BREAKING NEWS

Kamis, Maret 26, 2020

Kebijakan Omnibus Law Cipta Kerja : Legitimasi Liberalisasi Pendidikan Tinggi?




Kebijakan Omnibus Law Cipta Kerja : Legitimasi Liberalisasi Pendidikan Tinggi?
 
Oleh
 Sadad Alwi (Departement Pendidikan dan Propaganda FMN Ranting Unsoed)



Dulu pada era Kolonial belanda melahirkan kebijakan politik etis diawal tahun 1900 atau politik balas budi. Di dalamnya terdapat edukasi, irigasi dan transmigrasi. Pendidikan tetap tidak diarahkan untuk meningkatkan pengetahuan bangsa Indonesia, tetapi semata-mata untuk memperoleh tenaga kerja rendahan yang akan mengoperasionalkan pabrik-pabrik dan perkebunan modern serta mengisi pos-pos administrasi pemerintahan kolonial. Dan yang dapat mengakses sekolah ini hanyalah orang belanda, eropa, priyayi asia timur saja. Dari corak corak perguruan tinggi yang diskriminatif dari era colonial kaum pribumi berinisiatif mendirikan sekolah sekolah rakyat seperti taman siswa oleh ki hajar dewantara. Lalu kyai ahmad dahlan mendirikan muhammadiyah dan yang lainnya. Pendidikan yang buat oleh pribumi yang menjunjung kesadarannya atas tindasan colonial belanda. Kaum pribumi terpelajar juga berhasil membangkitkan semngat kebangsaan dan cinta tanah air dari sumpah pemuda hingga deklarasi kemerdekaan Indonesia.
Di era orde baru ilmu pengetahuan berorientasi pada pembangunan yang sebenarnya bertujua untuk kelancaran operasional perusahaan asing atau perusahaan imperialism dan juga demi kelanggengan kekuasaan orde baru. Kurikulumnya diarahkan untuk kepentingan pasar. Lahirnya PP No. 60 dan 61 tahun 1999 adalah imbas dari keterlibatan Indonesia masuk menjadi keanggotaan WTO ditahun 1999 yang mengakibatkan arus privatisasi dan pem-BHMN-an kampus-kampus negeri di Indonesia. World trade Organization (WTO) dalam GATS-nya menyatakan bahwa “pendidikan dan kesehatan termasuk salah satu dari 11 sektor jasa lainya yang akan diperjual belikan”. Disusul dengan lahirnya UU SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional) ditahun 2003 semakin menunjukkan bahwa pendidikan adalah barang yang lux (mewah) yang sangat sulit diakses oleh masyarakat luas. Hingga kemudian akhirnya lahir UU dikti no.12 tahun 2012 yang didalamnya mengatur bagaimana mahasiswa harus menanggung biaya operasional pendidikan tinggi, mulai dari ukt hingga uang pangkal. Dan akhir-akhir ini muncul Omnibus Law RUU Cipta Kerja Cipta Kerja (perubahan atas Cipta Lapangan Kerja) yang berdampak bagi dunia pendidikan tinggi, Mempertimbangkan terkait debirokratisasi kelembagaan yang sebelumnya terlalu berbelit belit dan menghambat. Maka dari negara dibawah rezim Jokowi bahawa Omnibus Law RUU Cipta Kerja diciptakan untuk menyelesaikan masalah tersebut, namun terdapat beberapa point yang harus kita ketahui terutama disektor pendidikan tinggi.

 

Dampak Omnibus Law Cipta Kerja melahirkan Liberalisasi Pendidikan?

            Indonesia merupakan negara hukum. Peraturan perundang- undangan diciptakan untuk menjawab permasalahan permasalahan kebangsaan oleh politisi lewat lembaga perwakilan. Indonesia memiliki 42 ribu aturan yang mencakup undang undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan menteri hingga gubernur, walikota, dan Bupati di daerah. Yang di  dalamnya terdapat pertentangan dan dirasa membuat kinerja pemerintah lambat dalam pengambilan keputusan. Tumpang  tindih  aturan  dan  ketidakjelasan  hukum dalam  berbagai  UU  menjadi  persoalan  yang  menghambat  investasi  selama ini.  Sehingga,  menjadi UU Omnibus  Law di nilai dapat mensolusikan persoalan tersebut.
Begitu juga pada sektor pendidikan tinggi. Terdapat 7 pasal yang dirubah. Diantara nya pasal 1, 7, 33, 35, 54, 60, 63. Yang didalamnya membahas kewaenangan yang bersifat sentralistik dalam mempermudah kegiatan berusaha disektor pendidikan karena perizinan hanya perlu 1 pintu yaitu melalui pemerintah pusat. Pada Omnibus Law RUU Cipta Kerja diketahui bahwa terdapat perubahan di pasal 1 ayat 2 dan 19. Di pasal 1 ayat 2 menghapus oreintasi diselenggaraknya perguruan  tinggi yang berdasarkan pada kebudayaan bangsa Indonesia, namun didalamnya hanya membahas definisi Pendidikan tinggi namun mengghilangkan dasar kebudayaan bangsa Indonesia. Kemudian ditegaskan pada pasal 1 ayat 19 bahwa pemegang kekuasaan pemerintah negara republik Indonesia adalah presiden republik Indonesia.
 Kemudian selanjutnya ketentuan pada pasal 7 juga dirubah dalam omnibus law, pada ayat 1 merubah kewenangan yang awalnya tanggung jawab di bawahi Menteri menjadi pemerintah pusat. Lalu pada ayat 3 huruf e, merubah kewenangan pemberian dan pencabutan izin perguruan tinggi kecuali Pendidikan tinggi agama menjadi kewengan pemberian  dan pencabutan izin berusaha di sektor perguruan tinggi. Pada pasal 7 ayat 4 yang awalnya membahas mengenai wewenang pemerintahan bidang agama dalam penyelenggaraan, tanggung jawab Pendidikan tinggi agama. Kemudian berubah menjadi bahwa peraturan pemerintah mengatur Pendidikan tinggi, penyelenggaraan, tugas dan wewenangnya. Secara moralnya, perguruan tinggi yang awalnya bertujuan untuk membentuk kebudayaan dan peradaban bangsa yang maju, dalam omnibus law nomenklatur kebudayaan dalam perguruan tinggi itu dihapuskan dan dirubah orientasinya menjadi sektor bisnis.  Pada UU dikti 2012 pasal 54 yang membahas mengenai standar pendidikan tinggi kemudian di Omnibus Law RUU Cipta Kerja dihapuskan. Ini membuat ketidak jelasan mengenai standar standar yang jelas akan adanya perguruan tinggi. Dan tentunya perpengaruh terhadap mutu kualitas pendidikan tinggi yang ada di Indonesia.
Unsur liberalisasi pendidikan lewat fleksibilitas dalam rangka menjadikan perguruan tinggi sebagai komoditas usaha dalam hal ini pemerintah memberikan kewenangan berusaha di sektor perguruan tinggi. Terbukti di hilangkannya prinsip nirlaba di pasal 63 pada Omibus Law RUU Cipta Kerja. Dan juga adanya nomenklatur berusaha dalam pasal omnibus law ini menjadikan legitimasinya. Memulai dari fleksibilitas pendirian perguruan tinggi, pemberian izin dan pencabutan izin.
Dari sini kita sedikit mengetahui bahwa Omnibus Law RUU Cipta Kerja menjadi sebuah upaya Liberalisasi, Komersialisasi dan Privatisasi pendidikan tinggi lewat perubahan perubahan pasal yang ada. Tidak berhenti disitu dengan Omnibus Law RUU Cipta Kerja juga menjadikan bukti nyata bahwa kebijakan tesebut sebagai corong investasi asing yang hanya mengutamakan berusaha dan melihat dari kewenangan pemegang kebijakan itu memperlihatkan watak  fasisme bagi si pembuat kebijakan Omnibus Law RUU Cipta Kerja.
Dampak dari kacamata pemuda mahasiswa melihat orientasi pendidikan tinggi akan semakin dijauhkan dari kuliah yang murah karena liberalisasi pendidikan mendorong biaya kuliah akan semakin mahal (Re: UKT Dinaikan). Lulusan perguruan tinggi juga akan diorientasikan menjadi buruh-buruh murah yang akan menjadi skrup-skrup pabrik milik tuan tanah dan pemodal dan semakin jauh dari pengabdian masyarakat akan ilmu-ilmu pengetahuanya karena paradigma pendidikan berubah menjadi pelayan bagi pemodal atau investor yang hanya menghisap dan menindas saja. Maka dari itu yang bisa sebagai pemuda mahasiswa harus memblejeti sistem dan kebijakan yang merugikan rakyat lewat ilmu pengetahunya, menggelar diskusi ilmiah, kampanye tentang kampus yang murah dan beroragnisasi untuk dijadikan alat perjuangan jangka panjang!

Sumber :
Materi Sistem Pendidikan Nasional FMN;
Draft RUU Omnibus Law Cipta Kerja.



Share this:

Posting Komentar

 
Back To Top
Copyright © 2018 Soeara Massa. Designed by OddThemes | Distributed By Gooyaabi Templates