BREAKING NEWS

Rabu, November 25, 2015

PEMUDA MAHASISWA BERJUANG BERSAMA RAKYAT : DUKUNG MOGOK NASIONAL BURUH, CABUT PP PENGUPAHAN !



Awalan : Krisis Imperialis Amerika Serikat (AS) sebagai mulanya Politik Upah Murah

Indonesia termasuk negara setengah jajahan dan setengah feodal, dimana yang berkuasa serta melakukan penghisapan-penindasan terhadap rakyat tidak lain ialah Imperialisme pimpinan AS, Feodalisme, dan kapitalis birokrat (rejim boneka Jokowi-JK). Mulanya ditahun 2008 terjadi krisis ditubuh Imperialis AS yakni krisis keuangan yang berlanjut dengan krisis utang pada 2010.

Sejak saat itu, situasi krisis tidak pernah menunjukkan tanda-tanda akan terjadi perbaikan. Setidaknya, gelombang krisis telah menghadirkan 27 juta angka PHK di AS, dan bertambah sebanyak 250.000 orang pencari kerja setiap tahunnya. Semuanya terjadi bukan dikarenakan negeri-negeri imperialis sedang terbatas dana atau kapitalnya. Justru sebaliknya, terjadi surplus/kelebihan kapital serta barang dagangan di negerinya, dimana surplus ini sudah tidak dapat lagi memberikan nilai baru jika tetap berada di negeri imperialis. Jalan satu-satunya, agar tidak terjadi pembusukan kapital, maka kapital dan barang produksi tersebut harus dikirim ke-berbagai negeri, terutama negeri setengah jajahan dan setengah feodal seperti Indonesia.

Berangkat dari krisis itu, maka imperialis punya 4 (empat) kepentingan di Indonesia, antaranya :
  1.       Kepentingan untuk menguasai kekayaan alam;
  2.       Kentingan untuk mengeksploitasi tenaga kerja murah yang berlimpah (tenaga kerja murah);
  3.       Indonesia sebagai tempat pemasaraan;
  4.       Eksport kapital dalam bentuk utang, pinjaman.

Melihat kepentingan dari Imperialisme itu wajar saja semakin deras pula perampasan dan monopoli atas kekayaan alam Indonesia yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar bahkan negara lewat pemerintahannya. Ini yang mengakibatkan banyak dari pemuda desa berduyun-duyun pergi ke kota mencari kerja, karena tanah didesa telah drampas dan dimonopoli. Dan ujungnya, karena tidak ada jaminan lapangan pekerjaan yang layak bahkan politik upah murah yang dilakukan pemerintah membuat rakyat semakin tertindas dan terhisap.  

Skema Politik Upah Murah dibalik PP Pengupahan (PP No.78/2015)

Krisis umum ditubuh Imperialisme memaksa rejim boneka (hari ini Jokowi-JK) untuk mengeluarkan kebijakan agar kepentingan Imperialis langgeng menerus. Tersusunlah paket kebijakan ekonomi jilid I - V yang diusung pemerintahan Jokowi-Jk, yang juga memprogramkan perombakan aturan mengenai upah buruh. Lahirlah PP No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan sebagai anak kandung dari paket kebijakan ekonomi jilid IV.

Didalam Pasal 43 (5) PP No.78/2015 dinyatakan bahwa untuk peninjauan komponen kebutuhan hidup layak dilakukan setiap lima tahun sekali. Artinya pemerintah hanya akan melakukan peninjauan atas komponen kebutuhan hidup layak yang digunakan sebagai dasar penghitungan upah hanya sekali selama lima tahun. Hal ini sangat tidak tepat. Karena harga atas komponen KHL[1] bersifat selalu dinamis (tidak konstan) dan tidak dapat hanya diukur per-lima tahun sekali seperti dalam PP Pengupahan itu. Karena selama lima tahun upah buruh tidak akan sebanding dengan KHL karena harga dari komponen KHL bisa berubah-ubah dipengaruhi misalnya : kenaikan harga BBM (karena pencabutan subsidi oleh pemerintah), kenaikan tarif dasar listrik, bahkan kebijakan BPJS yang meletakkan tanggungan premi pada buruh. Akibatnya upah yang didapat buruh tidak bisa menjangkau kebutuhan hidup layak, dan buruh akan dilanda kesakitan serta kelaparan.

Selain itu pasal 44 PP No.78/2015 menentukan formula penghitungan penetapan upah buruh setiap tahunnya berdasar;

 UMn = UMt + (UMt X (Inflasit + Δ % PDBt)

Keterangan :
UMn    :  Upah minimum yang akan ditetapkan
UMt      :  Upah minimum tahun berjalan.
Inflasit : Inflasi yang dihitung dari periode September tahun yang lalu sampai dengan periode September tahun berjalan.
Δ PDBt : Pertumbuhan Produk Domestik Bruto

Jadi kenaikan upah tahunan bagi buruh akan berdasarkan pada upah tahun berjalan, ditambahkan dengan upah tahun berjalan dikali dengan inflasi ditambah prosentase pertumbuhan ekonomi. Bahkan kita tidak melihat KHL menjadi unsur dari penetapan upah, pemerintah berdalih itu sudah terakomodir dengan masuknya inflasi. Artinya KHL disamakan dengan tingkat inflasi. Padahal meskipun inflasi mempengaruhi harga barang pokok (item dalam KHL), namun nyatanya harga barang pokok senantiasa melampaui tingkat/presentase inflasi. Misalnya tingkat inflasi 5 % namun kenaikan harga barang pokok bisa mencapai 100% dari harga awal, akibatnya seberapa-pun upah buruh, ketika harga barang pokok mengalami kenaikan maka tidak dapat dibeli barang pokok itu oleh buruh.

Akhirnya, tingkat inflasi ternyata bukanlah cerminan riil harga-harga barang pokok dan tidak bisa disamakan dengan KHL, namun semata hanya perampasan upah buruh, justru pemerintah dan perusahaan kedepannya bisa beralasan bahwa karena terjadi inflasi dan sudah diatur dalam PP No.78/2015, maka biaya produksi harus ditekan dan oleh karenanya upah buruh juga ditekan (tidak naik). Lebih lagi, harga-harga barang pokok mesti dinaikkan. Jika begitu, ditindas serta terhisaplah kaum buruh oleh Imperialis dan pemerintahan Jokowi-Jk yang anti rakyat. Inilah bentuk pelangaran hak konstitusional rakyat khususnya buruh, padahal pasal 28D ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Dan pasal 88 serta pasal 89 UU Ketenagakerjaan menetapkan bahwa upah minimum harus berdasar dan demi pemenuhan kebutuhan hidup layak.
     
Bentuk perampasan upah lainnya adalah dengan dimasukkannya pertumbuhan ekonomi kedalam formula pengupahan. Pertumbuhan ekonomi yang dimaksud ialah Produk Domestik Bruto/PDB. Padahal ditengah situasi krisis global yang melanda seluruh negeri, pertumbuhan ekonomi acapkali mengalami pelambatan. Sejak lima tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi global angkanya tidak pernah melebihi 4%, bahkan di Amerika sendiri pertumbuhan ekonominya nol persen. Jika pemerintah Indonesia selalu mengklaim memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi hingga 6%, tentu hal ini patut dipertanyakan. Jikapun benar terjadi pertumbuhan ekonomi, pertanyaan selanjutnya adalah siapa yang menikmati pertumbuhan ekonomi ini. Karena negeri ini dibangun dari hutang dan investasi, yang merupakan penentu PDB. maka sebesar apapun pertumbuhan ekonominya tidak akan pernah mempunyai arti penting bagi kesejahteraan rakyat Indonesia[2].

Bahkan pada semester kedua tahun ini, proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia kembali dikoreksi pada angka 4,9%. Artinya, kontribusi pertumbuhan ekonomi untuk kenaikan upah buruh tahun 2016 kemungkinan hanya akan berada pada kisaran 5%. Jika diasumsikan inflasi berada pada angka 5%, maka upah tahun 2016 hanya akan naik sebesar 10% saja[3].

Selain untuk menerapakan politik upah murah, PP 78/2015 ini merupakan bentuk pelanggaran terhadap kebebasan berserikat dan penyampaian pendapat bagi buruh. Karena jika buruh ingin melaksanakan tugas serikat, pasal 44 ayat (4) menyatakan “harus ada persetujuan dari pengusaha.” GSBI mengatakan “selama ini pengurus serikat pekerja/serikat buruh yang hendak menjalankan tugas/kegitan serikat sangat sulit mendapatkan persetujuan dari pihak pengusaha. Jika perusahaan tidak memberikan persetujuan maka pengurus serikat tidak dapat menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pengurus, dan apabila pengurus serikat memaksakan diri manjalankan tugasnya maka akan dianggap mangkir. Konsekuensinya selain dipotong upahnya juga terancam mendapatkan sanksi berupa SP, bahkan bisa di-PHK.”[4] Represifitas yang dialami oleh buruh terbukti ketika belakangan hari ini banyak terjadi penangkapan dan pemukulan aktivis buruh ketika melakukan aksi-demonstrasi. Bahkan dalam mogok nasional beberapa kantor/sekretariat serikat buruh di tongkrongi polisi dan tentara, intimidasi lewat pesan SMS serta media sosial pun kerap kali dialami buruh saat ini.

Sekali lagi ini merupakan bentuk pelanggaran Hak konstitusional rakyat yang sistemik, karena hak atas kebebasan berserikat serta menyatakan pendapat dimuka umum, bahkan mogok nasional bagi buruh telah dijamin oleh UUD 1945,  Undang-Undang Ketenagakerjaan, UU Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.

Pemuda Mahasiswa Berjuang Bersama Rakyat

Penghidupan buruh yang selalu ditindas dan dihisap, apalagi setelah di berlakukannya PP No.78/2015 tentang Pengupahan membuat semakin massifnya perampasan hak-hak dasar kaum buruh beserta keluarganya. Karena dengan upah buruh yang sangat murah akan berakibat pada semakin tidak tergapainya pendidikan bagi anak-anak buruh. Disamping pendidikan yang semakin mahal biayanya.

Pemuda mahasiswa pun nantinya akan terjun kedalam dunia kerja, jika upah buruh terus di rampas maka yang terjadi pada kita pun akan sama kedepannya, hidup dan bekerja dibawah upah yang tidak layak.  Hal ini menjadi irisan yang nyata, mengapa dilain sisi pemuda mahasiswa perlu mendukung perjuangan kaum buruh demi meraih kemerdekaan sejati. Sebab pendidikan murah pun tidak akan dapat terwujud tanpa adanya perjuangan kaum buruh yang menuntut dibangunnya sebuah Industri Nasional yang mandiri tanpa intervensi Imperialis yang serakah. Karena dengan dibangunnya Industri Nasional oleh rakyat khususnya kaum buruh alhasil keuntungannya pun akan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kebutuhan dan kemakmuran rakyat, termasuk pemenuhan kebutuhan pendidikan.

Kesemuanya tidak akan terwujud tanpa adanya Reforma Agraria sejati sebagai perjuangan dari kaum tani, sekaligus jawaban atas basis sosial masyarakat kita yang setengah jajahan dan setengah feodal, dimana imperialis bersama dengan tuan tanah besar serta borjuasi komprador senantiasa memonopoli dan merampas kekayaan alam negeri ini.

Atas dasar itu pemuda mahasiswa perlu mendukung perjuangan buruh dan semakin mengukuhkan keyakinan bahwa perjuangan kita untuk mewujudkan pendidikan yang ilmiah, demokratis dan mengabdi pada rakyat bukanlah hal yang utopis jika kita terus saling bertalian erat dengan perjuangan klas buruh dan kaum tani, khususnya perjuangan yang saat ini sedang dilakukan oleh buruh lewat mogok nasional. Sebab hanya dengan perjuangan dan persatuan yang kuatlah rakyat akan mendapat kemerdekaan dan kedaulatannya yang sejati.



Adhi Bangkit Saputra 
(Divisi Riset dan Kajian, Departemen Pendidikan dan Propaganda FMN Cabang Purwokerto)







[1] Standar KHL berdasar Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 13 tahun 2012 terdapat 7 komponen (60 item) berupa : Makanan & Minuman (11 items), Sandang (13 items), Perumahan (26 items), Pendidikan (2 item), Kesehatan (5 items), Transportasi (1 item), Rekreasi dan Tabungan (2 item). Kesemuanya itu berpatok pada buruh lajang.

[3]Ibid.
[4] Ibid.

Share this:

Posting Komentar

 
Back To Top
Copyright © 2018 Soeara Massa. Designed by OddThemes | Distributed By Gooyaabi Templates