Oleh : Panji Mulkillah
Investasi, investasi, dan investasi. Apa-apa sekarang investasi. Investasi itu singkatnya adalah penanaman modal. Ada yang punya modal, lalu diusahain oleh dirinya sendiri maupun orang lain, di negeri sendiri maupun negeri lain, untuk menghasilkan komoditi (barang atau jasa), dijual, untuk mendapat modal yang lebih besar, diusahain lagi, dijual lagi, dapat modal lagi, dan begitu terus sampe modalnya tak berhingga. Bahasa kerennya modal untuk hal demikian adalah, kapital. Kalau zaman dahulu, orang-orang kerja untuk pemenuhan kebutuhan hidup. Bahasa sehari-harinya adalah mencari nafkah. Kalau zaman sekarang, orang-orang kerja (atau lebih tepatnya dipekerjakan) untuk memperbesar kapital. Bahasa kerennya adalah, mengakumulasi kapital.
Bagaimana jadinya kalau orang-orang punya pola pikir seperti itu semua? Jadilah saling berkompetisi. Yang kalah bangkrut, dan yang menang menguasai. Seperti main monopoli a la Moodo Marble ataupun Get Rich. Hanya bedanya, ini kehidupan nyata. Miskinnya nyata, lapernya nyata, dan deritanya nyata. Goal dari kompetisi ini adalah untuk akumulasi, ekspansi, dan eksploitasi. Si pemain monopoli setelah menang di satu tempat, akan pindah ke tempat lain, pindah lagi, dan seterusnya.
Ketika sudah habis sumber daya pemainnya, inilah disebut juga dengan krisis. Pada tahun 2008, krisis besar terjadi beneran di Amerika Serikat. Perusahaan besar seperti AIG, Meryll Lynch, Bear Strearns, Lehman Brothers, dan Countrywide bangkrut. Mereka adalah perusahaan bank investasi, asuransi, dan real estate. Bayangkan betapa vitalnya perusahaan tersebut. Singkatnya, sebab mereka bangkrut akibat terlalu banyak membangun properti, dengan spekulasi bahwa nilai rumah selalu meningkat di tiap tahunnya. Perusahaan properti dijamin oleh sekuritas dari asuransi (kalau di Indonesia semacam Lembaga Penjamin Simpanan). Asuransi memperoleh dana dari bank investasi. Alkisah, si penyewa rumah sudah jatuh tempo dan gagal bayar. Rumah disita oleh perusahaan properti. Setelah disita, rumahnya malah tidak ada yang mengisi lagi. Mungkin terkesan biasa saja peristiwa seperti ini. Tapi akan menjadi tak biasa kalau terjadi pada 900.000 rumah.
Karena perusahaan besar tadi banyak punya cabang, dan turut menginvestasikan kapitalnya ke berbagai perusahaan di seluruh dunia, maka dunia pun menjadi kena imbas krisis. Pernah nonton Karate Kid? Taukah kenapa si Dre pindah dari Detroit ke Tiongkok? Karena Detroit yang tadinya kota industri sudah mati. Pabriknya dipindah, maka pekerjanya juga pindah. Tapi kenapa ke Tiongkok? Atau lebih tepatnya, kenapa pindahnya ke Asia?
MP3EI Sebagai Bagian dari Pabrik Asia
Sejak krisis 2008, negara-negara Asia berupaya mengambil kesempatan dari krisis tersebut untuk membangun kekuatan ekonomi regionalnya. Untuk kepentingan membangun regionalisme ekonomi itu, pemerintah, lembaga penelitian, dan korporasi di negara-negara Asia menginisiasi sebuah dokumen rencana pembangunan pasar bebas Asia yang disebut dengan Comprehensive Asia Development Plan (CADP) pada 2010 oleh suatu lembaga bernama Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA). ERIA adalah suatu lembaga berisi intelektual dan ahli ekonomi dari 16 negara yang terdiri dari Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam, Selandia Baru, Korea Selatan, Jepang, India, China, Australia, Brunei Darussalam, dan Kamboja. Sebelum adanya CADP, ERIA juga telah membentuk dokumen bernama The Comprehensice Economic Partnership for East Asia (CEPEA), suatu dokumen tentang rancangan kawasan perdagangan bebas Asia Timur. Sekjend ASEAN yakni Surin Pitsuwan bahkan mengatakan bahwa CADP adalah Asian Marshall Plan.[1]
Skemayang hendak dibangun adalah melibatkan Indonesia sebagai bagian dari Pabrik Asia (Factory Asia ). Pabrik Asia adalah suatu jaringan produksi tingkat re gional yang menghubungkan pabrik-pabrik di berbagai wilayah ekonomi Asia yang memproduksi bagian-bagian dan komponen-komponen yang kemudian dirakit, dan produk ahirnya dikirim ke wilayah-wilayah ekonomi maju. Jaringan-jaringan tersebut merupakan bagian dari rantai produksi komoditas di tingkat regional dan global.[2]
Selama empat dekade terakhir, beberapa negara-negara Asia memang telah mengembangkan suatu bentuk baru pembagian kerja yang mengubah pola produksi dan perdangangan internasional di wilayah tersebut. Pada 1960-an dua perusahaan elektronik besar dari Amerika Serikat yaitu National Semiconductor dan Texas Instruments, membangun perusahaan untuk merakit alat-alat semikonduktor di Singapura. Pada 1970-an, beberapa perusahaan multinasional juga mulai merelokasi pabriknya ke Filipina, Malaysia, dan Thailand. Hingga 2000-an jaringan produksi internasional di Asia ini berperan penting dalam rantai pasokan global. Saat ini Asia menempati the factory fo the world.[3]
Negara-negara di Asia juga tergolong agresif dalam menyongsong rejim perdagangan bebas. Pada 1992 misalnya, negara-negara ASEAN menyepakati Asean Free Trade Area (AFTA). Tujuan AFTA adalah meningkatkan tingkat produksi negara-negara ASEAN, utamanya tentang hambatan tarif dan non tarif, serta menarik investasi.[4]
Negara-negara di Asia juga mulai mengembangkan usaha pada sektor bisnis infrastruktur. Lembaga-lembaga seperti International Monetary Fund (IMF), World Bank (WB), dan Asian Development Bank (ADB), menyiapkan dana besar untuk mendukung proyek-proyek infrastruktur.[5]Pertemuan internasional negara-negara anggota G20 telah menjadikan infrastruktur sebagai fokus perundingan. G20 ingin menerapkan skema penyediaan dan pembiayaan infrastruktur dalam rangka menolong krisis. Pertemuan APEC di Rusia pada September 2012 kemudian menyepakati bahwa akselerasi investasi infrastruktur adalah strategi penting untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan di Asia Pasifik.[6] APEC beranggotakan 21 negara dan lembaga keuangan internasional seperti ADB, WB, dan insitusi-institusi bisnis lainnya.[7] Bisa dikatakan bahwa inisiatif-inisiatif untuk membuka peluang investasi global secara lebih luas melalui pembangunan proyekproyek infrastruktur yang didengungkan dalam pertemuan APEC, G20, dan ASEAN berjalan seiring.
Pada 24 Oktober 2009, para pemimpin ASEAN merancang Masterplan on ASEAN connectivity yang kemudian disepakati dalam KTT ASEAN Ke-17 di Hanoi, Vietnam pada 28 Oktober 2010. Masterplan ini adalah dokumen strategis untuk ASEAN connectivity dan rencana aksi 2011-2015 untuk menghubungkan ASEAN melalui pembangunan infrastruktur fisik, konektivitas institusional dan konektivitas orang.[8]Konektivitas penting bagi negara ASEAN karena ASEAN adalah pasar 573 juta orang, dengan daya beli yang cenderung meningkat. Pertumbuhan ekonomi Indonesia 6,50%, Singapore 6,10%, Malaysia 5,80%, China 5,80%, Thailand 3,50% dan Filipina 3,20%. ASEAN community dengan demikian akan menyediakan pasar lebih besar, lebih efektif, dan kompetitif. Potensi ASEAN inilah yang kemudian dilirik oleh negara-negara maju dan lembaga-lembaga keuangan internasional. Apalagi dengan krisis ekonomi yang melanda Amerika Serikat dan Uni Eropa, lembaga-lembaga tersebut memandang ASEAN sebagai pasar yang menjanjikan untuk ekspansi modal mereka.[9]
Adapun infrastruktur ini penting untuk membentuk koridor ekonomi regional Asia. CADP mendorong berbagai macam pembentukkan koridor ekonomi yang menggagas tentang konektivitas Asia :
1) Koridor Ekonomi Greater Mekong Subregion yang terdiri dari China, Vietnam, Kamboja, Laos, Myanmar, dan Thailand;
2) Koridor IMT yang terdiri dari Indonesia, Malaysia, dan Thailand;
3) Koridor Southern Archipelago yang terdiri dari Brunei, Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Filipina;
4) Koridor Industri Delhi-Mumbai;
5) Koridor Ekonomi dan Industri Mekong-Jepang;
6) Koridor Ekonomi Mekong-India.[10]
Pada tahun 2011, terbit Perpres Nomor 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia. Perpres ini menjelaskan secara detail atas pelaksanaan pembangunan nasional 2011-2025. Dalam Pasal 1 angka 2, dijelaskan bahwa MP3EI merupakan arahan strategis dalam percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia untuk periode 15 (lima belas) tahun terhitung sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2025 dalam rangka pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005 – 2025 dan melengkapi dokumen perencanaan. Posisi MP3EI dalam rencana pembangunan pemerintah dapat digambarkan sebagai berikut :
(Sumber : Lampiran Perpres Nomor. 32 Tahun 2011 tentang MP3EI hlm 11)
Lampiran Perpres tentang MP3EI menyebutkantujuan MP3EI:
“Melalui langkah MP3EI, percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi akan menempatkan Indonesia sebagai negara maju pada tahun 2025 dengan pendapatan per kapita yang berkisar antara USD 14.250-USD 15.500 dengan nilai total perekonomian (PDB) berkisar antara USD 4,0-4,5 triliun. Untuk mewujudkannya diperlukan pertumbuhan ekonomi riil sebesar 6,4-7,5 persen pada periode 2011 -2014, dan sekitar 8,0-9,0 persen pada periode 2015-2025. Pertumbuhan ekonomi tersebut akan dibarengi oleh penurunan inflasi dari sebesar 6,5 persen pada periode 2011 -2014 menjadi 3,0 persen pada 2025. Kombinasi pertumbuhan dan inflasi seperti itu mencerminkan karakteristik negara maju.”
Misi dari MP3EI adalah :
a. Peningkatan nilai tambah dan perluasan rantai nilai proses produksi serta distribusi dari pengelolaan aset dan akses (potensi) sumber daya alam, geografis wilayah, dan sumber daya manusia, melalui penciptaan kegiatan ekonomi yang terintegrasi dan sinergis di dalam maupun antarkawasan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi.
b. Mendorong terwujudnya peningkatan efisiensi produksi dan pemasaran serta integrasi pasar domestik dalam rangka penguatan daya saing dan daya tahan perekonomian nasional.
c. Mendorong penguatan sistem inovasi nasional di sisi produksi, proses, maupun pemasaran untuk penguatan daya saing global yang berkelanjutan, menuju innovation-driven economy.
MP3EI diterapkan dengan semangat not business as usual, yakni bahwa pembangunan ekonomi membutuhkan kolaborasi bersama pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, dan swasta (dalam semangat Indonesia Incorporated). MP3EI berprinsip bahwa semakin maju perekonomian negara, maka semakin kecil pula proporsi anggaran pemerintah dalam pembangunan ekonomi. Dinamika ekonomi suatu Negara pada akhirnya akan tergantung pada dunia usaha.[11]
Adapun yang menjadi pemerintah adalah menyediakan perangkat aturan dan regulasi yang memberi insentif bagi dunia usaha untuk membangun kegiatan produksi dan infrastruktur tersebut secara paripurna. Insentif tersebut dapat berupakebijakan (sistem maupun tarif) pajak, bea masuk, aturan ketenagakerjaan, perizinan, pertanahan, dan lainnya, sesuai kesepakatan dengan dunia usaha. Perlakuan khusus diberikan agar dunia usaha memiliki perspektif jangka panjang dalam pembangunan pusat pertumbuhan ekonomi baru.Selanjutnya, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah harus membangun linkagesemaksimal mungkin untuk mendorong pembangunan daerah sekitar pusat pertumbuhan ekonomi.[12]
MP3EI menggunakan sistem koridor Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) sebagai strategi pembangunannya.Ada delapan program utama yang ditempatkan ke dalam koridor tadi, yakni yaitu pertanian, pertambangan, energi, industri, kelautan,pariwisata, dan telematika, serta pengembangan kawasan strategis.
Jadi, masing-masing koridor ekonomi memiliki tema pembangunannya masing-masing, yang dapat diurai sebagai berikut :
a. Koridor Ekonomi Sumatera memiliki tema pembangunan sebagai Sentra Produksidan Pengolahan Hasil Bumi dan Lumbung Energi Nasional;
b. Koridor Ekonomi Jawa memiliki tema pembangunan sebagai Pendorong Industridan Jasa Nasional;
c. Koridor Ekonomi Kalimantan memiliki tema pembangunan sebagai Pusat Produksidan Pengolahan Hasil Tambang & Lumbung Energi Nasional;
d. Koridor Ekonomi Sulawesi memiliki tema pembangunan sebagai Pusat Produksidan Pengolahan Hasil Pertanian, Perkebunan, Perikanan, Migas dan PertambanganNasional;
e. Koridor Ekonomi Bali – Nusa Tenggara memiliki tema pembangunan sebagai PintuGerbang Pariwisata dan Pendukung Pangan Nasional;
f. Koridor Ekonomi Papua-Kepulauan Maluku memiliki tema pembangunan sebagaiPusat Pengembangan Pangan, Perikanan, Energi, dan Pertambangan Nasional.[13]
Dari delapan program utama tadi, masih bisa diurai lagi menjadi 22 kegiatan ekonomi utama. Adapun 22 kegiatan ekonomi utama tersebut terdiri dari telematika, perkapalan, tekstil, makanan dan minuman, besi baja, alutsista, kelapa sawit, kakao, karet, peternakan, perkayuan, minyak dan gas, batu bara, nikel, tembaga, bauksit, perikanan, pariwisata, pertanian pangan, Jabodetabek area, KSN Selat Sunda, dan peralatan transportasi.
Pembangunan di masing-masing koridor itu dikoneksikan dengan sistem koneksi yang terpadu. Prinsip dari konektivitas nasional ini ialah Locally Integrated, Globally Connected. Artinya perpindahan komoditi, yaitu barang, jasa, dan informasi, diintegrasikan secara efektif dan efisien di wilayah Indonesia dan terhubung sekaligus memiliki peran kompetitif dengan sistem konektivitas global.[14]
Kemudian untuk membiayai seluruh pembangunan di muka, maka MP3EI juga telah mengindikasikan investasi di setiap koridor. Adapun nilai investasi MP3EI secara keseluruhan ialah 4000 Triliun rupiah. Berdasarkan investornya, maka nilai indikasi investasi MP3EI adalah 51% Swasta, 21% Campuran, 18% BUMN, dan 10% Pemerintah.[15]
MP3EI dan Dampaknya Bagi Pemuda
Konon katanya, Indonesia akan mendapatkan bonus demografi pada 2025. Artinya, pada tahun tersebut akan terjadi keberlimpahan populasi dengan usia produktif, yaitu 15-64 tahun. Potensi ini dimanfaatkan oleh pemerintah untuk memaksimalkan peningkatan kapasitas pengetahuan dan skill. Gambaran strategi pemerintah dapat dilihat pada ilustrasi berikut :
(Lampiran Perpres Nomor 32 Tahun 2011 tentang MP3EI Bab II hlm 14)
Di tingkat SMA/SMK, pemerintah hendak memperbanyak jumlah SMK ketimbang SMA. Pada tahun 2008 rasio perbandingan SMA dengan SMK adalah 70:30, sedangkan pada tahun 2012 perbandingannya adalah 51:49, dan pada tahun 2015 saat ini target pemerintah jumlah SMK mencapai 55% dari sekolah menengah atas yang saat ini berjumlah 22.000 dengan menampung 9 juta siswa. Pada tahun 2020 jumlah SMK ditargetkan mencapai 60%.[16]
Community Colleges adalah lembaga yang menyelenggarakan pendidikan tinggi di kabupaten/kota setingkat diploma 1, diploma 2, dan diploma 3. Community Colleges dibangun dengan kerjasama antara pemerintah, dunia usaha, dan universitas sebagai pengelola Community Colleges. Lulusan dari Community Colleges ini diharapkan akan segera dapat diserap langsung oleh kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi. Begitupun dengan politeknik, yang akan diorientasikan untuk diintegrasikan ke koridor ekonomi. Sedangkan Universitas Riset akan diarahkan untuk melakukan inovasi untuk mendukung MP3EI. Yang hendak diwujudkan oleh MP3EI sesungguhnya adalah menjadikan lembaga pendidikan sebagai alat legitimasi eksplorasi dan eksploitasi, dan mesin penghasil berjuta-juta tenaga kerja terampil.
Sebagai mesin penghasil tenaga kerja, maka yang menjadi tujuan lembaga pendidikan adalah mencetak tenaga kerja terampil sebanyak-banyaknya. Masa kuliah dipadatkan, tugas diperberat, kegiatan non perkuliahan dikesampingkan, bahkan tugas akhir berupa penelitian (skripsi) ditiadakan. Biaya kuliahpun sengaja dibuat mahal agar kampus dapat meraup profit yang besar, sebesar produksi dari tenaga kerja terampil itu sendiri. Ketika peserta didik mengalami tekanan yang sedemikian hebatnya, mulai dari masa kuliah, tugas, dan tuntutan dari orang tua karena biaya mahal, maka bagi peserta didik pada umumnya hanya ada satu jalan keluar : lulus sesegera mungkin.
Lulus dengan segera memang bukanlah hal yang buruk. Semakin cepat lulus menandakan seiring dengan kapasitas intelektualnya. Akan tetapi semua orang tidaklah sama, semua orang punya keunikan masing-masing, punya kapasitas intelektual yang berbeda-beda karena latar belakang hidup yang saling berbeda pula. Lembaga pendidikan tinggi lebih mementingkan kuantitas tanpa mempertimbangkan kualitas lulusannya. Dan memang itulah tujuan mereka !
Mereka hendak mencetak generasi yang terampil tapi patuh. Mereka bukan hendak mencetak generasi pemimpin perubahan di masa depan. Mereka hendak mencetak anak-anak muda yang siap dilempar ke proyek-proyek besar, menjadi sekrup-sekrup kapitalis monopoli. Mereka hendak menciptakan yang hanya dapat menekan suatu tombol, tanpa mengerti maksud dari tombol itu. Mereka hendak menciptakan intelektual yang dapat dimanfaatkan ilmunya untuk mengabdi pada korporat.
Kemungkinan terburuk dari bonus demografi adalah persoalan labour market flexibility, singkatnya adalah pasar bebas tenaga kerja. Keberlimpahan dan produksi tenaga kerja terampil yang asal-asalan membuat para tenaga kerja saling bersaing untuk mendapatkan pekerjaan. Kompetisi diantara tenaga kerja ini tidak hanya berlangsung sesama tenaga kerja dalam negeri, melainkan juga tenaga kerja asing, berkat keterlibatan Indonesia dalam zona pasar bebas ASEAN (MEA), Asia (ACFTA), dan Dunia (WTO). Apa yang terjadi jika stok barang di pasar melimpah dan saling berkompetisi untuk merebut perhatian konsumen? Harganya akan turun. Begitupun tenaga kerja yang melimpah, berkompetisi, akan tetapi menghadapi kenyataan bahwa jumlah lapangan pekerjaan terbatas. Maka pemuda akan mengalami problem upah murah dan pengangguran. Inilah gambaran masa depan pemuda yang dirancang MP3EI.
Melawan MP3EI, Mungkinkah?
Pemuda adalah mereka yang cinta akan perubahan. Bukan Sukarno dan Hatta yang menginginkan Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945. Akan tetapi karena orang-orang seperti, seperti Sukarni, Wikana, Chaerul Saleh, dan Aidit yang menginginkannya, dengan menculik Sukarno dan Hatta (sebagai orang yang cukup berpengaruh di kalangan rakyat pada saat itu) untuk memproklamirkan kemerdekaan nasional. Bukan pula Megawati, Gus Dur, SBY, atau Jokowi yang telah menghentikan Orde Baru dan melahirkan Reformasi. Adalah mereka yang dihilangkan, dijebloskan ke penjara, dan diculik, yang paling berjasa melahirkan Reformasi. Adalah mereka yang melakukan protes, longmarch, okupasi, dan kekacauan tiada henti, demi menggulingkan rejim yang sudah tua dan usang. Mereka yang berjasa itu adalah para pemuda.
Mahasiswa juga pemuda. Lain dengan pemuda tani atau pemuda pekerja, pemuda mahasiswa punya keuntungan di sisi intelektualitas. Mahasiswa dapat mengkonsumsi beragam pengetahuan. Kesempatan untuk menyerap berbagai pengetahuan inilah yang menjadikan mahasiswa dapat mengetahui kenyataan sosial yang timpang. Berangkat dari kenyataan yang disadari itu, mahasiswa menjadi merasa tergugah rasa kemanusiaan dan keadilannya untuk mengubah tatanan yang timpang dan usang.
MP3EI bukanlah suatu skema yang baru sama sekali. Hal ini pernah dilakukan Suharto pada Orde Baru dengan nama Repelita, atau Rencana Pembangunan Lima Tahun. Repelita, seperti halnya MP3EI, juga mengalami penolakan dimana-mana. Salah satu penolakan terbesar adalah kasus Malari dan kasus Waduk Kedungombo. Turunnya Suharto menandai berakhirnya rejim Repelita. Pertanyaannya adalah, bagaimana mungkin Suharto yang otoriter dan militeristik, dengan Repelitanya yang begitu kokoh, dapat dirubuhkan?
Gerakan mahasiswa pada masa Orde Baru mengalami pengekangan sedemikian rupa oleh pemegang bedil. Akan tetapi di sisi lain di dalam kampus, mahasiswa mendapat begitu banyak keleluasaan. Mahasiswa memperoleh kebebasan akademik, berorganisasi, masa kuliah yang panjang, tidak ada batas minimum presensi kuliah, dan biaya kuliah yang tidak semahal sekarang. Keadaan inilah yang ternyata menguntungkan untuk membangun syarat-syarat gerakan mahasiswa. Berawal dari sebuah lingkar studi yang mengkritisi kebijakan negara, kemudian forum komunikasi lintas kampus, forum tingkat kota, forum lintas kota, forum mahasiswa di tingkat nasional, sampai dengan gerakan massa untuk mendorong perubahan.
Hal ini berbanding terbalik dengan sekarang. Keadaan di kampus hari ini ternyata belum sanggup untuk melahirkan gerakan mahasiswa yang besar. Sejak lahirnya MP3EI, mulai banyak kampus yang memberlakukan jam malam, percepatan masa kuliah, batas minimum presensi, penaikan biaya kuliah, dan bahkan pengekangan berorganisasi. Di beberapa kampus naungan Kementerian Agama malah ada pewajiban untuk tinggal di pesantren. Ternyata antara pembangunan dengan gerakan mahasiswa ada keterkaitan satu sama lain.
Terang sudah bahwa apa yang perlu kita lakukan adalah membangun gerakan yang besar, gerakan yang mampu meruntuhkan rejim MP3EI. Supaya ada gerakan yang besar sama sekali, maka syarat-syaratnya pun harus dibangun. Kita perlu menciptakan syarat kampus a la mahasiswa, kampus yang demokratis, kampus yang menjadi tempat bermainnya mahasiswa. Langkah kecil inilah yang perlu kita rebut, untuk menuju langkah yang lebih besar. Jangan biarkan mereka seenaknya mencoba mengatur-atur hidup kita, menginjak-injak hak kita, mencoba merebut segalanya dari kita. Kita tidak berjuang sendirian. Gerakan mahasiswa saat ini mulai membesar di seluruh dunia. Di Chile, Inggris, AS, Italia, Romania, Brasil, Jerman, Taiwan, Zimbabwe, Kanada, Filipina, Myanmar, Yunani, Hongkong, dan masih banyak lainnya, para mahasiswa hari ini sedang menuntut hak-haknya, menolak komersialisasi pendidikan, pemotongan anggaran pendidikan, dan demokratisasi kampus. Masa depan adalah milik kita, milik generasi muda, milik anak-anak zaman yang akan mengubah dunia !
Bangunlah wahai pemuda, mari rapatkan barisan
Jadilah pejuang sejati, siap menggulingkan setiap tirani
Mari kobarkan api, raih jiwa kita yang suci
Tuk membebaskan negeri ini, dari tangan-tangan serakah
Ayo berseru, mari bersatu, rakyat pasti menang!
(Spoer, Mars Pemuda)
[1]Noer Fauzi Rachman dan Dian Yanuardi, MP3EI : Masterplan Percepatan Krisis Sosial dan Ekologis Indonesia, Tanah Air Beta, Yogyakarta, 2014, hlm 37.
[2]Ibid., hlm 38
[3]Loc.Cit.
[4]Ibid., hlm 39.
[5]Siti Rakhma, MP3EI Mendorong Pertumbuhan dengan Mempercepat Kehancuran, hlm 4. Diunduh di http://www.elsam.or.id/article.php?act=content&id2236&cid=403&lang=in , diakses pada 22 Januari 2015 pukul 16:48.
[6]Ibid., hlm 7.
[7]Ibid., hlm 8.
[8]Ibid., hlm 2.
[9]Ibid., hlm3.
[10]Noer Fauzi Rachman dan Dian Yanuardi, Op.Cit., hlm 50.
[11]Lampiran Perpres MP3EI, hlm 9
[12]Ibid.
[13]Ibid, hlm 32
[14]Ibid, hlm 22
[15]Ibid, hlm 36.
[16]http://edukasi.kompas.com/read/ 2012/08/29/20190521/Jumlah.SMK.Terus.Ditambah



Posting Komentar