Oleh :
A.B. Saputra[1]
“Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”
(Pasal
31 ayat (1) UUD 1945)
Melihat
kutipan diatas, tidak bisa tidak, pendidikan haruslah dapat diakses oleh setiap
rakyat, tanpa terkecuali, tak boleh ada pilih-pilih dalam hal akses pendidikan,
termasuk pendidikan tinggi, tak memandang seberapa seseorang mempunyai uang
atau tidak, justeru golongan yang tak berpunyalah yang paling membutuhkan akses
terhadap pendidikan tinggi, untuk memperbaiki taraf kehidupannya secara ekonomi,
politik dan kebudayaan.
Itulah mengapa akses
terhadap pendidikan tinggi adalah hak demokratik rakyat, dan penyempitan akses
terhadap pendidikan tinggi adalah pencerabutan hak demokratik rakyat.
Hal
tersebut akan kita hubungkan dengan situasi konkret dikampus kita. Sejak tahun
2012 hingga tahun 2014 ini, unsoed menerapkan sistem pembayaran kuliah model
baru, yakni UKT (Uang Kuliah Tunggal). Apabila kita melihat pemberlakuan sistem
UKT ini, maka kita akan menemukan bahwa di dalam sistem UKT mengenal adanya
kelompok-kelompok nominal atau level yang disesuaikan dengan kemampuan ekonomi
mahasiswa.
Pada
tahun 2013, terdapat 5 (lima) level dengan nominal yg beraneka ragam, kita
ambil sebagai contoh di fakultas hukum, nominal UKT tertinggi adalah Rp.
2.500.000, namun di tahun 2014 ini, levelnya bertambah hingga level 7 yang
nominalnya Rp. 3.000.000,. Nominal UKT yang begitu besar ini tak sebanding
dengan kemampuan ekonomi masyarakat banyumas,
kenapa masyarakat banyumas yang menjadi patokan ? karena Unsoed berada di
wilayah Banyumas, maka ukuran
kemampuan ekonomi masyarakat yang jadi patokan adalah wilayah Banyumas atau sekitarnya
(seperti Purbalingga,
Cilacap, Kebumen, Banjarnegara),
Kemampuan ekonomi masyarakat
dapat di ukur dengan Upah Minimum Kabupaten (UMK) khususnya di Banyumas, yang
pada tahun 2014 sebesar Rp.1.000.000,. itulah rata-rata pendapatan masyarakat
Banyumas, jika kita lihat kenaikan biaya UKT 2014, sangatlah kecil kemungkinan untuk masyarakat dapat mengakses
Pendidikan di Unsoed, melihat bahwa kebutuhan hidup layak[2]
tidak hanya pendidikan, akan tetapi terdapat komponen lain seperti Makanan
& Minuman, Sandang, Perumahan, Pendidikan, Kesehatan, Transportasi,
Rekreasi dan Tabungan, dan belum lagi jumlah tanggungan dalam setiap kepala
keluarga. Ditambah lagi kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang membuat
bahan-bahan pokok pun membumbung tinggi. Mahasiswa banyumas (dan sekitarnya) yang
sudah terlanjur masuk unsoed pun pasti terengah-engah orang tuanya untuk
membayar biaya UKT di unsoed yang tak sebanding dengan pendapatan rata-rata
masyarakat Banyumas.
Kenyataan bahwa biaya UKT di Unsoed itu naik, akan
sangat berdampak kepada akses masyarakat sekitaran Unsoed mengakses
pendidikan tinggi di Unsoed,
dan hal ini adalah salah satu bentuk pencerabutan hak demokratik rakyat atas
pendidikan, bila melihat
data yang diperoleh dari Rektorat Unsoed, dari total 14.291 mahasiswa aktif
angkatan 2011 hingga 2013, hanya 3194 orang (22,34%) yang berasal dari
Banyumas. 610 orang (4,26%) berasal dari Purbalingga. 959 Orang (6,71%) berasal
dari Cilacap. 396 orang (2,77%) berasal dari Kebumen. 420 orang (2,98%) berasal
dari Banjarnegara. Jumlah mahasiswa yang berasal dari Barlimascakeb adalah 5579
atau 39% dari total mahasiswa aktif angkatan 2011-2013. Artinya, 8712 orang
atau 61% dari total mahasiswa aktif angkatan 2011-2013 berasal dari luar
Barlimascakeb. Alih-alih sebagai penyedia kebutuhan pendidikan tinggi untuk
masyarakat Banyumas, nyatanya hanya sekitar 30% masyarakat barlingmascakeb yang
dapat mengaksesnya.
Dan kenyataan kenaikan biaya kuliah di Unsoed,
serta penyempitan akses masyarakat akan pndidikan tinggi di Unsoed
bisa dikatakan adalah sebuah pencorengan sejarah,padahal latar belakang
berdirinya Unsoed mempunyai landasan yang sangat mulia, bisa dilihat latar
belakangnya (mengutip website resmi Unsoed) :
“Sesuai dengan amanat yang tersurat dalam
Pembukaan UUD 1945 dan desakan masyarakat Banyumas akan kebutuhan pendidikan
tinggi, para pemimpin formal dan informal Banyumas menggagas perlunya didirikan
perguruan tinggi/universitas di wilayah Banyumas.”
(tulisan ini dipos juga di media mahasiswa : http://www.lpm-projustitia.com/2014/12/ukt-unsoed-2014-adalah-bentuk.html)
[1]Mahasiswa FH Unsoed angkatan 2011, anggota UKM Teater Timbang, UKM
Lembaga kajian Hukum dan Sosial, dan Front Mahasiswa Nasional Ranting Unsoed,
juga tergabung dalam aliansi SOMASI Unsoed (Solidaritas Mahsiswa Unsoed).
[2]Pasal 88 ayat 4 UU
No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur bahwa Pemerintah menetapkan
standar KHL (Kebutuhan Hidup Layak)sebagai dasar dalam penetapan Upah Minimum.
Posting Komentar