Hari
Pelajar Internasional : Momentum Pergerakan Mahasiswa Menanamkan Pemikiran
Progressif Dan Melawan Tirani
Tepat pada tanggal
17 November 2016 telah genap 77 tahun silam, sebuah ruang pergerakan dan
perjuangan yang dilakukan oleh para pemuda mahasiswa menunjukkan peranan
progressifnya. International Student
Day’s (ISD) berawal dari sejarah pada tahun 1939 terletak di negara
Cekoslovakia dengan jiwa kolektivitas yang solid, para pemuda mahasiswa dari
berbagai universitas bersatu dalam perspektif untuk menentang kedudukan fasisme
Nazi. Awal tragedi yang menyakitkan bagi rakyat Ceko, disaat setelah Hari Ulang
Tahun (HUT) kemerdekaan Republik Ceko pada 20 Oktober, sejumlah mahasiswa yang
menentang kedudukan rezim fasisme Nazi harus mengalami represifitas dan
berbagai reaksioner yang dilakukan oleh aparat bertangan besi. Cekoslovakia
yang sebelumnya telah meraih kedaulatan secara politik pada tanggal 1918, dan
merupakan bagian jajahan teritori Kerajaan Astro-Hungaria. Namun dalam konteks
kapitalisme global, negara yang telah meraih kemerdekaan dan merupakan salah
satu wilayah bekas jajahan (koloni) harus menerima resiko menjadi mangsa bagi
negara kapitalis yang lebih besar, khususnya menjadi sasaran utama bagi negara
Imperialis jika tidak melakukan revolusi sosial proletar menjadi negara
sosialis dan menggambungkan diri ke dalam medium federasi negara buruh
sosialis. Adolf Hitler yang merupakan seorang diktaktor fasisme memiliki ambisi
untuk memperluas wilayah kolonialnya setelah menaklukan Austria dan salah satu
wilayah yang dijadikan target kedudukannya ialah Cekoslovakia yang tendensi
banyak memiliki beberapa aktor fasis seperti rezim Nazi.
Wilayah
utara dan barat Cekoslovakia awalnya dikenal sebagai Sudetenland yang dikuasai oleh Jerman melalui perjanjian Munich
pada 29 September antara Jerman, Italia, Perancis, dan Britania dengan tidak
melibatkan Ceko. Perjanjian tersebut menghasilkan wilayah Suedetenland dikuasai oleh Jerman, serta pada 15 Maret 1939 pasukan
Wehrmacht Jerman mulai perlahan
menguasai keseluruhan teritori Ceko tanpa adanya perlawanan dari pemerintah borjuis Cekoslovakia. Hal ini menjadikan
dampak adanya afiliasi yang dilakukan oleh para kelompok kapitalis membuat
banyak sekali rakyat dan pasukan prajurit dari Cekoslovakia yang telah siap
melawan rezim Nazi menjadi berontak. Ditambah, sebenarnya Uni Soviet berencana
mendukung serta memberikan bantuan ke Cekoslovakia melawan rezim diktaktor
fasisme Nazi. Bertepatan setelah 21 tahun Cekoslovakia berdiri, pemuda pelajar
dan mahasiswa menggelar demonstrasi menolak kolonial yang dilakukan rezim Nazi
serta mengkritisi berbagai sikap serta lambannya respon dari pemerintahan
terhadap dinamika para pemuda menggelorakan anti fasisme.
Pada tanggal 11 November
tahun 1939, Jan Opletal yang merupakan salah satu aktivis gerakan dan menjadi
salah satu korban dari aksi kekerasan yang dilakukan oleh rezim Nazi menentang
adanya demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa berbagai universitas di Ceko.
Saat pemakaman salah satu aktivis yang memiliki pengaruh besar pergerakan
mahasiswa pada masanya, Jan Opletal dimakamkan pada tanggal 15 November dan di datangi
oleh ribuan mahasiswa. Tetapi, hari itu duka tersebut bukan menjadi hari yang
kelam bagi mahasiswa setelah selesai menghadiri pemakaman kawan seperjuangan.
Mereka (para mahasiswa) menjadikan kesempatan pada hari itu untuk menggelar
demonstrasi anti-Nazi. Rezim fasisme Nazi lalu memberikan komando agar menutup
kampus yang berada di wilayah koloni Cekoslovakia. Setelah menghimpun satu
perspektif pergerakannya, dari hasil data yang ditinjau sekitar lebih dari 1200
mahasiswa ditangkap dan dijebloskan ke kamp konsentrasi (tempat pembuangan),
serta sekitar sembilan orang mahasiswa dan berikut professor harus menerima
konsekuensi sanksi dengan dijebloskan ke penjara dan dieksekusi mati tanpa ada
proses pengadilan lebih lanjut pada tanggal 17 November 1939.
Awalnya momentum tanggal
17 November digelar untuk memberikan refleksi atas perjuangan para pemuda
pelajar dan mahasiswa yang dikenal dengan International
Student Day’s (ISD) atau Hari Pelajar Internasional. Pertama kali
peringatan sejarah kelam kaum terpelajar tersebut, digelar oleh Dewan Pelajar
Mahasiswa Internasional di London, Inggris, pada tahun 1941. Selanjutnya,
tradisi peringatan ISD diakomodir oleh Serikat Mahasiswa Internasional yang
mendapat dukungan kuat dari Serikat Nasional Mahasiswa di Eropa dan berbagai
organisasi yang mendesak Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) memberikan legitimasi
sebagai hari bersejarah internasional. Setelah runtuhnya rezim fasisme Nazi
dalam Perang Dunia II, Cekoslovakia masuk ke dalam Blok Timur yang berada
dibawah arus kekuatan Uni Soviet. Meskipun mengaku sebagai negara sosialis,
ternyata kelas buruh tidak berkuasa secara inklusif di Uni Soviet maupun
Cekoslovakia dan negara Blok Timur lainnya. Oleh karenanya, dalam sejarah kita
menemukan Revolusi Buruh juga meletus dan berkobar di negara-negara yang
mengaku ‘Sosialis’ tadi. Misalnya Revolusi Buruh di Hungaria pada tahun 1956
dan Revolusi Polandia tahun 1980.
Perjuangan melawan
diktaktor kapitalis birokrat juga dikorbankan oleh para mahasiswa di
Cekoslovakia. Serikat Pemuda Sosialis (SSM/ZM) menggelar aksi massa dengan
memanfaatkan ISD tahun 1989 menentang rezim diktaktor birokrat revisionis.
Sekitar 15.000 massa hadir dalam pergerakan tersebut yang memperingati genap
berusia sekitar 50 tahun ISD. Namun aksi mahasiswa tersebut penuh dengan
berbagai tindakan represif dari para apartus negara (polisi, militer, dan
pasukan lainnya) banyak menimbulkan korban yang luka-luka maupun meninggal
dunia. Pemuda mahasiswa membuka ruang konsolidasi kembali dengan berbagai
organisasi pergerakan untuk menjatuhkan rezim. Sampai pada saatnya, rezim
kediktaktoran akhirnya ambruk disaat tidak adanya kejelasan arah politik yang
dibangun dan peranan revolusioner kaum buruh, gerakan tersebut tindak
menghasilkan problem solving atas
dinamika sosial, ekonomi maupun politik di Cekoslovakia sehingga rakyat tidak
bisa berdaulat dan berkuasa serta memberikan ruang bagi restorasi kapitalisme.
Yunani juga memberikan
catatan sejarah penting bagi pergolakan perjuangan mahasiswa yang menggelorakan
kembali perjuangannya pada saat momentum ISD tahun 1973 pemuda mahasiswa
mengorbankan perlawanannya menentang Junta Militer Yunani. Para mahasiswa
Politeknik Athena memimpin pergerakan tersebut, pada tanggal 14 November mereka
mendirikan barikade untuk membentengi atau fondasi kekuatan dengan membangun
stasiuin radio dengan berbagai peralatan yang dimanfaatkan akses dari
laboratorium, lalu menyebarkan seruan propaganda dan ajakan bersifat
pro-demokratis ke seluruh penjuru Athena untuk melawan Junta Militer yang sedang
berkuasa. Dengan langkah perjuangan konkrit tersebut, aksi massa mulai pada
bersimpati dan ikut barisan untuk melawan rezim fasis Junta Militer. Kemudian,
pada tanggal 17 November rezim Junta Militer mengirimkan pasukannya menggunakan
tank dan berbagai fasilitasnya untuk menyerbu para mahasiswa yang berada di
kampus. Sekitar 30 tank AMX pemerintah menyerbu kampus, merobohkan gerbang, dan
mengacaukan situasi kehidupan mahasiswa di dalam kampus. Dari tindakan
tersebut, banyak menghasilkan korban luka ringan sampai berat dan dikabarkan
banyak yang sampai meninggal dunia namun data yang terhimpun masih belum valid.
Lalu,
apa yang harus terus di perjuangkan oleh Mahasiswa?
Menilik sedikit sejarah
perkembangan lahirnya Hari Pelajar Internasional jelas tidak terlepas dari
adanya kekuatan massa yang terakomodir untuk melawan berbagai tirani khususnya
rezim diktaktor fasisme Nazi maupun kapital birokrasi yang harus diberikan suntikan
tentang nilai-nilai demokrasi dalam suatu negara. Tugas yang tentunya tidak
mudah dilakukan saat melakukan perjuangan inklusif yang berdampak terhadap
akses pendidikan demokratis dilakukan oleh para pemuda pelajar dan mahasiswa.
Banyak sekali problem-problem yang harus terus diperjuangkan dan dipecahkan
oleh para mahasiswa untuk menyatukan segala pandangan dan sikap untuk menjadi
sebuah gerakan egaliter memperjuangkan kebenaran, keadilan, maupun
demokratisasi di ruang sosial, pendidikan, politik, dan lain sebagainya.
Mempersatukan kekuatan massa juga merupakan perkembangan yang harus terus di
jaga dan dipelajari oleh para pemuda mahasiswa, kaum buruh, kaum petani, kaum
marjinal, dan kaum-kaum lainnya yang merasakan penindasan struktural, dominasi
kekuatan dan kepentingan elitis maupun kelompok kapital, dan hancur leburnya
tatanan sistem yang di aplikasikan untuk memberikan keadilan dan kesejahteraan ke
masyarakat.
Pasca
Perang Dunia ke II (PD II) mengindikasikan bagi negara maju membuat sebuah
agenda untuk membantu pembangunan ekonomi di negara-negara berkembang (negara
dunia ketiga) yang mengalami krisis dengan cara memperluas sistem ekonomi
kapitalisnya. Setelah diselenggarakannya Konsesnsu Washington yang melahirkan
berbagai lembaga kapitalis dengan maksud serta tujuan untuk memberikan
kelancaran kepentingan ekonomi politiknya dengan membentuk lembaga
internasional seperti International
Monetary Fund (IMF), World Bank (WB),
General Agrement of tariff and trade (GATT)
atau World Trade Organization (WTO).
Lembaga tersebut hadir untuk memberikan arus neoliberal yang dilancarkan ke
negara-negara yang telah mengalami krises dan mempercepat proses globalisasi
untuk melakukan berbagai kebijakan yang bersifat liberalisasi, privatisasi, dan
deregulasi. Menurut Giddens, globalisasi merupakan intensifikasi hubungan
sosial di seluruh dunia, yang menghubungkan daerah yang jauh sedemikian rupa
sehingga kejadian di suatu tempat dapat dipicu oleh kejadian lain yang notabene
jaraknya terlampau jauh. Terlihat kepentingan dari proses globalisasi yang
dimanfaatkan oleh negara kapitalis untuk memberikan akses liberalisasi multi
sektor salah satunya adalah pendidikan. Jika meninjau adanya globalisasi
menjadikan sektor pendidikan tinggi melakukan massifikasi (usaha untuk meningkatkan
jumlah partisipasi) karena adanya permintaan masyarakat terhadap akses
pendidikan tinggi, perubahan peranan negara dalam tanggung jawab memberikan
aksesnya, meningkatkan jumlah pendidikan tinggi sektor swasta, liberalisasi dan
kuatnya pasar bebas, privatisasi, perubahan pola manajemen dan tata kelola
perguruan tinggi, perkembangan teknologi dan komunikasi, meningkatkan mobilitas
mahasiswa internasional, berdasarkan pemahaman perkembangan ekonomi global,
orientasi profit dari pendidikan tinggi, dijadikan sebagai sektor usaha jasa,
dan penyelenggaraannya yang terpengaruh dengan prinsip neoliberalisme.
Akibat adanya proses
globalisasi, menjadikan arus kapitalisme menyamarkan atau menyublimkan diri
dalam sistem maupun dimensi sosial yang berkembang di masyarakat. Hal ini bisa
ditinjau dari perspektif ekonomi politik yang dimana peranan neoliberalisme
mulai menyusupi berbagai sektor untuk mempermainkan peran kepentingan
dominasinya lebih khusus di ruang akademik yang ada di Indonesia dengan
memanfaatkan institusi/lembaga pendidikan dijadikan sebagai objek kapital atau
akumulasi modal. Beginilah kondisi status quo yang menjadi faktor kenapa pada
akhirnya biaya kuliah selalu naik dan memunculkan berbagai macam biaya tambah
lainnya, memberikan berbagai kesempatan mendirikan pendidikan non regular
(selain sarjana (S1) regular), serta maraknya tindakan kecaman demokratisasi di
ruang ilmiah seperti kampus. Selain itu, memunculkan berbagai ladang atau
fasilitas untuk para investor (bisnis) seperti hadirnya lembaga penelitian
ataupun jasa konsultasi, terlihat jika kepentingan adanya lembaga tersebut
tentu memberikan keuntungan untuk para elitis kampus yang memiliki akses
komunikasi lebih luas.
Jika
melihat dari sistem kontemporer, pola liberalisasi ternyata telah membawa
dampak terhadap orientasi pemikiran yang selalu menjanjikan keuntungan (profit)
dengan logika persaingan, dan merubah peranan negara dalam bertanggung jawab
memberikan akses pendidikan ke masyarakat. Bagaimana tidak, jika masih ada
sistem kerja outsourching yang terus ada, jaminan upah dan sistem honorer yang
jauh dari kata kesejahteraan bagi masyarakat atau umumnya yang dirasakan oleh
kaum buruh, dosen (tidak terikat sebagai pegawai dinas), dan petani bahkan
pendapatan mereka tidak sebanding dengan kebutuhan primer maupun sekunder yang
mereka jalankan setiap hari. Serta tidak adanya jaminan sosial seperti
pendidikan, kesehatan, kecelakaan, tunjangan di hari tua/masa cuti, dan
berbagai permasalahan kompleks oleh para kaum pekerja. Meninjau kebutuhan akan
buruh tenaga murah, berketrampilan, dan kesempatan para investor kapital
menggunakan otoritasnya maka terlihat sekali bahwa banyak akses pendidikan
perguruan tinggi yang bersifat privatisasi dibentuk.
Sampai pada tanggal 1 September 2016, terdapat
4.312 perguruan tinggi telah terbangun di indonesia yang terdiri dari 3.940
Perguruan Tinggi Swasta (PTS) dan 372 Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Sedangkan
jumlah mahasiswanya ada 2.121.314 laki laki dan 2.304.275 perempuan. ini
artinya jumlah perguruan tinggi seluruh indonesia 4.093 dengan jumlah mahasiswa
4,425,589, sangat tidak sebanding dengan lowongan perkerjaan yang tersedia di
indonesia. Laporan Understanding Children Work (UCW) menyebutkan satu dari lima
pemuda indonesia tidak bersekolah/bekerja, dan satu dari tiga pekerja muda
indonesia hanya memiliki pendidikan dasar. Jika kita melihat lebih jauh, Badan
Pusat Statistik (BPS) melaporkan jumlah pengangguran di indonesia pada tahun 2016
sebanyak 7,02 juta orang. Tingginya angka pengangguran adalah salah satu upaya
kapitalisme (pasar dunia) agar mendapatkan tenaga kerja murah dalam proses
akumulasi modal. Ditengah-tengah kekayaan alam indonesia yang melimpah ruah,
jutaan rakyat indonesia harus hidup dalam kemiskinan dan ketidak-berdayaan.
Berdasarkan data yang dilansir oleh BPS, bahwa jumlah penduduk yang masuk dalam
kategori miskin per Maret 2011 mencapai 30,5 juta jiwa. Mereka yang masuk dalam
kategori miskin memliki pendapatan perkapita selama sebulan sebesar Rp 233.740
perkapita tiap bulannya (PBB menetapkan garis kemiskinan $2 perhari sedangkan
Indonesia Rp 7791 perhari, atau samadengan kurang dari $1). Sedangkan penduduk
yang memiliki pendapatan antara Rp 233.740 hingga Rp 280.488 masuk dalam
kategori penduduk hampir miskin pada Maret 2011 berjumlah 27,12 juta jiwa atau
11,28% dari total penduduk atau mengalami peningkatan yang pada tahun lalu
berjumlah 22,99 juta atau 9,88%. Jadi total penduduk miskin dan hampir miskin
sejumlah 53,49 juta jiwa. Penduduk hampir misikin merupakan penduduk yang bisa jatuh
dalam penduduk miskin akibat tidak mampu memenuhi garis kemiskinan yakni pada
periode Maret 2011 sebesar Rp 233.740. (Lihat Kompas tanggal 6 Juli 2011).
Balik lagi ke konteks pendidikan, sistem Uang
Kuliah Tunggal semakin menunjukkan bahwa rezim pemerintahan non demokratis
telah berkuasa dengan menghilangkan tanggung jawab peran negara dalam
mencerdaskan kehidupan bangsa. Berbagai permasalahan de facto seperti fasilitas
kampus yang belum mumpuni dan sebanding dengan biaya kuliah, kapasistas dosen
yang masih minim dan kurang kompeten, serta pembebanan akademik dengan sistem
kredit semester (SKS) yang menjadikan mahasiswa harus digenjot atau ditargeti
masa pendidikannya oleh para birokrat. Mahasiswa dituntut untuk memiliki pola
asumsi lulus cepat merupakan kebanggan tersendiri dengan mendapatkan indeks
prestasi kumulatif (IPK) yang tinggi, sehingga membatasi kebebasan ekspresi
untuk berpendapat dan berorganisasi yang tertuang dalam pasal 28 dalam UUD 1945
yang telah dijamin oleh negara. Hal ini mengindikasikan adanya fragmentasi
antara mahasiswa (kaum terpelajar) dengan gerakan sektoral rakyat seperti kaum
buruh dan petani untuk bersama-sama mengkolektifkan dalam perspektif serta
barisan menuntaskan berbagai problematik.
Jadi
dalam konteks perjuangan mahasiswa seharusnya tidak membatasi diri secara
individual dalam berjuang, melainkan berkolektif dengan sesama mahasiswa dan
gerakan sektor rakyat lainnya untuk melawan penindasan, penghisapan,
represifitas, dominasi, hegemoni, dan berbagai macam sikap politis anti
demokrasi lainnya dalam menjalankan kekuasaan. Sistem kapitalisme yang sudah
menjalar secara sistemik melalui birokrasi yang memiliki otoritas membuat
regulasi dan berbagai aturan sosial lainnya, harus menjadi diskursus yang
selalu di kritisi, mengembangkan berbagai pertentangan anti tesis, dan merubah
(melakukan tindakan reformasi) demi
mewujudkan prinsip demokrasi kerakyatan. Walaupun memiliki kekuatan objektif di
sektor sumber daya alam dan manusia, tetap tidak menghadirkan Indonesia sebagai
sebuah negara yang mengaplikasikan sistem demokrasi murni untuk menjawab
berbagai persoalan ketimpangan, ketertindasan, dan berbagai bentuk diskriminasi
serta inkonsistensi tanggung jawab negara dalam mengatasi persoalan sosial,
ekonomi, maupun politik. Kekayaan alam pasca Indonesia merdeka, khususnya pada
rezim Orde Baru ternyata telah memberikan dampak signifikan bagi kerusakan
kehidupan hayati yang merupakan sumber dari segala aktifitas yang dilakukan
oleh semua makhluk hidup dari zaman ke zaman. Dengan menentang adanya arus
ekonomi politik yang di dominasi oleh aktor ekonomi politik seperti kaum
borjuis (investor, pemodal) dan birokrat (pemerintah, aparat negara) harus
menjadi persoalan yang terus dipecahkan dan mengkritisi berbagai permasalahan
di era industrialisasi denga upah buruh yang murah, jaminan kehidupan sosial
yang tidak layak, jam kerja yang terlampau berat karena konsekuensi target
produksi, outsourching bagi para pegawai atau buruh yang tidak terikat,
pemangkasan uang kerja, dan berbagai persoalan sektoral lainnya yang telah di
bahas dalam tulisan ini.
Sektor
kebudayaan yang berkembang, pendidikan menjadi salah satu medium penanaman
pemikiran serta jiwa yang progressif untuk kesadaran dan terbuka terhadap
berbagai kondisi permasalahan di masyarakat yang terus di intimidasi, setting, bahkan melakukan berbagai sikap
melalui regulasi (kebijakan) dan aturan yang berupaya memberikan kesulitan
untuk mengakses ruang ilmiah seperti pendidikan tinggi (kampus). Tentu tinjauan
permasalahan tersebut negara memberikan jawaban atas minimnya ruang keilmiahan
dan keberlangsungan demokratisasi yang runtuh dengan tidak memberikan
kesempatan yang luas bagi pemuda maupun rakyat untuk mengakses pendidikan.
Pemuda
mahasiswa dan gerakan rakyat bersatu merebut Hak Demokratis!
Sebagai kaum
reformis sejatinya para pemuda mahasiswa dan gerakan rakyat lainnya harus
bersatu padu dan saling bahu-membahu memberikan perspektif dan sikap kritis
terhadap berbagai persoalan realitas di kampus, sektor borjuis, monopoli
tengkulak, korupsi para elit politis, biaya kuliah yang semakin melambung
tinggi seperti harga handphone terbaru, fasilitas publik yang kunjung tidak
dipenuhi, eksploitas alam, pengekangan hak demokratis melalui apparatus negara,
dan berbagai persoalan komprehensif. Terbilang pada pasal 31 ayat 1 dalam UUD
1945 yang membahas tentang warga negara berhak mendapatkan akses pendidikan
merupakan kerangka yang harus di implementasikan secara tanggung jawab oleh
negara, serta pasal 28D ayat 2 yang berisi setiap warga negara berhak untuk
bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan
kerja. Tentu sudah sewajarnya pemerintah selaku representatif rakyat yang
seharusnya bisa mengakomodir hak-hak demokratis dan nilai keadilan yang hakiki
diterima oleh setiap individu sebagai warga negara.
Berbagai
macam pergerakan akar rumput yang dilakukan oleh mahasiswa untuk mengkritisi
berbagai macam kebijakan, peraturan, dan sikap dari para birokrat kampus
(universitasnya) yang terlampau memandulkan sisi keadilan yang gagal dalam
mendistribusikannya ke mahasiswa. Bisa kita tinjau sepanjang tahun 2016
berbagai pergerakan dengan mengawali rasa persatuan dan solidaritas akan nasib
yang tertindas di sektor kampus, mahasiswa melakukan propaganda yang massif,
dan membentuk barisan massa yang sebelumnya sudah diberikan pemahaman terhadap
problematika kampus kontemporer. Seperti pergerakan mahasiswa yang dilakukan di
Universitas Gajah Mada, Universitas Diponegoro, Universitas Negeri Semarang,
Universitas Sumatera Utara, Universitas Lampung, Universitas Hassanudin,
Universitas Mulawarman, Universitas Jenderal Soedirman, Universitas Indonesia,
Universitas Brawijaya, Universitas Veteran Yogyakarta, Universitas Kristen
Satya Wacana, dan banyak lagi kampus-kampus yang menghimpun rasa akan
penindasan ketidak adilan yang mereka tidak terima.
Isu
yang biasa diangkat tidaklah lepas dari berbagai macam problematika aplikasi
kebijakan, dan liberalisasi sektor pendidikan tinggi oleh negara. Seperti adanya
Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang terus naik dan tidak ada relevansi dasar hukum
yang kuat untuk melegitimasinya, berbagai macam isu pungutan liar/uang
sumbangan pembangunan/berbagai dalih birokrat kapital yang membuka ruang untuk
melakukan tindak pidana korupsi, represifitas kampus karena membatasi ruang
ilmiah dengan adanya jam malam, adanya intimidasi disaat mengkaji sebuah isi
oleh kelompok mahasiswa progressif, beban kuliah di akhir semester oleh
angkatan 2012, tidak adanya keterlibatan antara birokrat dan mahasiswa dalam
merumuskan kebijakan UKT maupun fasilitas kampus, minimnya ruang demokrasi
dalam menyelesaikan kesepakatan oleh birokrat yang terus terang selalu tendensi
keputusannya mempertahankan status quo statement
mereka, pengebirian ruang mengembangkan potensi mahasiswa di sekretariatan
mahasiswa karena terlibat dalam pergerakan, uang tunjangan kinerja pegawai
kampus honorer yang belum kunjung turun, pelayanan birokrasi yang masih ambigu
dalam menjalankan fungsionalnya, pembangunan gedung yang hanya memboroskan
anggaran tanpa ada revitalisasi fasilitas yang sudah ada, alokasi penelitian
untuk memberikan pelayanan para kapital investor dalam menjalankan
bisnis/investasinya, dan berbagai macam persoalan lainnya yang berbeda-beda di setiap
sektoral kampus.
Tentu
melihat berbagai macam permasalahan diatas, harus menjadi sebuah stimulus
pemahaman kritis serta skeptis dan memberikan sikap demokratis bagi setiap
pemuda mahasiswa untuk ikut terlibat langsung dalam ruang-ruang ilmiah
pergerakan. Singkat penulis sebelum meninggalkan jejaknya, mahasiswa harus
terus bersatu memperjuangkan segala hak demokratisnya yang ditindas dan tidak
di akomodir oleh para birokrat kampus maupun apparatus negara. Karena jika
pemuda masa kini tidak ikut bersimpati dalam mengkritisi berbagai permasalahan
yang ada, jangan harap masa depan yang di harapkan untuk menikmati prinsip
demokrasi yang real diterima secara inklusif oleh setiap individu bisa
terealisasikan dengan baik tanpa memberikan pemikiran tajam nan kritis akan sistem
serta struktural para birokrat kapital dan apparatus represif negara untuk
menindas hak, dan fasilitas yang harus sepenuhnya diterima oleh masyarakat
dalam mengenyam pendidikan, mendapatkan pekerjaan, menikmati kehidupan yang
layak, menjadikan setiap ruang publik sebagai tempat memberikan edukasi dan
sosialisasi berbagai isu permasalahan kontemporer, tidak adanya penindasan
terhadap kaum petani yang mempertahankan kedaulatan pangan untuk kehidupan
bersama, menolak pembangunan yang cacat akan analisis mengenai dampak
lingkungan (AMDAL), dan berbagai persoalan penting lainnya yang dialami oleh
bangsa dan negara Indonesia.
Tulisan
dari seorang penulis yang iba akan ironi yang terjadi di bangsa dan negaranya,
dan menilai bahwa prinsip keadilan serta demokratisasi yang sejatinya harus
dirasakan oleh setiap individu tidak kunjung hadir dengan konkrit. Berbagai isu
yang diangkat merupakan representasi pemahaman murni sang penulis melihat
berbagai ironi dan kekuatan pergerakkan massa mahasiswa di setiap kampus dalam
mengakomodir keresahan dan aspirasi mereka yang tidak sepenuhnya diterima
bahkan sangat penting jika dijadikan sebuah resolusi pembelajaran bagi para
kapital birokrat.
Penulis : Muh. M. Syaifullah
[mahasiswa
FISIP Unsoed/ Anggota FMN UNSOED/sang pengagum Senja]
Dipta
Abimana. 77TH ISD 2016: Mahasiswa dan
Buruh Bersatulah Lawan Kapitalisme dan Komersialisasi Pendidikan, diakses
pada tanggal 19 November 2016,
http://www.arahjuang.com/2016/11/16/77th-isd-2016-mahasiswa-dan-buruh-bersatulah-lawan-kapitalisme-dan-komersialisasi-pendidikan/.
Pimpinan
Pusat Front Mahasiswa Nasional. Peringatan
Hari Mahasiswa Internasional 2012–Statemen FMN, diakses pada tanggal 19
November 2016,
https://buletindemokrasibaru.wordpress.com/2012/11/13/peringatan-hari-mahasiswa-internasional-2012-statemen-fmn/.
Indira
Permanasari. 70 Tahun Merdeka dan
Pendidikan di Indonesia, diakses pada tanggal 19 November 2016,
http://print.kompas.com/baca/opini/duduk-perkara/2015/08/18/70-Tahun-Merdeka-dan-Pendidikan-di-Indonesia.
Sutrisno
W. Ibrahim. Sekilas tentang statistik
pendidikan di Indonesia, diakses pada tanggal 20 November 2016,
https://sutrisnolink.wordpress.com/2014/05/19/sekilas-tentang-statistik-pendidikan-di-indonesia/.
Galih
R. N. Putra. Politik Pendidikan : Liberalisasi
Pendidikan Tinggi di Indonesia dan India, (Jakarta : Yayasan Pustaka Obor
Indonesia, 2016).
Immanuel
Wallersstein, “After Development and Globalization what?”, Social Forces, Vol.83, No.3, 2005, Academic Research Library, hlm
1263-1264.
Robert
Gilpin, “The Challenge of Global
Capitalisme”, (Amerika Serikat : Princeton University Press, 2000), 4.
Budi
Winarno, “Melawan Gurita Neoliberalisme”,
(Jakarta : Erlangga, 2010).
Akun
Social Media : Bangsa Mahasiswa, Soedirman Melawan, Mahasiswa Indonesia, Front
Mahasiswa Nasional, Arah Juang, Serikat Mahasiswa Gerakan UI, Universal, Spirit
for Indonesia, Tempo, Gadjah Mada Lantang, dan lainnya.
Posting Komentar