BREAKING NEWS

Jumat, Juli 03, 2015

Pendidikan di Banyumas dalam Problematika

sumber foto http://berita.suaramerdeka.com/konten/uploads/2015/01/putussekolah.jpg

Beramai-ramai siswa mencoret-coret seragamnya karena akan berganti seragam yang berbeda. Siswa Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas merasa bebas karena sudah melewati UN (Ujian Nasional) yang sangat menegangkan. Inilah aktivitas rutin setiap tahunnya di Indonesia bahkan di Banyumas sebuah kabupaten yang berpenduduk 1,555 juta jiwa (BPS, 2014). Dengan mayoritas penduduknya adalah sebagai petani yaitu sekitar 510 ribu jiwa atau sepertiga dari jumlah penduduk kabupaten ini yang mencapai 1,8 juta jiwa. Bahkan pada tahun 2013, mayoritas petani di Banyumas adalah Petani Gurem[1] dan buruh tani yaitu mencapai 170.003 rumah tangga atau sebesar 83,98 persen dari total rumah tangga pertanian sebesar 202.578 rumah tangga[2]. Sedangkan UMK Banyumas merupakan terendah di Jawa Tengah pada tahun 2015[3] yaitu sebesar Rp. 1.100.000, tidak heran kalau Kabupaten Banyumas merupakan salah satu penyumbang TKI terbesar di Jawa Tengah pada tahun 2013, yaitu sekitar 8.000 jiwa[4].

Mari kita melihat kondisi Masyarakat Banyumas secara nyatanya terutama di sektor pendidikan. Sebanyak 88.443 ribu warga Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah ternyata belum bisa membaca alias buta aksara. (Susenas, 2013). Bahkan dalam satu kecamatan di Kabupaten Banyumas pada tahun 2015 yaitu Kecamatan Sumbang terdapat ribuan siswa yang putus sekolah[5]. Secara infrastruktur dilihat pada tahun 2015 sebanyak 1.439 Ruang Kelas SD di Banyumas rusak dan kurang layak[6].

Berita terhangat yaitu tentang pungutan SPI (Sumbangan Pengelolaan Institusi) yang nominalnya 2 juta hingga 4 juta. SPI dipungut oleh pihak Sekolah Menengah Atas (SMA) yang dilegalkan oleh Bupati Banyumas Achmad Husein dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo[7]. Dengan dalih ‘Sumbangan Masyarakat’ berdasarkan Peraturan Pemerintah 47 dan 48 tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan pasal 22 dan pasal 11[8], pemerintah melegalkan pungutan uang tersebut yang sangat memberatkan warga Banyumas. Padahal kita lihat dengan jelas dalam UUD 1945 Pasal 31 ayat 1 “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”. Inilah salah satu bukti bahwa program wajib belajar 12 Tahun yang diusung rezim Jokowi-JK adalah ilusi belaka.

Akses Rakyat Banyumas akan pendidikan tinggi juga terus dibatasi oleh tembok mahalnya biaya pendidikan. Di UNSOED saja, biaya kuliah setiap tahunnya mengalami kenaikan. Dari tahun 2012, nominal UKT (Uang Kuliah Tunggal)  terus mengalami kenaikan. Tahun 2012 UKT di UNSOED mencapai 2,5 juta hingga 12,5 juta rupiah, sedangkan pada tahun 2014 nominal UKT mencapai 3 juta sampai 15 juta rupiah[9]. Biaya kuliah di UNSOED yang semakin mahal, tidak sebanding dengan kemampuan daya beli rakyat Banyumas yang mayoritasnya adalah petani, buruh migran dan buruh harian. Untuk melihat hal tersebut, kita akan melihat karakteristik mahasiswa UNSOED berdasarkan daerah asal. Menurut data tahun 2013, hanya 3194 orang (22,34%) mahasiswa aktif yang berasal dari Banyumas dan hanya 5579 atau 39% mahasiswa yang berasal dari Barlingmascakeb dari total mahasiswa aktif angkatan 2011-2013. Artinya sebesar 8712 orang atau 61% dari total mahasiswa aktif angkatan 2011-2013 berasal dari luar Barlingmascakeb[10]. Permasalahan komersialisasi pendidikan di UNSOED merupakan faktor utama yang menjadikan akses rakyat Banyumas terhadap UNSOED semakin sempit.

Masalah rumit pada sektor pendidikan di Banyumas tak terlepas dari kondisi Indonesia yang masih setengah jajahan dan setengah feodal[11]. Pendidikan yang hakikatnya adalah hak yang harus diberikan oleh Negara kepada warga negara untuk memajukan taraf kebudayaan rakyat, kini berubah menjadi komoditas yang hanya berorientasikan pada pasar. Rakyat dipaksa untuk merogoh kantong lebih dalam untuk bisa sekolah ataupun kuliah, namun pasca lulus tak ada jaminan lapangan pekerjaan. Maka sebagai pemuda Banyumas bersatulah untuk merebut hak-hak akan pendidikan yang dibatasi oleh tembok tebal kuasa negara dan korporasi. (Afm)

Hidup Rakyat Indonesia!
Hidup Pemuda Indonesia!
Jayalah Perjuangan Massa!



[1]. Petani dengan kepemilikan lahan kurang dari 0,5 hektar
[2]. BPS.2013.Hasil Sensus Pertanian tahun 2013
[4]. TKI asal Banyumas 8.000 orang.Harian Banyumas Cetak November 2013
[9]. SK Rektor nominal UKT Tahun 2014
[10]. Data Kemahasiswaan UNSOED tahun 2013.
[11]. Ketika Korporasi Asing dan Tuan Tanah Besar menguasai hajat hidup orang banyak (Imperialisme)

Share this:

Posting Komentar

 
Back To Top
Copyright © 2018 Soeara Massa. Designed by OddThemes | Distributed By Gooyaabi Templates