BREAKING NEWS

Senin, November 25, 2013

Jeratan WTO dalam Perdagangan Dunia


Oleh : Biko Nabih Fikri Zufar

(Anggota FMN Unsoed & Mahasiswa Sosiologi 2013)


World Trade Organization (WTO) merupakan sebuah organisasi perdagangan internasional. Sebagai organisasi perdagangan, WTO mengurusi berbagai macam bentuk perjanjian-perjanjian perdagangan internasional. Hakikatnya WTO merupakan perpanjangan tangan para Imprealis guna melancarkan kepentingan-kepentingannya dan juga membentuk berbagai macam perjanjian. Bentuk perjanjiannya antara lain adalah AOA (Agreement of Agriculture) dan GATS (General Agreement of Trade in Serivice).

AOA adalah perjanjian yang mengatur mengenai sektor agraria. Krisis imprealisme dalam sektor finansial membuat imprealisme mengalihkan pandangannya kepada sektor agraria, khususnya pangan. Sektor ini menjadi penting karena dalam agararia terdapat semua unsur kehidupan manusia. Dalam hal ini, imperialisme melihat keuntungan yang besar apabila sektor agraria dapat diliberalisasikan.

AOA memiliki tiga komitmen dasar yaitu perluasan akses pasar, pengurangan subsidi domestik, serta pengurangan subsidi impor. Tiga komitmen dasar tersebut ditambah dengan satu perjanjian perlakuan khusus (palsu) bagi negara berkembang. Adapun program-program yang dijalankan dalam AOA yakni salah satunya adalah penurunan tarif.

Penurunan tarif ini merupakan skema, dimana produk impor akan masuk dan tidak dikenakan bea masuk. Artinya jika ini diterapkan maka produk dalam negeri akan hancur dan petani akan terancam. Jadi negosasi AOA ditujukan untuk meningkatkanan volume perdagangan dunia atas produk pertanian dan mengurangi bahkan menghilangkan segala hal yang menjadi penghalang di negara-negara anggota. Sebagai contoh saja kasus tentang kedelai diamana petani kedelai dalam negeri dirugikan dengan produk impor yang tentu saja lebih murah.

Pada sisi lain, AOA juga mensyaratkan akan adanya investasi yang besar dalam sektor agraria. AOA sejatinya adalah alat dari imperialisme untuk memutar modal mereka, maka negara-negara dengan sumber daya agraria yang besar menjadi target eksploitasinya, salah satunya adalah Indonesia. Di Indonesia, untuk memenuhi investasi pada sektor agraria  pemerintah membuka lahan sebesar-besarnya untuk kepentingan investasi imperialisme.

Guru besar Universitas Gajah Mada (UGM) Prof Dr Pratikno mengatakan hingga saat ini aset Indonesia sekitar 70-80% telah dikuasi bangsa asing. Manifestasi dari kebijakan investasi di sektor agraria salah satunya adalah mega proyek MIFEE (Merauke Intergrated Food and Energy Estate). MIFEE adalah mega proyek untuk pembangunan industri agraria, khususnya padi, kedelai, dan sawit. Proyek ini merampas tanah petani dan rakyat lainya Merauke seluas 2.823.000 hektar. Dalam proyek ini pemerintah menandatangani banyak kesepakatan kerjasama oleh para investor, salah satu yang paling besar adalah Bin Laden Group dari Arab Saudi. Bin Laden Group memiliki hak atas tanah seluas 500.000 herktar untuk dibangun industri padi sintetis.

MIFEE secara langsung telah merampas hak-hak masyarakat adat salah satunya yakni Suku Malind. Suku Malind kehilangan lahan berburunya karena lahan yang berubah fungsi, selain itu anak-anak di suku Malind terancam kelaparan dan gizi buruk, menurut data Forest People Programme menyebutkan lima balita meninggal di suku tersebut karena kelaparan. Tidak hanya adanya kelaparan yang terjadi tetapi juga konflik tanah dan pemiskinan secara terstruktur oleh adanya kebijakan dari AOA, WTO. Lantas apakah libralisasi akan menyejahterakan rakyat?

GATS (General Agreement of Trade in Service)
Ketika berbicara liberalisme, maka pembukaan pasar selebar-lebarnya untuk  perdagangan bebas merupakan sebuah konsekuensi logis. Pada sisi lain, liberalisasi berbagai sektor publik juga merupakan keniscayaan dari liberalisme. Salah satu bentuk nyata liberalisasi adalah General Agreement of Trade in Service (GATS).

GATS merupakan perjanjian kesepakatan perdagangan internasional yang dinaungi oleh WTO yang difokuskan untuk semua sektor jasa. GATS mulai dijalankan Januari 1995, implikasi dari kesepakatan ini setiap negara anggota wajib membuka sektor-sektor domestiknya untuk diliberalisasikan. Transaksi perdagangan jasa sedikit lebih sulit dilaksanakan, karena jasa merupakan produk yang abstrak.

GATS mengatur 12 sektor sektor jasa yaitu, jasa komunikasi, jasa pendidikan, jasa lingkungan, jasa keuangan (perbankan, asuransi, dll), jasa wisata dan perjalanan, jasa kesehatan sosial, jasa budaya, jasa olahraga, jasa distribusi, jasa bisnis (jasa profesional dan jasa komputer), jasa transportasi, jasa konstruksi. Prinsip GATS sejatinya hampir sama dengan prinsip WTO itu sendiri yaitu: negara-negara anggota harus menurunkan/bahkan menghilangkan hambatan dalam jasa antar negara, yakni:
  1. Consumption Abroad atau bisa disebut juga konsumsi luar negeri. Ini terjadi apabila seorang pergi menjadi konsumen di negara lain.
  2. Cross Border Suply atau pasokan lintas negara. Ini terjadi apabila seseorang menjadi konsumen jasa di negara lain, tanpa perlu pergi ke negara tersebut.
  3.  Komersiil perusahaan jasa asing yang masuk ke dalam negeri.
  4. Movement of natural person atau pergerakan manusia, atau pertukaran tenaga kerja jasa antar nergara.
GATS sendiri menggunakan skema request and offer. Yang dapat diartikan jika request berarti meminta negara lain membuka sektor jasa didalam negerinya. Jika offer, apabila suatu negara menawarkan membuka sektor jasa ke negara lain. Request dan offer dilakukan oleh sekelompok negara pada sektor jasa kepada sekolompok negara lainnya sejak Konferensi Tingkat Menteri (KTM) Hongkong pada tahun 2005.

Setelah diberlakukannya GATS maka posisi pengguna jasa dan penyedia jasa menjadi konsumen dan penyedia jasa. Hal ini kemudian menjadikan jasa sebagai salah satu komoditi perdagangan  yang bertujuan mendapatkan profit. Kita ambil contoh kasus yang terjadi di Indonesia khususnya sektor pendidikan. Dengan diberlakukannya WTO di bidang jasa khususnya pendidikan maka pemerintah meliberalisasikan sektor jasa pada bidang pendidikan.

Undang Undang Dasar (UUD) secara tegas menunjukan bahwa Indonesia dibentuk salah satunya untuk mencerdaskan rakyatnya. Artinya pendidikan berhak diakses oleh warga negara tanpa ada batasan mulai dari Sekolah Dasar hingga Pendidikan Tinggi. Selain itu juga mandat alokasi 20% untuk pendidikan diluar gaji guru dan dosen. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan angka partisipasi sekolah Indonesia naik tiap tahun (usia 19-24 misalnya, tahun 2011 sebesar 14,26% naik menjadi 15,84% tahun 2012 ), disandingkan dengan 70% tenaga kerja Indonesia yang hanya lulusan kurang dari/setara dengan SMP. Jika dilihat data tersebut pemerintah secara langsung telah membatasi akses terhadap rakyatnya sendiri.

Pada konteks pendidikan tinggi, hal ini tercermin dari kebijakan yang terdapat pada kebijakan Undang-undang Pendidikan Tinggi (UU PT). Kebijakan ini tentu saja semakin memperburuk pemuda untuk memperoleh pendidikan. Salah satunya adalah universitas yang sebelumnya di luar akan hadir di Indonesia yang pasti akan membuat universitas dalam negeri bersaing dan terancam gulung tikar.

UU PT berimplikasi pada biaya pendidikan, dalam konteks Unsoed biaya pendidikan ini termanifestasikan dalam bentuk UKT. Pada penerapannya UKT tidak menyesuaikan penghasilan masyarakat banyumas itu sendiri, yang hanya sekitar Rp 875.000,- menjadi 2,4 juta per semester untuk jurusan sosilogi Unsoed. Hal ini semakin mempertergas sulitnya akses bagi masyarakat indonesia untuk mengakses pendidikan tinggi khususnya masyarakat Banyumas. 

Kasus mega proyek MIFEE di sektor agraria dan lahirnya UU PT untuk pendidikan tinggi di Indonesia, membuktikan bahwa WTO melalui skema liberalisasi perdagangannya telah menjamah di negeri ini. WTO berhasil menjadikan Indonesia wilayah ekspansi pasarnya, tentunya melalui bantuan dari pemerintah boneka di bawah pimpinan SBY-Boediono. Skema WTO ini telah berhasil menjadikan rakyat sebagai korbannya, kaum tani dirampas tanahnya dan pemuda mahasiswa tertutup aksesnya atas pendidikan. Jadi, hanya satu jalan untuk mengembalikan kedaulatan rakyat, yaitu BUBARKAN WTO!!! 


Share this:

Posting Komentar

 
Back To Top
Copyright © 2018 Soeara Massa. Designed by OddThemes | Distributed By Gooyaabi Templates