Hari
ini, seluruh lapisan massa rakyat Indonesia sedang berhadapan dengan persoalan
upah murah. Persoalan upah murah ini jelaslah akan menyulitkan kehidupan
keseharian rakyat, ditambah lagi dengan harga-harga barang pokok yang terus
fluktuatif. Persoalan ini tidak saja menimpa rakyat yang bekerja di
sektor-sektor formal, namun persoalan upah murah ini juga akan mengancam hari
depan pemuda mahasiswa. Sebab, pasca mengenyam bangku kuliah, pemuda mahasiswa
akan dihadapkan pada dunia kerja yang sangat berat. Persoalan upah murah ini
menjadikan hari depan pemuda mahasiswa tidak memiliki kepastian, tanpa jaminan
kesejahteraan sosial.
Persoalan upah murah sejatinya
merupakan dampak dari monopoli tanah di pedesaan oleh tuan-tuan tanah besar.
Monopoli tanah tersebut menjadikan lapangan kerja di pedesaan makin menyempit,
sehingga pemuda-pemuda di desa dipaksa untuk pergi meninggalkan desanya dan
pindah ke kota-kota besar, dimana harapan mereka ditancapkan. Dengan sempitnya
lapangan pekerjaan, kota akhirnya dipenuhi barisan pengangguran para pemuda.
Sempitnya akses pendidikan tinggi juga berkontribusi pada rendahnya upah yang
diterima. Membengkaknya jumlah tenaga kerja di perkotaan telah menjadikan buruh
dipandang sebelah mata oleh perusahaan-perusahaan besar. Sehingga semakin besar
pasokan tenaga kerja yang tersedia di perkotaan, membuat upah buruh menjadi
sangat rendah. Hal tersebut terjadi akibat banyaknya cadangan tenaga kerja
(atau biasa disebut ‘pengangguran’) yang tersedia, dan sangat membutuhkan
pekerjaan. Skema politik upah murah ini tentu saja akan merugikan rakyat dan
menguntungkan para investor asing dan pengusaha-pengusaha besar dalam negeri.
Telah lama persoalan upah murah ini
menimpa rakyat Indonesia. Dari tahun ke tahun, persoalan upah masih menjadi
persoalan di dunia perburuhan Indonesia. Namun, Jokowi sebagai presiden
Indonesia yang telah menjabat selama 1 tahun, justru tetap melanggengkan upah
murah melalui kebijakan-kebijakannya. Kebijakan terakhir yang dikeluarkan
terkait dengan pengupahan adalah PP No.78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan. Secara ekonomi, disahkannya PP Pengupahan tentu
akan semakin memasifkan perampasan upah terhadap klas buruh. Menghitung
kenaikan upah hanya bersandar pada inflasi serta pertumbuhan ekonomi semata-mata
tidak ada bedanya dengan membatasi kenaikan upah buruh dibawah 10% per tahun.
Angka inflasi, meskipun berkorelasi dengan kenaikan harga bahan kebutuhan pokok
akan tetapi faktanya kenaikan harga-harga kebutuhan pokok jauh melampaui angka
inflasi, ambil contoh inflasi 5% kenaikan harga-harga kebutuhan pokok bisa
mencapai 100%.
Sementara itu, PP No.78 Tahun 2015 juga
akan meninjau Kebutuhan Hidup Layak (KHL) setiap 5 tahun sekali, sedangkan
sebelumnya dilakukan setiap tahunnya. Hal ini semakin bertolak belakang dengan
hak buruh yang selama ini berjuang setiap tahunnya melalui Dewan pengupahan
Nasional, Provinsi dan Kabupaten untuk
meninjau kebutuhan hidup layak bagi buruh. Karena seiring dengan krisis
perekonomian dunia dan naik-turunnya harga barang di dalam negeri secara
spontan menjadikan KHL seharusnya ditinjau secara berkala dalam waktu yang
singkat.
Hasil survei KHL yang dilakukan oleh GSBI
(Gabungan Serikat Buruh Indonesia) dan beberapa serikat buruh lain dibeberapa
kota/kabupaten menunjukkan bahwa seharusnya kenaikan upah untuk tahun 2016
berada pada kisaran 25-30%, akan tetapi apabila kenaikan upah tahun 2016
didasarkan pada formula penetapan kenaikan upah sebagaimana diatur didalam PP
No. 78/2015, hampir dapat dipastikan kenaikan upah hanya berkisar 10%. Hal
ini tentu saja akan mengancam kesejahteraan kehidupan buruh dan seluruh rakyat
Indonesia lainnya yang bekerja di sektor industri dan sektor formal lainnya.
Sehingga, pada tanggal 24-27 November 2015 ini, klas buruh Indonesia akan
melakukan mogok nasional demi mencabut PP No. 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan.
Dengan kondisi tersebut, penting bagi kita semua
untuk turut mendukung perjuangan klas buruh Indonesia yang sedang melakukan
mogok nasional pada tanggal 24-27 November 2015. Karena, persoalan upah murah
bukan hanya persoalan yang menimpa buruh, tapi juga akan mengancam rakyat
Indonesia. Bahkan, kawan-kawan pemuda mahasiswa juga tidak terlepas dari skema
upah murah ini. Terlebih lagi, hari ini pemerintah Jokowi-JK tidak memberikan
jaminan atas lapangan pekerjaan yang layak. Sehingga, setelah lulus dari
perguruan tinggi, persoalan upah murah akan menjadi persoalan selanjutnya yang
akan kawan-kawan mahasiswa hadapi.
Untuk itu, kami dari Front Mahasiswa Nasional Cabang Purwokerto dengan tegas menyatakan “Mendukung perjuangan klas buruh Indonesia
untuk mogok nasional pada tanggal 24-27 November 2015, demi mencabut PP No.78
Tahun 2015 Tentang Pengupahan!”. Kami juga menuntut Jokowi-JK untuk :
1. Cabut PP N0. 78
Tahun 2015 Tentang pengupahan dan Hentikan politk upah murah yang
merugikan rakyat!
2. Hentikan
Intimidasi, pembubaran aksi dan ancaman-ancaman penangkapan terhadap
pimpinan
pimpinan dan anggota buruh yang menolak PP No.78 Tahun 2015
3. Hentikan komersialisasi pendidikan, berikan jaminan
seluruh rakyat Indonesia untuk dapat
mengenyam pendidikan setinggi-tingginya!
4. Laksanakan reforma
agraria sejati dan Industri
nasional yang berdaulat dan demokratis!
Demikian pernyataan sikap ini kami sampaikan.
Jayalah perjuangan massa!
Hidup klas buruh Indonesia!
Hidup rakyat Indonesia!
Salam Demokrasi!
Ketua Cabang Front Mahasiswa Nasional Purwokerto
Fachrurrozi Hanafi
Posting Komentar