sumber foto : http://berita.suaramerdeka.com/konten/uploads/2015/01/putussekolah.jpg
Beramai-ramai
siswa mencoret-coret seragamnya karena akan berganti seragam yang berbeda. Siswa
Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas merasa bebas karena sudah
melewati UN (Ujian Nasional) yang sangat menegangkan. Inilah aktivitas rutin
setiap tahunnya di Indonesia bahkan di Banyumas sebuah kabupaten yang
berpenduduk 1,555 juta jiwa (BPS, 2014). Dengan mayoritas penduduknya adalah
sebagai petani yaitu sekitar 510 ribu jiwa atau sepertiga dari jumlah penduduk
kabupaten ini yang mencapai 1,8 juta jiwa. Bahkan pada tahun 2013, mayoritas
petani di Banyumas adalah Petani Gurem[1]
dan buruh tani yaitu mencapai 170.003 rumah tangga atau sebesar 83,98 persen
dari total rumah tangga pertanian sebesar 202.578 rumah tangga[2].
Sedangkan UMK Banyumas merupakan terendah di Jawa Tengah pada tahun 2015[3]
yaitu sebesar Rp. 1.100.000, tidak heran kalau Kabupaten Banyumas merupakan salah
satu penyumbang TKI terbesar di Jawa Tengah pada tahun 2013, yaitu sekitar
8.000 jiwa[4].
Mari
kita melihat kondisi Masyarakat Banyumas secara nyatanya terutama di sektor pendidikan.
Sebanyak 88.443 ribu warga Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah ternyata belum bisa
membaca alias buta aksara. (Susenas, 2013). Bahkan dalam satu kecamatan di
Kabupaten Banyumas pada tahun 2015 yaitu Kecamatan Sumbang terdapat ribuan
siswa yang putus sekolah[5].
Secara infrastruktur dilihat pada tahun 2015 sebanyak 1.439 Ruang Kelas SD di
Banyumas rusak dan kurang layak[6].
Berita
terhangat yaitu tentang pungutan SPI (Sumbangan Pengelolaan Institusi) yang nominalnya
2 juta hingga 4 juta. SPI dipungut oleh pihak Sekolah Menengah Atas (SMA) yang
dilegalkan oleh Bupati Banyumas Achmad Husein dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar
Pranowo[7].
Dengan dalih ‘Sumbangan Masyarakat’ berdasarkan Peraturan Pemerintah 47 dan 48
tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan pasal 22 dan pasal 11[8],
pemerintah melegalkan pungutan uang tersebut yang sangat memberatkan warga
Banyumas. Padahal kita lihat dengan jelas dalam UUD 1945 Pasal 31 ayat 1 “Setiap
warga negara berhak mendapat pendidikan”. Inilah salah satu bukti bahwa program
wajib belajar 12 Tahun yang diusung rezim Jokowi-JK adalah ilusi belaka.
Akses
Rakyat Banyumas akan pendidikan tinggi juga terus dibatasi oleh tembok mahalnya
biaya pendidikan. Di UNSOED saja, biaya kuliah setiap tahunnya mengalami
kenaikan. Dari tahun 2012, nominal UKT (Uang Kuliah Tunggal) terus mengalami kenaikan. Tahun 2012 UKT di
UNSOED mencapai 2,5 juta hingga 12,5 juta rupiah, sedangkan pada tahun 2014
nominal UKT mencapai 3 juta sampai 15 juta rupiah[9].
Biaya kuliah di UNSOED yang semakin mahal, tidak sebanding dengan kemampuan
daya beli rakyat Banyumas yang mayoritasnya adalah petani, buruh migran dan buruh
harian. Untuk melihat hal tersebut, kita akan melihat karakteristik mahasiswa UNSOED
berdasarkan daerah asal. Menurut data tahun 2013, hanya 3194 orang (22,34%) mahasiswa
aktif yang berasal dari Banyumas dan hanya 5579 atau 39% mahasiswa yang berasal
dari Barlingmascakeb dari total mahasiswa aktif angkatan 2011-2013. Artinya
sebesar 8712 orang atau 61% dari total mahasiswa aktif angkatan 2011-2013
berasal dari luar Barlingmascakeb[10].
Permasalahan komersialisasi pendidikan di UNSOED merupakan faktor utama yang menjadikan
akses rakyat Banyumas terhadap UNSOED semakin sempit.
Masalah
rumit pada sektor pendidikan di Banyumas tak
terlepas dari kondisi Indonesia yang masih setengah jajahan dan setengah feodal[11].
Pendidikan yang hakikatnya adalah hak yang harus diberikan oleh Negara kepada
warga negara untuk memajukan taraf kebudayaan rakyat, kini berubah menjadi
komoditas yang hanya berorientasikan pada pasar. Rakyat dipaksa untuk merogoh kantong
lebih dalam untuk bisa sekolah ataupun kuliah, namun pasca lulus tak ada
jaminan lapangan pekerjaan. Maka sebagai pemuda Banyumas bersatulah untuk
merebut hak-hak akan pendidikan yang dibatasi oleh tembok tebal kuasa negara
dan korporasi. (Afm)
Hidup
Rakyat Indonesia!
Hidup
Pemuda Indonesia!
Jayalah
Perjuangan Massa!
[1]. Petani dengan kepemilikan
lahan kurang dari 0,5 hektar
[2]. BPS.2013.Hasil
Sensus Pertanian tahun 2013
[3]. http://berita.suaramerdeka.com/umk-2015-se-jateng-kota-semarang-tertinggi-kab-banyumas-terendah/
diakses pada 2 Juli 2015 pukul 21:21
[4]. TKI asal
Banyumas 8.000 orang.Harian Banyumas Cetak November 2013
[5]. http://www.radarbanyumas.co.id/ribuan-siswa-putus-sekolah/
diakses pada 2 Juli 2015 pukul 23:00
[6]. http://berita.suaramerdeka.com/1-439-ruang-kelas-sd-di-banyumas-rusak/
diakses pada 2 Juli 2015 pukul 23:31
[7]. http://news.okezone.com/read/2015/06/25/65/1171324/ganjar-sekolah-boleh-tarik-pungutan-dari-siswa-baru
diakses pada 2 Juli 2015 pukul 22:20
[8]. http://www.1news.id/2015/06/daftar-ulang-siswa-baru-sma-di-banyumas-di-kenakan-4-hingga-5-juta/
diakses pada tanggal 3 Juli 2015 pukul 03:23
[9]. SK Rektor
nominal UKT Tahun 2014
[10]. Data
Kemahasiswaan UNSOED tahun 2013.
[11]. Ketika
Korporasi Asing dan Tuan Tanah Besar menguasai hajat hidup orang banyak
(Imperialisme)

Posting Komentar