbagai macam kebijakan, peraturan, dan sikap dari para birokrat kampus (universitasnya) yang terlampau memandulkan sisi keadilan yang gagal dalam mendistribusikannya ke mahasiswa. Bisa kita tinjau sepanjang tahun 2016 berbagai pergerakan dengan mengawali rasa persatuan dan solidaritas akan nasib yang tertindas di sektor kampus, mahasiswa melakukan propaganda yang massif, dan membentuk barisan massa yang sebelumnya sudah diberikan pemahaman terhadap problematika kampus kontemporer. Seperti pergerakan mahasiswa yang dilakukan di Universitas Gajah Mada, Universitas Diponegoro, Universitas Negeri Semarang, Universitas Sumatera Utara, Universitas Lampung, Universitas Hassanudin, Universitas Mulawarman, Universitas Jenderal Soedirman, Universitas Indonesia, Universitas Brawijaya, Universitas Veteran Yogyakarta, Universitas Kristen Satya Wacana, dan banyak lagi kampus-kampus yang menghimpun rasa akan penindasan ketidak adilan yang mereka tidak terima.

            Isu yang biasa diangkat tidaklah lepas dari berbagai macam problematika aplikasi kebijakan, dan liberalisasi sektor pendidikan tinggi oleh negara. Seperti adanya Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang terus naik dan tidak ada relevansi dasar hukum yang kuat untuk melegitimasinya, berbagai macam isu pungutan liar/uang sumbangan pembangunan/berbagai dalih birokrat kapital yang membuka ruang untuk melakukan tindak pidana korupsi, represifitas kampus karena membatasi ruang ilmiah dengan adanya jam malam, adanya intimidasi disaat mengkaji sebuah isi oleh kelompok mahasiswa progressif, beban kuliah di akhir semester oleh angkatan 2012, tidak adanya keterlibatan antara birokrat dan mahasiswa dalam merumuskan kebijakan UKT maupun fasilitas kampus, minimnya ruang demokrasi dalam menyelesaikan kesepakatan oleh birokrat yang terus terang selalu tendensi keputusannya mempertahankan status quo statement mereka, pengebirian ruang mengembangkan potensi mahasiswa di sekretariatan mahasiswa karena terlibat dalam pergerakan, uang tunjangan kinerja pegawai kampus honorer yang belum kunjung turun, pelayanan birokrasi yang masih ambigu dalam menjalankan fungsionalnya, pembangunan gedung yang hanya memboroskan anggaran tanpa ada revitalisasi fasilitas yang sudah ada, alokasi penelitian untuk memberikan pelayanan para kapital investor dalam menjalankan bisnis/investasinya, dan berbagai macam persoalan lainnya yang berbeda-beda di setiap sektoral kampus.

            Tentu melihat berbagai macam permasalahan diatas, harus menjadi sebuah stimulus pemahaman kritis serta skeptis dan memberikan sikap demokratis bagi setiap pemuda mahasiswa untuk ikut terlibat langsung dalam ruang-ruang ilmiah pergerakan. Singkat penulis sebelum meninggalkan jejaknya, mahasiswa harus terus bersatu memperjuangkan segala hak demokratisnya yang ditindas dan tidak di akomodir oleh para birokrat kampus maupun apparatus negara. Karena jika pemuda masa kini tidak ikut bersimpati dalam mengkritisi berbagai permasalahan yang ada, jangan harap masa depan yang di harapkan untuk menikmati prinsip demokrasi yang real diterima secara inklusif oleh setiap individu bisa terealisasikan dengan baik tanpa memberikan pemikiran tajam nan kritis akan sistem serta struktural para birokrat kapital dan apparatus represif negara untuk menindas hak, dan fasilitas yang harus sepenuhnya diterima oleh masyarakat dalam mengenyam pendidikan, mendapatkan pekerjaan, menikmati kehidupan yang layak, menjadikan setiap ruang publik sebagai tempat memberikan edukasi dan sosialisasi berbagai isu permasalahan kontemporer, tidak adanya penindasan terhadap kaum petani yang mempertahankan kedaulatan pangan untuk kehidupan bersama, menolak pembangunan yang cacat akan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL), dan berbagai persoalan penting lainnya yang dialami oleh bangsa dan negara Indonesia.

            Tulisan dari seorang penulis yang iba akan ironi yang terjadi di bangsa dan negaranya, dan menilai bahwa prinsip keadilan serta demokratisasi yang sejatinya harus dirasakan oleh setiap individu tidak kunjung hadir dengan konkrit. Berbagai isu yang diangkat merupakan representasi pemahaman murni sang penulis melihat berbagai ironi dan kekuatan pergerakkan massa mahasiswa di setiap kampus dalam mengakomodir keresahan dan aspirasi mereka yang tidak sepenuhnya diterima bahkan sangat penting jika dijadikan sebuah resolusi pembelajaran bagi para kapital birokrat.

Penulis : Muh. M. Syaifullah 
[mahasiswa FISIP Unsoed/ Anggota FMN UNSOED/sang pengagum Senja]


Referensi         :
Dipta Abimana. 77TH ISD 2016: Mahasiswa dan Buruh Bersatulah Lawan Kapitalisme dan Komersialisasi Pendidikan, diakses pada tanggal 19 November 2016, http://www.arahjuang.com/2016/11/16/77th-isd-2016-mahasiswa-dan-buruh-bersatulah-lawan-kapitalisme-dan-komersialisasi-pendidikan/.
Pimpinan Pusat Front Mahasiswa Nasional. Peringatan Hari Mahasiswa Internasional 2012–Statemen FMN, diakses pada tanggal 19 November 2016, https://buletindemokrasibaru.wordpress.com/2012/11/13/peringatan-hari-mahasiswa-internasional-2012-statemen-fmn/.
Indira Permanasari. 70 Tahun Merdeka dan Pendidikan di Indonesia, diakses pada tanggal 19 November 2016, http://print.kompas.com/baca/opini/duduk-perkara/2015/08/18/70-Tahun-Merdeka-dan-Pendidikan-di-Indonesia.
Sutrisno W. Ibrahim. Sekilas tentang statistik pendidikan di Indonesia, diakses pada tanggal 20 November 2016, https://sutrisnolink.wordpress.com/2014/05/19/sekilas-tentang-statistik-pendidikan-di-indonesia/.
Galih R. N. Putra. Politik Pendidikan : Liberalisasi Pendidikan Tinggi di Indonesia dan India, (Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2016).
Immanuel Wallersstein, “After Development and Globalization what?”, Social Forces, Vol.83, No.3, 2005, Academic Research Library, hlm 1263-1264.
Robert Gilpin, “The Challenge of Global Capitalisme”, (Amerika Serikat : Princeton University Press, 2000), 4.
Budi Winarno, “Melawan Gurita Neoliberalisme”, (Jakarta : Erlangga, 2010).
Akun Social Media : Bangsa Mahasiswa, Soedirman Melawan, Mahasiswa Indonesia, Front Mahasiswa Nasional, Arah Juang, Serikat Mahasiswa Gerakan UI, Universal, Spirit for Indonesia, Tempo, Gadjah Mada Lantang, dan lainnya.

Share this:

Posting Komentar

 
Back To Top
Copyright © 2018 Soeara Massa. Designed by OddThemes | Distributed By Gooyaabi Templates