BREAKING NEWS

Kamis, Desember 31, 2015

Meneropong Unsoed Selama Tahun 2015

Meneropong Unsoed Selama Tahun 2015
 (Dari pencerabutan hak demokratis hingga kemenangan mahasiswa)

oleh :
 Adam Kuncoro (KA. Dept. Dikprop FMN Unsoed)
Rizki B. Aritonang (Divisi Kajian & Riset FMN Unsoed) 

Tak terasa kita sudah memasuki penghujung bulan Desember 2015. Sebentar lagi kita akan memasuki lembaran baru di tahun 2016. Sudah menjadi suatu hal yang umum, setiap pergantian tahun kerap kali dijadikan “momen” untuk saling berkumpul, entah itu dengan keluarga, kerabat terdekat, maupun melalui perayaan ditempat umum. Tentunya, dengan semakin dekat-nya momentum pergantian tahun ini sangat sayang dilewatkan hanya untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat euforia saja.

Sebagai bagian dari civitas akademika di Universitas Jenderal Soedirman,  mari kita refleksikan sejenak terkait apa saja yang sudah kita lalui semenjak awal tahun 2015 hingga beranjak akhir Desember ini. Masihkah terjadi praktek pungutan liar (pungli)? Masihkah terdapat  ancaman terhadap hak demokratis mahasiswa? Dan masih adakah kebijakan birokrat kampus yang merugikan di pihak mahasiswa lainnya? Jika iya, artinya selama periode ini 2015, masih banyak persoalan-persoalan yang hadir di kampus UNSOED. Dan tentunya sangat penting bagi kita untuk terus memblejeti dan mengusut setiap kebijakan kampus yang tidak berpihak kepada kita. Berikut adalah beberapa catatan penting terkait persoalan-persoalan yang ada di UNSOED pada tahun 2015.

AUDIENSI UKT 2014 “CACAT HUKUM”
Jika kita tarik dari awal tahun 2015, masih teringat kah dibenak kita bagaimana persoalan UKT 2014 yang ternyata “cacat hukum”? patut kita cermati bahwa kebijakan UKT di tahun 2014 yang cacat hukum tersebut tentunya sangat merugikan Mahasiswa UNSOED khususnya angkatan 2014. Hal ini tentunya mendapat respon dari mahasiswa untuk yang mempersoalkan legalitas dari UKT 2014. Karena dibutuhkan wadah bersama untuk mengusut persoalan tersebut, terbentuklah SOMASI UNSOED (Solidaritas Mahasiswa UNSOED).  Selama 6 bulan lamanya, SOMASI UNSOED terus konsisten melawan salah satu bentuk komersialisasi pendidikan ini. Setelah 6 bulan berjalan, kemenangan pun dapat diraih oleh pihak mahasiswa. Tepatnya diawal tahun 2015, yakni 9 Januari 2015. Tuntutan dari SOMASI UNSOED untuk menyelenggarakan forum audiensi kepada rektorat akhirnya dikabulkan. Adapun tuntutan yang dibawa oleh SOMASI UNSOED antara lain:

1.                  Cabut pemberlakuan Uang Kuliah Tunggal (UKT) Unsoed 2014 yang CACAT HUKUM dan kembalikan pengaturannya pada Permendikbud Nomor 55 Tahun 2013 Tentang Biaya Kuliah Tunggal dan Uang Kuliah Tunggal pada Perguruan Tinggi Negeri pada Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan;
2.                  Terapkan UKT pada mahasiswa 2014 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kemampuan ekonomi mahasiswa;
3.                  Hapuskan pungutan liar dan kembalikan seluruh uang mahasiswa yang telah di pungut diluar UKT;
4.                  Perjelas dan permudah pengaturan dan mekanisme keringanan biaya kuliah.

Forum audiensi berjalan alot. Watak rektorat UNSOED yang “setengah hati” untuk menyelesaikan persoalan UKT 2014 semakin terlihat. Terlihat dari proses berjalannya forum yang sangat tidak demokratis. Pelarangan pers masuk dan meliput jalannya audiensi, serta tindakan intimidatif dari rektor terhadap mahasiswa semakin mencerminkan rektorat UNSOED yang “kolot” dan tidak demokratis. Dalam proses audiensi, rektorat UNSOED juga masih enggan untuk mengabulkan tuntutan yang diajukan oleh SOMASI. Setelah melalui proses perdebatan yang panjang antara mahasiswa dan rektorat, terdapat beberapa kemenangan yang dicapai oleh kawan-kawan SOMASI UNSOED. Hal ini bisa kita lihat dari statement rektor UNSOED, Ahmad Iqbal berikut ini ;.
1.                  Rektor Mengakui, pihaknya tidak berwenang menetapkan tarif level 1-7 untuk mahasiswa 2014, dan juga mengakui KECACATAN HUKUM dalam tindakannya mengeluarkan SK UKT 2014 Nomor Kept :KEPT.1081/UN23/PP.01.00/2014
2.                  UKT 2014 dikembalikan menjadi level 1-5 dengan menggunakan landasan hukum Permendikbud no. 55 tahun 2013. Selisih penarikan level 6 dan 7 yang sudah terlanjur dilakukan pada UKT 2014 semester 1, akan dikompensasikan ke semester 2.
3.                  Level 1 dan 2 UKT 2014 yang sebelumnya hanya menampung kuota 1,9% dan 8%, akan diterapkan menjadi 20% kuota.
4.                  Rektor ber-statement bahwa tidak boleh ada pungli atau penarikan diluar UKT.
5.                  Bagi yang mau mengajukan keringanan, datangi Rektor pada Selasa,13 Januari 2015.[1]

Statement rektor tersebut merupakan bentuk kemenangan kecil yang diraih mahasiswa setelah berdebat panjang dengan pihak birokrasi. Meskipun rektor Unsoed tidak memenuhi seluruh tuntutan SOMASI UNSOED, setidaknya ada capaian dari perjuangan mahasiswa Unsoed. Penting untuk menjadi catatan, bahwa kemenangan yang dicapai bukanlah serta merta bentuk kebaikan hati rektorat UNSOED, melainkan merupakan buah perjuangan SOMASI UNSOED yang terus konsisten untuk mengusut persoalan UKT 2014. Meskipun pihak rektorat masih enggan untuk memenuhi seluruh tuntutan SOMASI UNSOED, bukan berarti gerak SOMASI berhenti begitu saja.  Pasca audiensi, SOMASI UNSOED masih tetap konsisten untuk mengusut persoalan UKT 2014 karena tuntutan utama dari SOMASI UNSOED belum dikabulkan oleh pihak rektorat.

PENGAMBILALIHAN OSPEK
Belum tuntas persoalan terkait UKT 2014, pada pertengahan tahun 2015, persoalan baru kembali muncul. Tepatnya pada awal agustus, bulan yang berdekatan dengan penerimaan mahasiwa UNSOED 2015. Persoalan baru yang muncul yakni kebijakan tentang pengambilalihan OSPEK oleh pihak kampus. Menurut pihak rektorat, kebijakan ini mengacu pada SE Nomor 01/DJ-Belmawa/SE/VII/2015 Tentang Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) yang dikeluarkan oleh KEMENRISTEKDIKTI (Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi). Dalam Surat Edaran tersebut dinyatakan bahwa OSPEK atau PKKMB merupakan “program institusi, bukan program Mahasiswa”.

 Lantas, apa imbas dari pemberlakuan peraturan tersebut kepada mahasiswa? Apakah kebijakan ini juga merugikan mahasiswa? Dampak dari peraturan tersebut akan membuat mahasiswa tidak dapat lagi menyelenggarakan OSPEK secara Independen. Tentunya, kebijakan ini akan menghambat kebebasan dan ruang mimbar akademik Mahasiswa. Adapun peran yang diemban oleh mahasiswa ketika kebijakan tersebut sudah dilaksanakan, hanya akan sebatas sebagai EO (Event Organizer) semata.

Seharusnya, Kampus atau Universitas sebagai ruang akademik dan ruang menempa diri lewat belajar, berorganisasi dan berkegiatan. Dan sudah sepatutnya pula UNSOED memberikan kebebasan akademik dan kegiatan diluar akademik (organisasi) bagi mahasiswa, bukan malah sebaliknya!

Apalagi jika mengacu pada Pasal 28C ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mengembangkan diri dan mendapat pendidikan serta memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan. Artinya, penyelenggarkan OSPEK secara independen juga merupakan bentuk kemerdekaan atau kebebasan berserikat dan berkumpul bagi mahasiswa. Di kampus UNSOED, kebijakan pengambilalihan OSPEK ini telah membuat mahasiswa beberapa fakultas tidak bisa menjalankan Ospek secara independen. Kondisi ini terjadi di kampus ekonomi, Peternakan, FIB (Fakultas Ilmu Budaya) dan beberapa kampus lainnya. Alhasil, di beberapa fakultas, para panitia ospek melakukan berbagai macam bentuk protes kepada birokrasi kampus. Protes ini adalah bentuk kekecewaan mahasiswa terhadap birokrasi kampus yang telah membatasi ruang belajar mahasiswa.

Tak berhenti sampai disitu, pada Agustus 2015, kawan-kawan mahasiswa Unsoed mendapatkan kabar bahwa pada tahun 2016, OSPEK akan diisi oleh pihak TNI. Kabar inipun kembali meresahkan mahasiswa Unsoed. Menurut mahasiswa, TNI dianggap akan membatasi ruang demokrasi di kampus. Padahal, pada tahun 1998, mahasiswa telah berusaha keras untuk menolak kehadiran TNI di dalam kampus, karena dianggap sebagai bentuk pengekangan hak demokratis mahasiswa. Namun di tahun 2016, Jokowi-JK berupaya untuk mengembalikan TNI masuk kedalam kampus. Kasus ini pun masih menjadi perbincangan di kalangan mahasiswa.

PENGURANGAN KUOTA BIDIKMISI
Mulai masuk tahun ajaran baru 2015-2016, lagi-lagi UNSOED mengeluarkan kebijakan yang merugikan pihak mahasiswa. Kebijakan tersebut adalah pengurangan kuota bidikmisi Mahasiswa 2015. Secara kronologis, kejadian tersebut terjadi pada hari jumat tanggal 18 september 2015. Pada tanggal tersebut, 40 mahasiswa mendapat pemberitahuan dari UNSOED via SMS untuk datang ke rektorat pada keesokan harinya. Oleh seorang pejabat Kampus (Kassubag Akademik dan Evaluasi) Unsoed, diberitahukan kepada 40 Mahasiswa tersebut bahwa bidikmisinya dicabut.

 Menurut keterangan pejabat kampus tersebut, kuota bidikmisi yang dibuat oleh UNSOED melebihi kuota yang diberikan oleh pusat (KEMENRISTEKDIKTI). Jumlah Mahasiwa Bidikmisi angkatan 2015 adalah 615 orang sedangkan kuota yang ditetapkan Dirjen dikti sebanyak 575 orang. Dalih tersebut dijadikan Unsoed untuk melegitimasi pencabutan bidikmisi pada 40 orang mahasiswa 2015.

 Pemberitaan tersebut khususnya membawa kecemasan bagi ke-40 mahasiswa. Hal ini karena menyangkut tentang bagaimana nasib perkuliahan mereka kedepannya. Ditambah lagi tidak adanya kepastian hukum bagi 615 mahasiswa yang mendapatkan Bidikmisi tersebut. Kepastian hukum yang dimaksud adalah SK penetapan bidikmisi. Dan dampaknya adalah terhambatnya pemberian alokasi dana kepada 615 mahasiswa bidikmisi.

Padahal, jika mengacu pada UU Nomor 12 tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi, setiap universitas negeri harus memberikan kuota bidik misi sebanyak 20% dari jumlah mahasiswa baru. Jika dilihat jumlah mahasiswa tahun 2015 sebanyak 4.519 orang, seharusnya jumlah mahasiswa yang mendapatkan bidikmisi sebesar 909 mahasiswa. Akan tetapi hingga akhir tahun 2015 masih belum terpenuhinya kuota bidikmisi sebanyak 20% tersebut. Artinya, jika UNSOED tetap keukeuh untuk mengurangi kuota bidikmisi mahasiswa 2015, sama saja UNSOED secara sadar telah melakukan pengebirian terhadap hak katas pendidikan tinggi kepada 40 mahasiswa tersebut.

Permasalahan tersebut telah menggerakkan mahasiswa untuk membuat petisi guna menolak kebijakan pencabutan bidikmisi Unsoed 2015. Pada pertengahan 2015, kawan-kawan FMN membuat petisi online yang bertujuan untuk menolak pencabutan bidikmisi terhadap 40 mahasiswa Unsoed. Sebanyak 409 orang menandatangani petisi online tersebut. Akhirnya pada Desember 2015, mahasiswa Unsoed mendapatkan kabar dari Rektorat, bahwa pihak kampus tidak jadi mencabut beasiswa bagi 40 mahasiswa Unsoed. Bahkan rektorat Unsoed akhirnya menambahkan kuota bidikmisi sebanyak 12 orang. Hal ini merupakan salah satu kemenangan kecil lainnya yang berhasil diraih mahasiswa. Namun, kendati telah menambah kuota bidikmisinya, Unsoed masih belum memenuhi syarat 20% kuota bidikmisi di Unsoed.

Apa yang harus kita refleksikan ?

Dari persoalan-persoalan yang telah diangkat diatas, tentunya bukan sekedar uraian yang ditujukan untuk mengungkap ”sisi buruk” UNSOED semata. Akan tetapi yang lebih utama adalah kita mendudukan kembali, sejauh mana UNSOED telah memenuhi hak-hak mahasiswanya? Apakah benar pihak mahasiswa kerap dirugikan oleh kebijakan yang dikeluarkan? Dan apakah kita (mahasiswa UNSOED) pernah menjadi korban yang dirugikan oleh pihak kampus?

Melalui pertanyaan-pertanyaan tersebutlah yang bisa kita jadikan bahan refleksi tentang sejauh mana pula kita mengerti akan hak kita sebagai mahasiswa. Adapun contoh hak-hak tersebut seperti hak mengajukan kritik, hak meminta transparansi, hak atas fasilitas yang layak hingga mendapat kebebasan dalam mimbar akademik. Dan tentunya UNSOED sebagai institusi pendidikan tinggi tempat kita kuliah, sangat berkewajiban untuk memenuhi setiap hak-hak peserta didiknya (tanpa terkecuali).

 Justru melalui setiap momentum di tahun 2015 yang telah kita lewati, kita bisa memetik pembelajaran. Terutama dalam hal sejauh mana upaya kita untuk dapat merebut hak kita ketika muncul kebijakan yang merugikan kita. Melalui momentum pergantian tahun ini, mari merefleksikan secara mendalam terkait capaian apa yang dapat kita raih dan hambatan apa yang kita temui dalam usaha memperjuangkan hak kita. Adapun dengan mengingat kembali persoalan-persoalan yang kita hadapi di tahun 2015, bisa menjadi cambuk bagi kita untuk terus semangat dalam setiap usaha-usaha memperjuangkan hak kita sebagai mahasiswa di tahun 2016. Selain itu, jangan lupa untuk intropeksi terkait di titik mana kelemahan kita dalam upaya menuntut hak, dan hal-hal apa yang membuat upaya kita belum bisa meraih capaian yang maksimal.

Patut digarisbawahi, dengan memberanikan diri untuk mengkritik pihak kampus atas kebijakan yang merugikan mahasiswa, secara tidak langsung telah menyelamatkan nama kampus kita dari segala tindak penyelewengan kebijakan oleh pejabat kampus. Dengan memperjuangkan hak kita, secara tidak langsung kita telah membantu meringankan beban orang tua kita yang telah bekerja keras membiayai kuliah kita. Oleh karena itu,mari kita terus mengawal, memblejeti dan menuntut setiap kebijakan kampus yang merugikan pihak mahasiswa. Karena tidak menutup kemungkinan di periode 2016 nanti, persoalan-persoalan yang berpotensi membawa kerugian di pihak mahasiswa akan muncul kembali. Dan ketika persoalan-persoaln tersebut benar-benar muncul, mari menghimpun diri dan berjuang bersama merebut hak-hak kita !
Selamat Tahun Baru !!








[1] http://www.soearamassa.com/2015/01/audiensi-ukt-unsoed-2014-cerminan.html

Share this:

Posting Komentar

 
Back To Top
Copyright © 2018 Soeara Massa. Designed by OddThemes | Distributed By Gooyaabi Templates