Mahasiswa unsoed punya cerita, kali ini tujuannya bukan untuk pengantar tidur, melainkan untuk bangun dari tidur. Karena cerita yang ada menyangkut persoalan pendidikan yang telah dikomersilkan atau dijadikan dagangan, “siapa punya uang, dia yang dapat” itu jargonnya. Sebab biaya pendidikan tiap tahunnya terlampau mahal dan membuat rakyat tidak bisa mengakses, orangtua mahasiswa pun terbebani secara ekonomi. Padahal pendidikan adalah hak setiap warga negara yang telah dijamin dalam pasal 31 ayat (1) UUD 1945.
Namun sejarah telah mencatat, dimana ada persoalan dan penindasan, disitu perlawanan tumbuh subur. Mahasiswa unsoed tidak membiarkan komersialisasi pendidikan masuk begitu saja ke kampusnya,. letupan perjuangan pun menggelora di tiap lorong kampus.
Forum Anti Pungutan Liar (FA-Pungli) Melawan kebijakan SPI (2003-2004)
Perlawanan terhadap kebijakan yang tidak pro-rakyat telah dimulai pada tahap yang lebih maju, Unsoed sebagai representasi negara dalam penyelenggaraan pendidikan jelas-jelas telah mempraktekan komersialisasi. Diawali dengan penarikan dana pendampingan sejak angkatan 1999 sampai Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) bagi mahasiswa angkatan 2003 yang besarannya 150 ribu/semester. Semua kebijakan tersebut diambil secara sepihak oleh rektorat tanpa pernah melibatkan mahasiswa yang merupakan entitas paling banyak di Unsoed. Hal ini menimbulkan reaksi mahasiswa pada Selasa, 3 Februari 2004 yang melibatkan lebih dari 200 mahasiswa dan tergabung dalam Forum Anti Pungutan Liar (FA-Pungli) menuntut dicabutnya kebijakan SPI yang tidak jelas arah penggunaannya. Teriakan protes ini ternyata tidak mendapatkan tanggapan jelas dari pihak Unsoed. Sikap kepala batu yang diambil oleh Unsoed karena tidak mau memenuhi tuntutan massa mahasiswa, mendorong aksi protes menjadi mogok makan sejak Kamis 5 Februari 2004 pukul 00.00 WIB yang diikuti 20 orang mahasiswa. aksi dimaksudkan sebagai penghayatan atas realitas Indonesia utamanya biaya pendidikan yang tak terbayar oleh rakyat.
Centra Peduli Unsoed (CPU) Melawan kebijakan POM (2008-2009)
Persatuan Orang Tua Mahasiswa (POM) awalnya merupakan perkumpulan orangtua di fakultas ekonomi yang secara sukarela memberikan dana bantuan untuk Unsoed, namun kemudian pola tersebut dimanfaatkan Unsoed untuk melakukan pungutan liar dengan mewajibkan iuran dana POM bagi mahasiswa baru. Dengan berbagai sebab yang tidak jelas dan bahkan tidak pernah melalui persetujuan seluruh orang tua mahasiswa yang anaknya kuliah di UNSOED, pada tahun 2006 lahirlah Perhimpunan Organisasi Orang tua Mahasiswa (baca: POOM).
Mahasiswa Unsoed sudah mencium bentuk komersialisasi pendidikan berupa pungutan liar dalam skema ini, sehingga terbentuk aliansi CPU (Centra Peduli Unsoed) sebagai wadah mahasiswa untuk menyelesaikan permasalahan POM. Selanjutnya ditengarai bahwa POM Ilegal. Dari landasan itulah, kawan-kawan CPU menggelar diskusi-diskusi hingga aksi massa untuk menuntut pembubaran POM. Akhirnya, Januari 2009 organisasi POM dan POOM bubar setelah adanya inspeksi dari Direktorat jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti).
Save Soedirman Melawan kebijakan UKT (2012)
Skema komersialisasi pendidikan makin hari makin menyempurnakan dirinya. Setelah uang kuliah di Unsoed yang ilegal, di tahun 2012-2013 Pemerintah menerapkan sistem UKT (Uang Kuliah Tunggal). Di tahun ini juga UU No. 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi disahkan. Skema komersialisasi pendidikan makin langgeng dengan munculnya undang-undang ini.
Sebenarnya UKT baru akan diterapkan tahun 2013, namun Unsoed menyatakan telah siap melaksanakannya tahun 2012. Ternyata UKT menunjukkan banyak kecacatan seperti masih banyak kesalahan penghitungan hingga kecacatan hukum. bahkan nominalnya lebih besar disbanding SPP. contohnya adalah di jurusan ilmu politik FISIP, Total yang harus dibayarkan mahasiswa 2011 dengan SPP selama masa studi (8 semester) sebesar 15,5 juta. Setelah UKT berlaku, mahasiswa 2012 harus membayar 19,2 juta.
Banyak mahasiswa yang tidak tahu sistem ini karena Unsoed tidak mensosialisasikan. Beberapa mahasiswa pun mengundurkan diri. Ada juga kawan-kawan yang ketika mendaftar secara online diwajibkan membayar 15 juta. Namun, ketika ke bank nominalnya berubah menjadi 215 juta. Selain itu masih ada pungutan lain diluar UKT (pungli) bahkan Unsoed menerapkan uang pangkal berupa “sumbangan murni”.
Atas dasar ini, mahasiswa Unsoed membentuk Save Soedirman yang merupakan kumpulan mahasiswa dari berbagai angkatan dan bertujuan menghapuskan segala bentuk komersialisasi pendidikan dibalik UKT 2012. Berbagai kegiatan telah dilakukan, seperti konser musik, diskusi, flashmob, hingga aksi massa yang dilakukan 4000 Mahasiswa Unsoed pada 12 Desember 2012 (atau yang dikenal dengan peristiwa Occupy Rektorat 12-12-12). Perjuangan mahasiswa unsoed kali ini merupakan salah satu gerakan mahasiswa terbesar pasca reformasi, dan isu UKT mencuat hingga nasional.
Setelahnya Save Soedirman menghubungi LBH Jogja dn LBH Semarang untuk membahas ulang kasus UKT 2012 yang ternyata cacat secara hukum karena hanya berlandas SE (Surat Edaran) Dikti. Gugatan ke PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) pun dilayangkan di Semarang. Namun kelanjutannya mandek karena daluwarsa-nya SK (lewat 90 hari sejak terbit) untuk digugat, walau begitu, hasil yang diraih dari perjuangan kali ini adalah dihapuskannya “sumbangan murni” bagi mahasiswa baru dan juga dihapuskannya pungutan liar di beberapa fakultas.
Somasi Unsoed melawan Kebijakan UKT (2014-2015)
Setelah persoalan UKT 2012. Datang lagi bentuk komersialisasi pendidikan yang makin jadi. UKT kembali muncul dalam bentuk yang lebih sistemik, setelah keluarnya kebijakan Permendikbud No 55 tahun 2013 dan Permendikbud No 73 tahun 2014 yang keduanya mengatur tentang UKT dengan level dan nominal yang begitu besar.
Mahasiswa yang membayar UKT menumpuk di level 6 dan 7 (dengan nominal paling tinggi) sebanyak 59 persen, sementara di level 1 dan 2 (nominalnya terendah) hanya di isi 1,9 persen mahasiswa, padahal permendikbud mengatur minimal 5 persen mahasiswa di level 1. Kondisi ini mengakibatkan beban ekonomi mahasiswa dan orangtuanya semakin berat, bahkan ada kawan di fakultas ekonomi tidak melanjutkan kuliah karena UKT yang terlalu mahal.
Selanjutnya diketahui bahwa UKT 2014 cacat hukum karena Permendikbud No 73 tahun 2014 yang mengatur UKT 7 level baru keluar pada tanggal 22 Juli 2014. Padahal penerapan 7 level sudah diterapkan sejak tanggal 4 Juni 2014. Di lain sisi pungutan liar masih gencar dilakukan Unsoed.
Dari banyaknya persoalan itu Somasi Unsoed terbentuk pada 9 Juni 2014, dengan berbagai macam organisasi dan juga kawan-kawan mahasiswa 2014 yang terhimpun. Akhirnya kegiatan untuk menggalang kekuatan dilakukan lewat Seminar, diskusi-diskusi hingga acara kebudayaan yang dimotori oleh UKM Teater dan musik yang menarik simpati massa sekitar 300 mahasiswa.
Tak cukup sampai disitu, pada 17 Desember 2014 diadakan aksi menuntut diadakannya Audiensi dengan Rektor yang diikuti sekitar 500 mahasiswa Unsoed. Tuntutan yang dibawa adalah, cabut pemberlakuan UKT Unsoed 2014 yang cacat hukum dan kembalikan ke 5 level. Kedua, Terapkan UKT sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kemampuan ekonomi mahasiswa, ketiga, Hapuskan pungutan liar dan kembalikan seluruh uang mahasiswa yang telah dipungut di luar UKT, dan terakhir Perjelas dan permudah pengaturan dan mekanisme keringanan biaya kuliah.
Akan tetapi rektor yang anti demokrasi enggan menemui mahasiswa, Pada tanggal 19 Desember 2014 dilakukan aksi simbolis dengan Shalat Jumat berjamaah di lapangan depan gedung rektorat, dihadiri sekitar 100 mahasiswa.. Kemudian pada tanggal 9 Januari 2015 pihak rektorat mengundang mahasiswa untuk audiensi. Saat itu secara sepihak rektor mengeluarkan kebijakan menurunkan UKT 2014 menjadi 5 level di semester satu saja, dan yang membayar UKT level 6-7 pada semester satu akan di kembalikan pada level 5, lalu selisih dari penurunan level akan di alokasikan (di oper) ke-semester selanjutnya, namun yang berlaku di semester selanjutnya (semester dua sampai lulus) tetap 7 level.
Itulah sejarah singkat perjuangan mahasiswa Unsoed melawan komersialisasi pendidikan, kondisi pendidikan yang begitu carut marut terus memanggil pemuda mahasiswa khususnya di Unsoed untuk senantiasa menggelorakan perjuangan tanpa jeda dan mewujudkan pendidikan yang ilmiah, demokratis dan mengabdi pada rakyat.
TIM REDAKSI SOEARA MASSA

Posting Komentar