BREAKING NEWS

Senin, Desember 07, 2015

Gawatnya Korupsi di Dunia Pendidikan

 

Gambar diambil dari www.cnnindonesia.com

“Korupsi korupsi, kata ini lagi,

selalu menghantui negeri yang frustasi...”

(Navicula)

Pandangan umum : istilah dan sejarah korupsi

Mungkin korupsi sudah menjadi hal yang tidak asing bagi kita, ia menjadi momok yang cukup buruk dalam berjalannya roda pemerintahan bahkan banyak merugikan rakyat Indonesia. Pada 9 Desember 2015 momentum Hari anti korupsi Internasional pun mewarnai kalender kita. Korupsi berasal dari bahasa latin Corruptio yang artinya rusak, sedangkan menurut transparency internasional, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik pejabat politik maupun pegawai negeri, yang secara melawan hukum memperkaya dirinya dengan cara menyalahgunakan kekuasaan publik dan merugikan Negara dan rakyat pada umumnya. Di Indonesia tindak pidana korupsi tertuang dalam UU No. 31 Tahun 1999 dan UU No. 20 Tahun 2001, yang menurut undang-undang ini ada tiga puluh jenis tindakan yang dikatagorikan sebagai korupsi dan secara umum dikelompokkan sebagai; 1). Kerugian keuntungan Negara 2). Suap-menyuap 3). Penggelapan dalam jabatan 4). Pemerasan 5). Perbuatan curang. 6). Pengadaan. 7). Gratifikasi.

Secara historis korupsi di Indonesia telah terjadi bertahun-tahun lalu, bahkan sejak era kolonial wajah korupsi termasuk yang dominan. Salah satu faktor runtuhnya VOC pun akibat dari korupsi ditubuh birokrasinya. Setelah pemerintah kolonial Belanda masuk menggantikan VOC, praktek umum korupsi dilakukan lewat suap-menyuap dan penggelapan pajak antara Raja-raja feodal atau tuan tanah dengan pemerintah kolonial. Tidak hanya itu, sebagaimana digambarkan dalam Max Havelaar karya Multatuli, pemerintah kolonial pun senantiasa bersekongkol (kolusi) dengan raja feodal untuk melancarkan monopoli dan perampasan tanah yang dilakukan di Hindia Belanda. Akhirnya rakyat lah yang selalu jadi korban.

Feodalisme yang masih eksis dan bercokol di Indonesia tidak lain karena Imperialisme kolonial Belanda memelihara dan bersekongkol dengan feodalisme. Bahkan paska revolusi Agustus 1945 feodalisme tidak juga diberangus dan masih eksis hingga saat ini, sehingga budaya yang tumbuh sampai sekarang adalah budaya feodal yang usang dan menjadi bibit subur dari korupsi di Indonesia.

Korupsi akan terus menguat karena feodalisme sokong-menyokong dengan imperialisme dengan kepentingannya untuk mengeruk dan memonopoli kekayaan alam, serta menghisap tenaga produktif di Indonesia. Persekongkolan itulah yang melahirkan kapitalis birokrat atau disebut pejabat publik pemerintah yang menghamba pada kepentingan Imperialisme dan feodalisme. Kapitalis birokrat akan melakukan apapun termasuk korupsi untuk menghambakan dirinya kepada Imperialis, tentunya itu merupakan cara jahat untuk mencuri dan merampok uang rakyat.

Praktek korupsi di Indonesia

Setelah melihat bagaimana korupsi telah tumbuh subur sejak dulu, kini penyakit itu belum dapat disembuhkan, sebabnya tidak lain adalah masih menguat dan bercokolnya klas penghisap dan penindas rakyat yakni Imperialisme, feodalisme dan kapitalis birokrat di Negeri Setengah Jajahan-Setengah Feodal Indonesia.

Masih terbekas di ingatan kita dalam waktu dekat beberapa praktek korupsi terjadi, seperti dalam kasus Asap Riau yang dilatarbelakangi kolusi antara pemerintah Riau dengan industri Imperialis yang hendak memonopoli hutan, bahkan kasus perpanjangan kontrak karya PT.freeprort di tanah Papua yang juga diselubungi pratek korup pejabat negara. Dan masih banyak kasus-kasus korupsi yang terjadi. Khusus di sektor Mineral dan Batubara (Minerba) KPK merilis bahwa setiap tahunnya negara merugi sebesar Rp 22 Triliun dari mangkirnya para korporasi Minerba dalam membayar pajak. Sedangkan ditahun 2014 Indonesian Corruption Watch (ICW) mengeluarkan laporan bahwa korupsi di sektor kehutanan mencapai 57 Trilliun per-tahunnya.

Secara umum, korupsi dilakukan paling banyak oleh pejabat negara dan dari data yang dirillis oleh ICW diakhir 2013 tercatat 42,6% korupsi dilakukan oleh pejabat negara dari pusat hingga daerah. Berdasarkan hasil paparan dari Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) mengungkapkan, terdapat penyimpangan Uang Negara sebesar Rp. 103,19 trilliun, sedangkan yang ditemukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam tujuh tahun terakhir baru Rp. 37,87 trilliun yang ditindak lanjuti, baru dikembalikan ke kas negara hanya sebesar Rp. 1,8 trilliun. Ini akan berdampak pada Anggaran Negara yang tidak sampai langsung kepada rakyat dan pemenuhan kebutuhan rakyat pun akan terhambat, termasuk kebutuhan akan hak pendidikan.

Korupsi di dunia pendidikan (tinggi)

Pendidikan yang menjadi sarana untuk mencerdaskan kehidupan rakyat pun tidak segan-segan dirampok anggarannya oleh para pejabat korup. Dampaknya, anggaran untuk pendidikan terpangkas, biaya pendidikan semakin mahal karena dibebankan kepada rakyat, dan alhasil akses pendidikan pun semakin tak terjangkau selain itu sarana-prasarana serta fasilitas pendidikan juga tidak akan memadai akibat anggarannya dikorupsi.

Pada tahun 2003 sampai 2013 lalu, hasil penelitian ICW membuktikan bahwa korupsi di dunia pendidikan mencapai 296 kasus dan merugikan keuangan negara hingga Rp. 619 miliar. Ini merupakan wajah suram pendidikan kita. kasus-kasus itu baru yang terdata oleh ICW, belum lagi kasus yang tidak terdeteksi akibat sulitnya data yang diperoleh dan minimnya keterbukaan dan transparasi oleh Institusi Pendidikan.

Bentuk-bentuk korupsi di dunia pendidikan umumnya berupa pungutan liar, penggelapan dana alokasi pendidikan, penyelewengan dan penggelembungan anggaran pengadaan fasilitas dan penyalahgunaan wewenang oleh pejabat publik penyelenggara pendidikan demi keuntungan pribadi. Contohnya yang terjadi di tingkatan pendidikan tinggi. Seperti di Universitas Gajah Mada terjadi tindak korupsi yang dilakukan oleh para pejabat tingkat universitas maupun fakultas, sekaligus melibatkan ketua Majelis Guru Besar, kasus tersebut adalah berkaitan dengan penyalahgunaan lahan milik universitas yang ditujukan sebagai laboratorium pertanian justru disewakan kepada Perhutani, yang kerugiannya mencapai Rp. 11,2 miliar[1]. Di Universitas Indonesia kasus korupsi menyeret mantan wakil rektor UI yang menyalahgunakan dana pembangunan perpustakaan dan pengadaan peralatan penunjang yang membuat negara merugi sebesar Rp.13,076 miliar[2].

Diatas adalah contoh korupsi yang terjadi di UGM dan UI, tak ketinggalan kasus korupsi di UNSOED tahun 2014 lalu yang menjebloskan Rektor Edy Yuwono beserta Pembantu Rektor IV dan kepala UPT percetakan UNSOED akibat penyelewengan dana BLU hasil kerjasama dengan PT. Antam senilai Rp 2,154 miliar. Setelah itu kembali disusul dengan kasus Pengadaan alat pembelajaran jarak jauh[3] dengan nilai proyek 19 milliar dana APBN 2012 dan Lab Riset UNSOED yang melibatkan Pembantu Rektor II Eko Haryanto.[4]

Selain kasus diatas, UNSOED pun kerap-kali diwarnai oleh pungutan liar lewat kebijakan Rektor melalui penyalahgunaan wewenang seperti kecacatan hukum UKT UNSOED 2014, lalu pungutan untuk dana praktikum, KKL, dan lainnya, bahkan penyelewengan dana bantuan bidikmisi dari pemerintah oleh UNSOED bagi mahasiswa yang tidak mampu secara ekonomi lewat pencabutan dan pemangkasan kuota bidikmisi.

Lain lagi dengan yang terjadi di kampus IAIN Purwokerto, birokrat kampus IAIN menerapkan dana POM yang illegal padahal mahasiswa IAIN sudah menggunakan UKT yang melarang ada pungutan di luar itu. Namun desakan protes dari gerakan massa mahasiswa IAIN di tahun 2014 lalu berhasil menghapus dan mengembalikan dana POM yang dibayar mahasiswa.[5] Lain daripada IAIN, di kampus Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) mahasiswa juga kerap-kali dipungut biaya fasilitas atau uang gedung saat masuk kuliah, dan setiap aliran dana yang masuk ke Universitas tidak jelas penggunaannya serta tidak ada transparansi anggaran oleh birokrat kampus kepada mahasiswa.

Lompatan Ke Depan : Berangus-habiskan Korupsi Sampai Ke Akar !

Korupsi di dunia pendidikan yang menjalar dan semakin gawat tentunya tidak dapat dibiarkan begitu saja, karena yang terkena dampaknya adalah rakyat Indonesia. Banyaknya korupsi yang terjadi semakin menambah penderitaan rakyat ditengah himpitan ekonomi yang ada. Akibatnya, Institusi pendidikan bukan menciptakan keilmiahan dan kebudayaan maju, justru menjadi lembaga tempat bersarangnya kapitalis birokrat yang kerjanya merampok dan merampas hak-hak demokratis rakyat atas pendidikan.

Yang menjadi akar dari persoalan korupsi tidak lain karena sistem pemerintahan (dari pusat-daerah-kampus) yang dibangun dan dijalankan adalah sistem yang dicipta untuk menghamba pada kepentingan Imperialisme dan feodalisme yang masih bercokol di negara setengah jajahan – setengah feodal Indonesia. Oleh karenanya pejabat publik yang ada didalam sistem pastilah diarahkan untuk menghamba pada kepentingan itu, dan wataknya yang korup akan melekat dan berurat akar.

Lompatan ke-depan yang perlu kita (pemuda mahasiswa) ambil adalah memberangus habis Imperialisme dan Feodalisme sekaligus kapitalis birokrat yang menjadi akar persoalan korupsi, Hal itu dapat dilakukan dengan cara membangun perjuangan mahasiswa yang berwatak demokrasi-nasional yang besar dan hebat. Yaitu perjuangan bersifat Demokratis untuk menghancurkan secara politik dan ekonomi serta budaya dari penindasan Feodalisme. Bersifat Nasional untuk menghancurkan secara politik, ekonomi dan budaya dari penghisapan Imperialisme. Dan tentunya bertalian erat dengan perjuangan rakyat tertindas lainnya, khususnya aliansi dasar klas buruh dan kaum tani. Dengan itulah korupsi khususnya di dunia pendidikan sekaligus bisa di berangus-habiskan, dan pendidikan yang ilmiah, demokratis, serta mengabdi pada rakyat bisa mewujud.

 

Adhi Bangkit Saputra

(Divisi Riset dan Kajian, Departemen Pendidikan dan Propaganda FMN Cabang Purwokerto)


[1]http://daerah.sindonews.com/read/1003374/189/terbukti-korupsi-empat-dosen-ugm-divonis-dua-tahun-penjara-1432120902. Akses online 6/12/2015.

[2] http://www.tempo.co/topik/masalah/1686/korupsi-di-universitas-indonesia-ui . Akses online 6/12/2015.

[3]http://news.liputan6.com/read/2081946/dugaan-korupsi-di-unsoed-rp-19-miliar-diusut. Akses online 6/12/2015.

[4]http://www.merdeka.com/peristiwa/pr-ii-unsoed-jadi-tersangka-korupsi-laboratorium-nazarudin.html. Akses online 6/12/2015.

[5]http://www.soearamassa.com/2014/12/kasak-kusuk-penarikan-pom-di-iain.html. Akses online 6/12/2015.

Share this:

1 komentar :

  1. http://www.soearamassa.com/2015/12/gawatnya-korupsi-di-dunia-pendidikan.html

    BalasHapus

 
Back To Top
Copyright © 2018 Soeara Massa. Designed by OddThemes | Distributed By Gooyaabi Templates