BREAKING NEWS

Rabu, Juni 01, 2016

Untuk Apa Kita Bayar UKT (?)



Suatu hari saya pergi ke toko kelontong, saya membeli sebuah coklat dengan harga lima ribu rupiah, saya tau pasti dengan apa yang didapatkan ketika saya mengeluarkan uang dengan nominal lima ribu rupiah tersebut. melalui ingredient/komposisi di bungkus coklat tersebut, saya mengetahui bahwanominal lima ribu ini sebanding dengan apa yang saya dapatkan.

Namun lucunya, proses transaksi seperti itu tidak saya rasakan di perguruan tinggi. Saya merasakan bahwa besarnya nominal biaya kuliah menentukan akses seseorang dalam jenjang perguruan tinggi, “si konsumen” (mahasiswa-red) banyak yang tidak tau tentang untuk apa saja alokasi dari besaran biaya yang mereka bayarkan, saya adalah salah satu dari yang tidak mengetahui hal itu. Angka 2,4 juta yang setiap semesternya saya bayarkan, tak pernah sekalipun saya mendapat kejelasan yang pasti terkait alokasi dari pembayaran tersebut, tapi tunggu dulu, saya melakukan sedikit perbincangan dengan teman-teman saya dari berbagai fakultas.

Pertama, Fathia dari jurusan Agribisnis. Dia tidak mengetahui untuk apa saja UKT yang setiap semesternya di bayarkan. Tidak pernah ada yang memberi tahu Fathia apakah UKT yang dia bayarkan untuk fasilitas kelas, untuk membayar dosen, atau entah lah. Fathia tidak pernah mengerti akan dialokasikan kemana saja UKT yang ia bayarkan itu. Ada lagi statement dari Syahla, jurusan teknologi pangan , ia hanya mengetahui bahwa nominal UKT yang ia bayarkan setiap bulan sebesar Rp3.900.000 adalah untuk sarana dan prasarana kampus, seperti membayar alat dan bahan praktikum. Namun, ada yang menarik lagi, walaupun begitu, ia tetap harus membayar buku panduan praktikum. “Itu udah nggak masuk dalam UKT, jadi kita harus print sendiri diktatnya karena katanya nggak masuk dalam biaya UKT,” itu yang disampaikan Syahla mengutip dosennya.

Tidak berhenti di kalangan mahasiswa ilmu exact, misteri kemana perginya UKT yang dibayarkan oleh mahasiswa ilmu exact juga dialami oleh mahasiswa ilmu Social Humaniora (Soshum), seperti contohnya Sastra Inggris. Teman saya Yanti menjelaskan bahwa ia baru saja tahu kalau selama ini UKT yang mereka bayarkan itu adalah untuk buku, KKN, dan KKL. Karena yang mereka tahu, UKT yang selama ini ibunya bayarkan ke rekening UNSOED adalah untuk pemeliharaan kampus semata. Lalu, Rini juga menambahkan, bahwa selama 6 Semester ini membayar UKT itu dialokasikan untuk gaji pegawai kampus maupun pegawai honorer. Ada juga tanggapan dari mahasiswa kampus “merah”, Fakultas Hukum, Nadia menyadari bahwa UKT yang ia bayarkan adalah untuk biaya perkuliahan, fasilitas serta membiayai KKN yang akan ia laksanakan bulan juli mendatang.

Saya tidak tahu mana jawaban yang benar dari teman-teman saya. Tapi yang jelas, teman-teman saya tidak ada yang tahu secara pasti untuk apa UKT yang mereka bayar. Bahkan jawaban mereka cenderung saling berlainan seperti kebingungan. Dari kebingungan teman-teman saya, saya jadi berfikir, apa yang selama ini orang tua saya bayarkan untuk membayar uang kuliah saya yang bernama UKT ini tidak pernah jelas dialokasikan kemana saja. Bahkan bisa disebut juga, bahwa UKT bukanlah suatu hal yang seharusnya dibayarkan oleh orang tua saya dan juga orang tua teman-teman saya. Akhirnya, daripada dituduh suudzon kepada Universitas saya sendiri, saya melihat aturan yang mendasari peraturan UKT.

Hal pertama yang saya lihat adalah Permenristekdikti No. 22 Tahun 2015 yang didalamnya ada rumus untuk menentukan besaran UKT yaitu:

UKT = BKT – BOPTN

Sederhananya, UKT yang selama ini kita bayarkan adalah untuk membiayai BKT atau Biaya Kuliah Tunggal. Tetapi, tidak semua biaya yang kita bayarkan itu untuk BKT, karena sebagiannya sudah dibantu oleh pemerintah melalui BOPTN atau Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri. Usut punya usut, dalam pasal 1 (5), BKT ternyata adalah keseluruhan biaya operasional mahasiswa per semester pada program studi di PTN.

Lalu, mari kita cross check kembali perbincangan dengan teman-teman saya diatas. Sebelumnya, teman saya bilang bahwa UKT untuk membayar honor karyawan, ada pula yang tegas mengatakan untuk membayar fasilitas kampus, KKN serta membeli alat praktikum. Ternyata oh ternyata, uang yang keluar dari dompet orang tua kita ke dalam rekening UNSOED alokasinya bukan untuk itu semua. Apa yang kita bayar seharusnya hanya dialokasikan untuk biaya operasional mahasiswa. Nah, apa itu biaya oprasional mahasiswa? Singkatnya, biaya tersebut hanya di alokasikan untuk mahasiswa, bukan dana alokasi untuk dosen, apalagi gaji para pejabat kampus.

Mari kita renungkan bersama. Tatkala kebingungan saya belum terjawab, dan mungkin kebingungan saya juga dirasakan oleh kawan-kawan pembaca, ditambah lagi dengan minimnya transparansi dari pihak kampus, muncul pertanyaan baru di benak saya: Bagaimana caranya kita tahu apa yang kita bayarkan itu sudah sesuai atau belum?

Kemudian saya berdiskusi dengan Arif (mahasiswa FH UNSOED) tentang dasar hukum tentang pendidikan tinggi. Dari hasil diskusi kami berdua, akhirnya saya menemukan “point”  dari penjelasan teman saya, mengacu pada UU No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi Pasal 56 (4), yang mengatur bahwa; Penyelenggara Perguruan Tinggi wajib menyampaikan data dan informasi penyelengaraan Perguruan Tinggi serta memastikan kebenaran dan ketepatannya.

Akan tetapi, sampai detik ini pihak birokrat kampus belum terbuka mengenai hal itu, dan kita tidak pernah diberitahu BKT kampus kita sendiri ini terdiri dari apa saja. Bahkan, hingga hari ini persoalan tersebut masih menjadi misteri. Seperti halnya menjalin sebuah hubungan, kalau ada yang ditutup-tutupi pastilah ada yang tidak beres, kan? Dan kalau hal yang nggak beres ini berdampak ke kita, bukan tidak mungkin,  bahwa ada hal yang di tutup-tutupi oleh kampus terhadap kita sebagai mahasiswanya kan? Astagfirullah





Oleh: Ghaisani P Zakirah
Sekertaris Jenderal FMN Ranting UNSOED
Mahasiswi Sastra Inggris 2013

Share this:

Posting Komentar

 
Back To Top
Copyright © 2018 Soeara Massa. Designed by OddThemes | Distributed By Gooyaabi Templates