BREAKING NEWS

Senin, Desember 15, 2014

Sajian Busuk UKT, Jilid II


Oleh
(Ketua FMN Ranting Unsoed dan Koordinator Somasi Unsoed)
Salam Demokrasi !!
Sudah sejak 2012 Unsoed menerapkan Uang Kuliah Tunggal (UKT). Hingga kiniUKT di Unsoed tak juga menyelesaikan masalah akses pendidikan. Bahkan, sejak diterapkan, UKT di Unsoed terus megalami kenaikan. Kenaikan harga di setiap Fakultas dan Jurusan berbeda-beda disesuaikan mekanisme pasar, yang pada intinya;  hal tersebut merupakan bukti bahwa Unsoed semakin menutup akses rakyat terhadap PendidikanTinggi. Sebagai contoh; UKT di Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) kelas Internasional mengalami kenaikan dari Rp 4.100.000 menjadi Rp 9.225.000. Sedangkan pada kelas regular terjadi kenaikan dari Rp 2.850.000 menjadi Rp 6.415.000. Artinya, hanya dalam waktu 1 tahun, Unsoed menaikkan UKT, hingga 100%. Padahal berdasarkan himbauan Surat Edaran Dikti, UKT ditujukan untuk menjaga supaya SPP tidak mengalami kenaikan. Pada tulisan ini akan diungkapkan berbagai “kebusukan” penerapan UKT di Unsoed. Selamat Menikmati ----->
Landasan UKT 2014 Tidak Absah
Terlepas dari permasalahan UKT 2012, pada tahun 2013 Unsoed menerapkan UKT dengan 5 level. Hal tersebut diatur oleh Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 55 Tahun 2013 tetang Biaya Kuliah Tunggal dan Uang Kuliah Tunggal. Padatahun 2014 Unsoed menaikkan UKT menjadi 7 level. Adapun Unsoed melakukan penarikan UKT 2014 dilandasi oleh SK Rektor nomor: KEPT. 1081/UN23/PP.01.00/2014. Pun dalam SK tersebut, dibagian menimbang, menyebutkan “bahwa untuk menindak lanjuti Permendikbud no. 55 Tahun 2013 tentang Biaya Kuliah Tunggal dan Uang Kuliah Tunggal”. Artinya, dalam melakukan pemungutan UKT 2014 yang mencapai level 7, tidak ada Permendikbud yang menjadi landasannya.
UKT 2014 yang mencapai level 7 sebenarnya diatur oleh Permendikbud no. 73 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 55 Tahun 2013 Tentang Biaya Kuliah Tunggal dan Uang Kuliah Tunggal Pada Perguruan Tinggi Negeri Di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Permendikbud ini keluar pada tanggal 22 Juli 2014. Akan tetapi Unsoed sudah melakukan penarikan UKT sebelum diterbitkannya Permendikbud no 73 tahun 2014. Adapun landasan Unsoed dalam melakukan penarikan UKT 2014 menggunakan SK Rektor. Padahal secara peraturan perundang-undangan, SK tidak bias digunakan untuk melakukan penarikan UKT. Artinya UKT 2014 harus dikembalikan pada Permendikbud no 55 Tahun 2013 yang mengatur UKT hanya pada tataran 5 level.
UKT Tidak Sesuai dengan Peraturan dan Kemampuan Ekonomi Masyarakat.
Setiap tahun ajaran baru Unsoed selalu menaikkan biaya kuliah. Hanya dalam waktu satu tahun, Unsoed melakukan penambahan level UKT yang artinya menaikan nominal UKT pula. Kita ambil contoh jurusan-jurusan yang ada di Fakultas ISIP. Pada tahun 2014, Unsoed menerapkan Uang Kuliah Tunggal (UKT) dengan jumlah 7 level. Unsoed menaikkan 2 level dari UKT tahun 2013 yang berjumlah 5 level. Di Jurusan Sosiologi UKT mengalami kenaikan dari Rp 2.400.000 menjadi Rp 3.250.000. Jurusan Administrasi Negara mengalami kenaikan dari Rp 2.750.000 menjadi Rp 4.000.000. Jurusan Komunikasi naik dari Rp 3.000.000 menjadi Rp 4.250.000. Jurusan Ilmu Politik naik dari Rp 2.400.000 menjadi Rp 3.250.000. Pun, Jurusan Hubungan Internasional juga mengalami kenaikan dari 2.700.000 menjadi Rp 3.500.000. Rata-rata kenaikan biaya kuliah di Fisip mencapai angka lebih dari Rp 700.000. Padahal kenaikan penghasilan rata-rata masyarakat Banyumas yang merupakan lokasi Unsoed berdiri hanya berjumlah Rp 122.500. Dengan UMR 2014 sebesar Rp 1.000.000, sulit bagi warga Banyumas untuk mengakses pendidikan di Unsoed.
Hal yang menjadi permasalahan di sini adalah; Pertama, Unsoed menerapkan UKT tidak sesuai peraturan. Dalam Surat Edaran No. 305/E/T/2012 tentang Pelanggaran Kenaikan Biaya Kuliah. Dikti mengeluarkan surat edaran berkenaan tentang pelarangan kenaikan biaya kuliah yang ditarik kepada masyarakat, artinya jumlah penarikan dana ke masyarakat yang ditarik oleh perguruan tinggi tidak boleh mengalami kenaikan. Akan tetapi kita ketahui bersama bahwa Unsoed selalu menaikkan biaya kuliah setiap tahunnya. Logika level yang konon sebagai bentuk subsidi silang terhadap pembukaan akses terhadap masyarakat kurang mampu ternyata juga tidak memberi kontribusi banyak. Dari total mahasiswa Unsoed yang berjumlah 4461, Unsoed hanya memasukkan 85 (1,9%) mahasiswa dalam level 1. Hal tersebut melanggar ketentuan Pasal 4 ayat 1 Permendikbud no 55 Tahun 2013 yang menyatakan bahwa mahasiswa yang masuk dalam level 1 sekurang-kurangnya 5%.Sedangkan jumlah mahasiswa yang masuk dalam level 7 mencapai 2265 (51%).
Kedua, Unsoed menerapkan UKT tidak sesuai dengan ekonomi masyarakat.
Unsoed berdiri di Kabupaten Banyumas. Artinya, Unsoed harus mempertimbangkan kemampuan ekonomi masyarakat banyumas dalam mengakses Pendidikan Tinggi. Dapat kitalihat bahwa kenaikan biaya pendidikan dari tahun 2013 ke 2014 melebihi dari jumlah kenaikan UMR Banyumas. UMR Banyumas dari Tahun 2013 ke 2014 hanya naik Rp 122.500. Sedangkan Unsoed menerapkan kenaikan biaya kuliah pada kisaran Rp 700.000 bahkan lebih. Untuk Fakultas Ekonomi Bisnis bahkan terjadi kenaikan biaya kuliah sebesar 100% dengan kisaran kenaikan sebesar Rp 3.000.000 hingga Rp 4.000.000. Artinya Unsoed sama sekali tidak mempertimbangkan kemampuan ekonomi masyarakat dalam mengakses pendidikantinggi.
Masih Ada Pungli dan Kebutuhan Operasional Mahasiswa yang Tidak Dianggarkan
UKT sejatinya adalah mekanisme pembayaran 1 pintu di mana tidak boleh ada penarikan lain di luar UKT. Pada pasal 5 Permendikbud no 55 Tahun 2013, disebutkan bahwa "tidak boleh ada pemungutan lain di luar UKT". Akan tetapi masih terjadi kasus-kasus penarikan di luar UKT seperti yang terjadi di Jurusan Sastra Jepang. Mahasiswa di Sastra Jepang masih ditarik uang Kuliah Kerja Lapangan (KKL). Selain itu terdapat kasus-kasus di mana Unsoed tidak menganggarkan kebutuhan operasional mahasiswa. Beberapa contoh adalah yang terjadi di Kampus MIPA. Mahasiswa kampus MIPA dalam kuliah praktikum wajib menggunakan Jas Laboraturium. Akan tetapi karena jas Laboraturium tidak dianggarkan dalam BiayaKuliah Tunggal (BKT), alhasil mahasiswa disuruh untuk membeli jas laboraturium di luar kampus. Hal tersebut merupakan bentuk lepas tangan Unsoed dalam memenuhi kebutuhan operasional belajar mengajar yang dilakukan oleh mahasiswa.
UKT Merupakan bentuk Komersialisasi, Liberalisasi, dan Privatisasi Pendidikan
Kita ketahui bersama bahwa UKT merupakan turunan dari UU no. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (UU Dukti). Adapun UU Dikti merupakan turunan dari kebijakan General Agreement on Tariff in Service (GATS) yang dikeluarkan oleh organisasi perdagangan dunia World Trade Organization (WTO). Dalam GATS diatur bahwa terdapat 12 sektor jasa yang harus diliberalisasikan, salah satunya adalah pendidikan. Dalam UU Dikti dapat kita lihat semangat liberalisasi yang termuat dalam pasal-pasalnya.
Dalam pasal 64 UU Dikti, diatur mengenai otonomi pendidikan. Otonomi pendidikan berupa otonomi di bidang akademik maupun non-akademik. Otonomi dalam bidang non-akademik termasuk di dalamnya adalah penyelenggaraan Perguruan Tinggi di sektor keuangan. Perguruan Tinggi semakin diberikan peluang untuk mencari sumber dana yang berasal dari luar subsidi pemerintah. Jelas sekali ini merupakan bentuk lepas tangan pemerintah terhadap pndidikan, khususnya pendidikan tinggi. Hal ini bertentangan dengan pasal 31 ayat 1 UUD 1945 bahwa “setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”. Pendidikan yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara, kemudian dilepaskan tanggung jawabnya oleh negara atas nama otonomi pendidikan. Terjadi praktek liberalisasi pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah.
Untuk memenuhi kebutuhan dana yang digunakan untuk menuptupi kebutuhan operasional, perguruan tinggi harus semakin giat dalam mencari sumber dana di luar subsidi pemerintah. Bahkan, Universitas dianggap baik jika mampu mencari dana dari luar pemerintah dan semakin melepaskan ketergantungannya dari pemerintah. Semangat untuk menjadi Universitas yang dianggap baik dalam hal otonomi pendidikan, menyebabkan terjadi penarikan yang lebih besar terhadap masyarakat dalam hal biaya pendidikan. Pun universitas dapat menjadikan fasilitas-fasilitas yang dimilikinya untuk dijadikan unit bisnis. Akan tetapi pada kentyataannya, setiap tahun Universitas, khususnya Unsoed, mengalami kenaikan biaya kuliah yang dibebankan terhadap masyarakat. Artinya, kebijakan otonomi pendidikan yang term anifestasikan dalam mekanisme pembayaran UKT adalah bentuk dari komersialisasi, liberalisasi, dan privatisasi pendidikan.


Untuk support perjuangan kawan2 follow @SomasiUnsoed dan ramaikan [hastag] #SomasiUnsoed

Share this:

Posting Komentar

 
Back To Top
Copyright © 2018 Soeara Massa. Designed by OddThemes | Distributed By Gooyaabi Templates