BREAKING NEWS

Selasa, Mei 12, 2015

Tentang Pungli di Kampus


     Pungli adalah singkatan dari pungutan liar. Pungli sudah ada sejak kakek buyut kita puber untuk pertama kalinya. Tentang siapakah penemu pungli, saya pun tidak tahu.
Kebetulan tulisan berikut memang bukan membahas asal-usul pungli. Kali ini saya akan bahas pungli di sektor pendidikan tinggi.
   Institusi pendidikan tinggi selama bertahun-tahun kerap menjalankan praktek pungli. Barangkali dari kita ada yang sudah terbiasa bertemu pungli. Namun tak sedikit dari kita yang bete ditarik pungli. Entah karena malas merogoh kocek, tidak punya cukup uang, maupun karena memang sudah melek hukum sehingga sadar hak-haknya. Saking sudah menjadi tradisi, kita pun kadang menjadi merasa terbiasa dengan keberadaan pungli. Kadang kita bergumam dalam hati, “ah cuma sekian ribu”. Ya, kalau cuma sekian ribu, kalau sekian juta? Ya, kalau cuma sekian ribu, kalau dilakukan puluhan kali? Tanpa sadar, uang yang kita bayar tidak masuk ke kas negara. Uang tadi masuk ke kantung pribadi-pribadi yang tamak, yang memanfaatkan birokrasi demi kepentingan pribadi.
    Saya ingat, pada awal Mei tahun 2013, kawan-kawan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jogja pernah datang ke Unsoed. Mereka sedang mengadvokasi masalah yang sedang ngehits pada waktu itu, yakni Uang Kuliah Tunggal (UKT). Waktu itu yang ditugaskan adalah kawan Natal Kristanto dan Rizky Fatahillah. Natal bilang bahwa SK Rektor Unsoed tentang UKT 2012 cacat hukum. Menurutnya, satu-satunya sistem pembayaran yang sah menurut hukum (pada waktu itu) adalah Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) berdasarkan PP Nomor 60 tahun 1999. Baginya, ketika suatu pungutan tidak ada dasar hukumnya, ataupun dasar hukumnya tidak benar, maka disebut pungli.
    Saya juga masih ingat pada pertengahan Juni tahun 2014, Ombudsman (semacam lembaga negara di bidang pengawas palayanan publik) pernah datang ke Unsoed. Waktu itu Ombudsman sedang mengisi semacam kuliah umum. Sang pembicara, yaitu Winarso, pernah bilang, “orang-orang yang suka menarik pungli itu bargainingnya lemah, mereka gertak sekali, kita bisa gertak dua kali”. Kemudian Winarso memberikan beberapa ciri-ciri pungli :

1. Dipungutnya biaya tambahan, di luar yang diatur di standar layanan.
2. Biasanya tidak ada tanda terima.
3. Tidak disetor ke negara, dan biasanya dengan dalih untuk operasional.

   Di kampus, kita bisa menemui banyak sekali macam-macam pungutan. Dari sekian pungutan, bisa jadi salah satu diantara adalah pungli. Penjelasan dari Natal dan Winarso di muka memang sudah memberikan garis besar tentang pungli. Akan tetapi bentuk pungli di kampus tentu lebih variatif dan inovatif lagi. Sehingga menjadi perlu bagi kita untuk memahami cara menganalisis suatu pungli di kampus. Ketika kita sudah tau cara menganalisisnya, maka menjadi mudah mengetahui keberadaannya.
    Hal termudah mengetahui pungli di kampus tentu saja ketika bertemu jenis pungutan yang tidak disertai tanda terima. Itu sudah jelas sekali. Termudah kedua, adalah pungutan yang tidak ada dasar hukumnya. Cara mengetahuinya bisa dengan cari di search engine, maupun bertanya langsung ke birokrat yang bersangkutan. Yang cukup sulit adalah jenis pungutan yang ada dasar hukumnya. Sekalipun ada dasar hukum, belum tentu sudah bisa dibilang legal loh. Karena bisa jadi bertentangan dengan dasar hukum yang lebih tinggi atau cacat hukum.
    Setiap uang yang kita setor ke kampus, haruslah menjadi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Tidak segala hal menjadi PNBP. Artinya, ketika uang yang kita setor tidak masuk sebagai PNBP, pastilah merupakan pungli. Adapun dalam Pasal 3 ayat (2) UU Nomor 20 tahun 1997 tentang PNBP (semoga belum diubah UU-nya), diatur bahwa setiap PNBP harus diatur dengan undang-undang maupun peraturan pemerintah. Artinya ketika ada pungutan yang punya dasar hukum, tapi dasar hukumnya hanya sekedar Peraturan Rektor, Dekan, atau bahkan Kajur, hal itu tidak dapat dibenarkan.
    Uang yang dibayar yang tidak masuk ke PNPB barangkali ada yang tujuannya baik, semisal untuk rehabilitas gedung, perpustakaan, pengadaan fasilitas dan sebagainya. Akan tetapi persoalannya bukan seputar baik atau buruk tujuan dari pungutannya. Persoalannya adalah seputar pertanggungjawaban alias akuntabilitas dari uang tersebut. Mengelola kampus, tentu berbeda dengan mengelola dompet pribadi. Kampus adalah institusi publik, sehingga setiap pengeluaran sekecil apapun bertanggungjawab kepada publik. Ini bukan tentang kebaikan, tapi kepastian.
    Pemahaman tentang pungli dari LBH Jogja maupun Ombudsman ternyata sangat berharga sekali. Pada Desember 2014, kawan-kawan Front Mahasiswa Nasional cabang Purwokerto (kebetulan saya tergabung di dalamnya) bersama dengan Solidaritas Mahasiswa IAIN Purwokerto (Somasi IAIN) mengusut kasus pungutan bernama Persatuan Orangtua Mahasiswa (POM) di IAIN Purwokerto. Pungutan yang ditarik sejumlah Rp.1.600.000. Melalui analisis yang jitu, pengorganisiran yang masif, dan tuntutan politik yang tepat, gerakan massa mahasiswa berhasil memenangkan kasus POM. Jajaran Rektorat IAIN Purwokerto mau memenuhi tuntutan mahasiswa, yakni mengembalikan seluruh uang POM kepada mahasiswa.
    Pada awal tahun 2015 pun, gerakan massa mahasiswa di Unsoed yang mengatasnamakan Solidaritas Mahasiswa Unsoed (Somasi Unsoed) juga memperoleh kemenangan dalam kasus UKT 2014. Adapun dalam kasus UKT 2014, Unsoed memberlakukan level 6 dan 7 pada mahasiswa angkatan 2014. Anehnya, pengaturan level 6 dan 7 terbit setelah adanya penerimaan mahasiswa baru. Atau dengan kata lain, ketika mahasiswa 2014 diterima di Unsoed, dasar hukum pembiayaan UKT-nya belum ada. Padahal mereka sudah membayar. Hasil manis pun diperoleh Somasi Unsoed, meskipun tidak secara keseluruhan tuntutan dipenuhi.
  Dengan keterlibatan aktifmu memerangi pungli, kamu sama saja sudah berusaha menyelamatkan generasi muda dari tradisi korupsi. Dan juga tentu saja menyelamatkan uang yang diamanahkan oleh orang tua tercinta, sehingga tidak jatuh di pihak yang salah. Masih banyak pungli berkeliaran di sekitarmu, siapkah kamu memeranginya?

(Tulisan ini bermaksud untuk iseng-iseng belaka)

Panji Mulkillah / @panjimulki (FH Unsoed 2010, pegiat di Front Mahasiswa Nasional)


Share this:

Posting Komentar

 
Back To Top
Copyright © 2018 Soeara Massa. Designed by OddThemes | Distributed By Gooyaabi Templates