Aryani Tri Lestari & Azzah Zulfa Maula
(Anggota Divisi Perempuan Front Mahasiswa Nasioanl Ranting Unsoed)
Kaum perempuan merupakan bagian dari golongan masyarakat yang tidak dapat dipisahkan dengan anggota masyarakat lainnya. Mereka dikenal sebagai golongan yang kesehariannya “hanya” bekerja dalam sektor domestik, selain itu kaum perempuan juga dikenal sebagai makhluk yang lemah lembut. Kaum perempuan tidak hanya mampu bekerja dalam sektor domestik saja, kaum perempuan juga memiliki kemampuan yang sama dengan kaum laki-laki dalam sektor publik. Namun bagaimana pandangan masyarakat pada umumnya terhadap adanya kesetaraan laki-laki dan perempuan dari berbagai aspek? Kemudian mengapa pada 8 Maret dijadikan sebagai Hari Perempuan Internasional ?
Sejarah Hari Perempuan Internasional yang diperingati setiap tanggal 8 Maret berawal dari adanya perjuangan buruh perempuan di New York City, Amerika Serikat tahun 1857, mereka menuntut kerja dan upah yang lebih baik. Kemudian di Copenhagen, Denmark tahun 1910 Clara Zetkins mengajukan tanggal tersebut sebagai Hari Perempuan Internasional. Akhir Februari tahun 1917 di Uni Soviet pada Perang Dunia I perempuan melakukan demonstrasi dengan 2 tuntutan yaitu “bread and peace”, bread disini merupakan simbol tuntutan terhadap penguasa Tsar atau dunia untuk memberikan hak-hak atas ekonomi terhadap rakyatnya yang menderita akibat ekploitasi beban kerja yang berat namun dengan upah yang murah.
Peringatan HPI (Hari Perempuan Internasional) sebagai salah satu momentum untuk ikut berperan aktif dalam merebut hak-hak perempuan. Hal ini mengingatkan kita pada sosok R.A Kartini yang berani membuat berjuang dalam aspek pendidikan, khususnya untuk kaum perempuan Indonesia. Tindakan yang dilakukan oleh R.A Kartini ternyata menghasilkan emansipasi yang dirasakan oleh kaum perempuan terhadap laki-laki sampai saat ini. Pergerakan Perempuan yang salah satunya dilakukan oleh R.A Kartini tadi merupakan penyulut tonggak lahirnya Sumpah Pemuda dan pergerakan-pergerakan pemuda dalam organisasi yang melahirkan Sumpah Pemuda. Kemudian ada tiga poin yang esensinya mempertahankan Indonesia dan meyakinkan putra-putri daerah bahwa Indonesia sebagai negara kita. Masih sama halnya pada zaman orde baru banyak kaum perempuan yang masih takut untuk mengeluarkan pendapatnya, karena pada era Soeharto untuk mengeluarkan pendapat saja dilarang. Hal itu yang mengakibatkan pemuda Indonesia khususnya kaum perempuan yang kurang mendapatkan pendidikan secara layak. Seperti contoh yang dialami saat ini tentang UKT yang masih bermasalah, menyebabkan tidak semua kalangan masyarakat dapat mengenyam pendidikan dengan layak. Banyak kalangan yang seharusnya berhak mendapatkan pedidikan dengan layak tetapi tidak mendapatkan fasilitas pendidikan. Semua permasalahan ini tidak sesuai dengan hasil perjuangan-perjuangan yang dilakukan masa silam, seperti yang dilakukan R.A Kartini.
Nah bagaimana mengatasi permasalahan yang menggunung pada perempuan? Seperti ekploitasi kerja dengan upah yang murah dan permasalahan kaum perempuan yang masih takut untuk mengeluarkan pendapatnya. Akankah kita sebagai perempuan hanya diam saja? Saat ini Indonesia digembor-gemborkan dengan pendidikan yang mengarah pada liberalisasi pendidikan, salah satu contohnya adalah adanya komersialisasi pendidikan seperti kasus Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang mengakibatkan tidak semua kalangan masyarakat dapat mengenyam pendidikan dengan layak.
Selain itu, dengan budaya patriarkhi yang kolot dan diskriminasi gender yang mengakibatkan kaum perempuan dianggap hanya sebagai kaum yang pasif, tersubordinasi dan dianggap tidak produktif. Dengan simbol kelembutan dan ketulusan itulah yang menyebabkan banyak terjadi kasus kekerasan terhadap perempuan. Tercatat kasus kekerasan yang terjadi pada perempuan tahun 2003 sebanyak 7787 kasus, sementara 10 tahun kemudian pada tahun 2013 angka kekerasan meningkat menjadi 279.688 kasus. Tentunya data ini hanya gambaran kasar dari seluruh tindak kekerasan dan penindasan yang terjadi pada perempuan Indonesia.
Keadaan yang tertekan seperti itu, kaum perempuan bermunculan dan berani maju untuk penindakan lebih lanjut atas hak-hak yang harus mereka dapatkan. Karena dengan berani menyuarakan pendapat-pendapat perempuan, sehingga ada suatu progres dimana perempuan dapat bangkit melawan penindasan dan penhisapan yang terjadi pada kaum perempuan. Dalam suatu wadah kecil misalnya kita sebagai mahasiswi mampu membuat suatu perubahan dimana saat ini perempuan masih saja dianggap sebagai pelengkap dalam politik, ekomomi,pendidikan bahkan dalam ranah lembaga keluarga.
Perempuan tidak dapat berjuang hanya dengan sendiri, satu atau dua orang saja, melainkan juga harus menggalang massa seluas-luasnya dalam berjuang. Oleh karena itu perempuan harus bersama menyatukan kekuatan dalam organisasi, apalagi kita sebagai mahasiswi seharusnya lebih berperan aktif di kampus dalam suatu organisasi, sebab untuk apa cape-capekuliah dengan tujuan mencapai IPK tinggi dan hanya mencari gelar sarjana tetapi tidak memperhatikan masalah-masalah di sekeliling kita, jika bukan kita yang bertindak, siapa lagi?
Maka dari itu pentingnya belajar, berorganisasi dan berjuang untuk kaum perempuan agar mempunyai cara berpikir yang maju sehingga semakin paham serta sadar akan ketertindasan yang dialami dan mampu melepaskan diri dari penindasan dan penghisapan yang terjadi di tengah-tengah negara Setengah Jajahan Setengah Feodal.

Posting Komentar