BREAKING NEWS

Senin, Agustus 17, 2015

Peringatan HUT RI Ke 70 : Penuhi Hak-Hak Dasar Rakyat Sebagai Bentuk Kemerdekaan yang Sesungguhnya

            
          Entah berapa banyak darah yang telah tertumpah di masa itu. Pendudukan Fasis Jepang di Indonesia yang semula membawa harapan kemerdekaan asia, ternyata berbicara lain. Para pasukan fasis ternyata bukanlah “cahaya Asia” melainkan tiran dari Asia. Setelah berabad lamanya diinjak oleh Kolonial Belanda, rakyat Indonesia kembali terjerumus kedalam penindasan fasis Jepang melalui Romusha nya. Namun bukannya mengendurkan perjuangan, rakyat Indonesia yang dipelopori oleh para pemuda justru terus melancarkan perlawanannya terhadap fasis Jepang.
            Tak disangka pada tanggal 6 Agustus 1945, bom atom melenyapkan kota Hiroshima. Pada tanggal 9 Agustus 1945, kota Nagasaki pun turut porak poranda terkena bom atom. Para pemuda pun melihat kesempatan untuk merdeka. Ketika para tokoh-tokoh besar Indonesia sibuk berdiplomasi dengan fasis Jepang, para pemuda ini sudah tak bisa menahan hasratnya untuk merdeka. Sehingga, peristiwa Rengasdengklok menjadi suatu keharusan bagi mereka. Tak lama setelah itu, hari yang dinanti-nanti akhirnya tiba. Pada jumat pagi tanggal 17 Agustus 1945, atas desakan para pemuda, Sukarno dengan singkat dan padat membacakan proklamasi. Semua harapan dan keringat perjuangan rakyat Indonesia akhirnya memuncak di tanggal itu. Kegembiraan rakyat segera tumpah ruah ke seluruh penjuru nusantara melalui radio radio dan coretan-coretan tembok. Indonesia telah merdeka! Hasil kerja keras para pemuda, buruh, petani, pedagang, teknisi, tentara rakyat hingga para kuli di Indonesia akhirnya terbayar dengan sebuah kata penuh makna ; MERDEKA!
Revolusi Agustus 1945 berhasil mengusir kolonialisme dari tanah air. Bahkan agresi-agresi militer imperialis Belanda yang mencoba kembali menguasai Indonesia, berhasil ditumpas dengan militan oleh rakyat Indonesia. Namun sayangnya, revolusi agustus 1945 masih menyisakan klik-klik pro imperialis di dalam negeri. Para tuan-tuan tanah besar Indonesia yang kerap bekerja sama dengan kolonial juga belum ditumpas. Alhasil, Belanda terus berusaha membawa Indonesia kembali ke ketiaknya melalui link nya di dalam negeri, yaitu borjuasi komprador. Mulai dari kesepakatan Red Drive Proposal yang ditandatangani kabinet Hatta, Perundingan Renville, hingga Konferensi Meja Bundar 1949, telah menjadikan Indonesia secara bertahap kembali tertunduk dibawah imperialisme. Setiap tetes darah rakyat Indonesia yang dipersembahkan untuk kemerdekaan, telah dikhianati. Indonesia kembali menjadi negara setengah jajahan dan setengah feodal, akibat dominasi imperialisme dan feodalisme yang tetap dibiarkan langgeng. Puncaknya, pada tahun 1967, melalui kudeta berdarah, Presiden Suharto menduduki pucuk pimpinan tertinggi dari Negara Indonesia dan membuka investasi asing secara besar-besaran melalui UU No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Bahkan setelah lengsernya Suharto, kondisi Indonesia belum benar benar mencapai kemerdekaan sejatinya.
Kini di usianya yang sudah mencapai 70 tahun, kemerdekaan Indonesia hanyalah tinggal slogan. Cita-cita kemerdekaan untuk mensejahterakan rakyat Indonesia melalui reforma agraria sejati dan membangun industri nasional yang mandiri, kini seolah dilupakan pemerintah. Kini hanya sekitar 2% penduduk Indonesia yang menguasai 56% aset nasional. Hanya 20% pemuda Indonesia yang mampu mengakses pendidikan tinggi. Kini bahkan 90% sumber alam Indonesia dikuasai oleh investor asing. Di bawah rejim Jokowi-JK, rupiah sempat anjlok di titik terendahnya setelah 1998. Harga-harga kebutuhan pokok yang flukuatif menjadikan kehidupan rakyat menjadi penuh ketidakpastian. Ditengah kondisi ini, rejim Jokowi-JK justru meningkatkan pembangunan yang berdasarkan pada investasi asing, yang jelas-jelas akan merampas kekayaan Indonesia. Proyek MP3EI yang dicetuskan di era SBY justru kembali dilanjutkan oleh Jokowi. Padahal jelas bahwa proyek MP3EI ini akan berdampak pada massifnya perampasan tanah rakyat dan memperkokoh dominasi imperialism di Indonesia. Lalu, kemanakah cita-cita kemerdekaan yang ditetapkan pada 1945?
Ironinya lagi, dalam beberapa bulan terakhir sebelum hari kemerdekaan, Jokowi justru menunjukkan niatannya untuk kembali membunuh demokrasi melalui kebijakan-kebijakan fasisnya. Dalam penyusunan Draf RUU KUHP pemerintahan Jokowi kembali memasukan Pasal mengenai Penghinaan terhadap Presiden yang sesungguhnya telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi pada 2006 silam. Melalui pasal tersebut, Jokowi sesungguhnya telah menutup ruang-ruang kritis bagi rakyat, yang tentu saja hal tersebut merupakan tindakan anti-demokrasi. Di dunia pendidikan, setelah sebelumnya Jokowi-JK menguatkan kembali posisi Resimen Mahasiswa di kampus yang dididik langsung oleh TNI.  Menristek Dikti menegaskan akan adanya pendidikan bela negara yang dilakukan TNI saat Penyambutan mahasiswa baru di kampus. Dengan alasan meningkatkan rasa bela negara dan wujud merealisasikan revolusi mental, Jokowi justru membuka kembali ruang munculnya militerisme di dalam kampus. Tentu ini menjadi ancaman nyata bagi kehidupan demokratisasi di kampus bagi mahasiswa. Selain ancaman pemberangusan mengeluarkan pendapat dan berorganisasi, tentu ini sangat bertolak belakang dengan nilai kebebasan yang menjadi salah satu tolak ukur kemerdekaan rakyat. Bahkan beberapa waktu yang lalu, Jokowi justru melantik salah satu menteri baru, yang memiliki latar belakang fasis dan dekat dengan orde baru. Selain itu, RUU Kamnas (Keamanan Nasional) yang pernah ditolak pada tahun 2015, akan kembali diusulkan pada tahun 2016. Padahal RUU Kamnas merupakan RUU yang akan mengekang kebebasan berpendapat. Semua kebijakan Jokowi-JK tersebut sejatinya ditujukan untuk melanggengkan megaproyek MP3EI yang akan merampas kedaulatan rakyat Indonesia.
Berbagai kebijakan yang dimunculkan pasca 1945 menunjukkan bahwa sebenarnya kemerdekaan Indonesia bukanlah ditujukan untuk massa rakyat. Karena kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan semenjak era Suharto hingga Jokowi jelas-jelas anti terhadap rakyat. Kemerdekaan Indonesia saat ini sejatinya hanyalah diperuntukkan bagi para tuan tanah besar, borjuasi komprador, dan para kapitalis birokrat yang terus memperkaya dirinya dengan cara menghisap rakyat. Untuk itu, bertepatan di hari peringatan HUT RI ke 70, FMN Cabang Purwokerto menyatakan sikap : Pemerintah harus memenuhi Hak-hak dasar rakyat sebagai bentuk kemerdekaan sesungguhnya ! Berikut adalah tuntutan FMN Cabang Purwokerto kepada pemerintahan Jokowi-JK :
1.      Laksanakan reforma agraria sejati dan bangun industri nasional, karena keduanya merupakan cita-cita Kemerdekaan RI 1945
2.      Realisasikan pendidikan gratis 12 tahun tanpa pungutan apapun
3.      Realisasikan 20% anggaran pendidikan dalam APBN dan APBD di luar gaji guru, dosen, dan karyawan
4.      Tolak kenaikan biaya pendidikan tinggi di kampus-kampus
5.      Berikan pendidikan dan pekerjaan yang layak bagi rakyat
6.      Tolak pembangunan megaproyek infrastuktur yang merampas tanah rakyat
7.      Berikan pelayanan kesehatan yang ditanggung sepenuhnya Negara, bukan asuransi BPJS
8.      Hentikan tindakan kekerasan, intimidasi dan kriminalisasi terhadap rakyat
9.      Tolak pasal penghinaan presiden dalam RUU KUHP
10.  Tolak militerisme di dalam kampus. 
Demikian pernyataan sikap kami
Jayalah Perjuangan Massa !
Wujudkan Pendidikan Ilmiah, Demokratis, dan Mengabdi Kepada Rakyat !

Ketua FMN Cabang Purwokerto

Fachrurrozi Hanafi

Share this:

Posting Komentar

 
Back To Top
Copyright © 2018 Soeara Massa. Designed by OddThemes | Distributed By Gooyaabi Templates