BREAKING NEWS

Selasa, Desember 09, 2014

UKT Unsoed 2014 Adalah Bentuk Pencerabutan Hak Demokratik Rakyat Atas Pendidikan (Bagian I)

Oleh :
A.B. Saputra[1]
“Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”
(Pasal 31 ayat (1) UUD 1945)
Melihat kutipan diatas, tidak bisa tidak, pendidikan haruslah dapat diakses oleh setiap rakyat, tanpa terkecuali, tak boleh ada pilih-pilih dalam hal akses pendidikan, termasuk pendidikan tinggi, tak memandang seberapa seseorang mempunyai uang atau tidak, justeru golongan yang tak berpunyalah yang paling membutuhkan akses terhadap pendidikan tinggi, untuk memperbaiki taraf kehidupannya secara ekonomi, politik dan kebudayaan. Itulah mengapa akses terhadap pendidikan tinggi adalah hak demokratik rakyat, dan penyempitan akses terhadap pendidikan tinggi adalah pencerabutan hak demokratik rakyat.
Hal tersebut akan kita hubungkan dengan situasi konkret dikampus kita. Sejak tahun 2012 hingga tahun 2014 ini, unsoed menerapkan sistem pembayaran kuliah model baru, yakni UKT (Uang Kuliah Tunggal). Apabila kita melihat pemberlakuan sistem UKT ini, maka kita akan menemukan bahwa di dalam sistem UKT mengenal adanya kelompok-kelompok nominal atau level yang disesuaikan dengan kemampuan ekonomi mahasiswa.
Pada tahun 2013, terdapat 5 (lima) level dengan nominal yg beraneka ragam, kita ambil sebagai contoh di fakultas hukum, nominal UKT tertinggi adalah Rp. 2.500.000, namun di tahun 2014 ini, levelnya bertambah hingga level 7 yang nominalnya Rp. 3.000.000,. Nominal UKT yang begitu besar ini tak sebanding dengan kemampuan ekonomi masyarakat banyumas, kenapa masyarakat banyumas yang menjadi patokan ? karena Unsoed berada di wilayah Banyumas, maka ukuran kemampuan ekonomi masyarakat yang jadi patokan adalah wilayah Banyumas atau sekitarnya (seperti Purbalingga, Cilacap, Kebumen, Banjarnegara),
Kemampuan ekonomi masyarakat dapat di ukur dengan Upah Minimum Kabupaten (UMK) khususnya di Banyumas, yang pada tahun 2014 sebesar Rp.1.000.000,. itulah rata-rata pendapatan masyarakat Banyumas, jika kita lihat kenaikan biaya UKT 2014, sangatlah kecil  kemungkinan untuk masyarakat dapat mengakses Pendidikan di Unsoed, melihat bahwa kebutuhan hidup layak[2] tidak hanya pendidikan, akan tetapi terdapat komponen lain seperti Makanan & Minuman, Sandang, Perumahan, Pendidikan, Kesehatan, Transportasi, Rekreasi dan Tabungan, dan belum lagi jumlah tanggungan dalam setiap kepala keluarga. Ditambah lagi kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang membuat bahan-bahan pokok pun membumbung tinggi. Mahasiswa banyumas (dan sekitarnya) yang sudah terlanjur masuk unsoed pun pasti terengah-engah orang tuanya untuk membayar biaya UKT di unsoed yang tak sebanding dengan pendapatan rata-rata masyarakat Banyumas.
Kenyataan bahwa biaya UKT di Unsoed itu naik, akan sangat berdampak kepada akses masyarakat sekitaran Unsoed mengakses pendidikan tinggi di Unsoed, dan hal ini adalah salah satu bentuk pencerabutan hak demokratik rakyat atas pendidikan,  bila melihat data yang diperoleh dari Rektorat Unsoed, dari total 14.291 mahasiswa aktif angkatan 2011 hingga 2013, hanya 3194 orang (22,34%) yang berasal dari Banyumas. 610 orang (4,26%) berasal dari Purbalingga. 959 Orang (6,71%) berasal dari Cilacap. 396 orang (2,77%) berasal dari Kebumen. 420 orang (2,98%) berasal dari Banjarnegara. Jumlah mahasiswa yang berasal dari Barlimascakeb adalah 5579 atau 39% dari total mahasiswa aktif angkatan 2011-2013. Artinya, 8712 orang atau 61% dari total mahasiswa aktif angkatan 2011-2013 berasal dari luar Barlimascakeb. Alih-alih sebagai penyedia kebutuhan pendidikan tinggi untuk masyarakat Banyumas, nyatanya hanya sekitar 30% masyarakat barlingmascakeb yang dapat mengaksesnya.
Dan kenyataan kenaikan biaya kuliah di Unsoed, serta penyempitan akses masyarakat akan pndidikan tinggi di Unsoed bisa dikatakan adalah sebuah pencorengan sejarah,padahal latar belakang berdirinya Unsoed mempunyai landasan yang sangat mulia, bisa dilihat latar belakangnya (mengutip website resmi Unsoed) :
“Sesuai dengan amanat yang tersurat dalam Pembukaan UUD 1945 dan desakan masyarakat Banyumas akan kebutuhan pendidikan tinggi, para pemimpin formal dan informal Banyumas menggagas perlunya didirikan perguruan tinggi/universitas di wilayah Banyumas.”
(tulisan ini dipos juga di media mahasiswa : http://www.lpm-projustitia.com/2014/12/ukt-unsoed-2014-adalah-bentuk.html)

[1]Mahasiswa FH Unsoed angkatan 2011, anggota UKM Teater Timbang, UKM Lembaga kajian Hukum dan Sosial, dan Front Mahasiswa Nasional Ranting Unsoed, juga tergabung dalam aliansi SOMASI Unsoed (Solidaritas Mahsiswa Unsoed).
[2]Pasal 88 ayat 4 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur bahwa Pemerintah menetapkan standar KHL (Kebutuhan Hidup Layak)sebagai dasar dalam penetapan Upah Minimum.

Share this:

Posting Komentar

 
Back To Top
Copyright © 2018 Soeara Massa. Designed by OddThemes | Distributed By Gooyaabi Templates