Oleh: Tigis Kuryasyahputra dan Wahyudi Prawiro Utomo
Sosiologi & Hukum 2013
Setiap nasi yang kita makan, tak lepas dari jasa petani. Petani adalah orang yang bermata pencaharian dalam bentuk bercocok tanam. Untuk itu, petani membutuhkan tanah. Tapi kenyataannyadewasa ini,masih banyak petani yang belum memiliki tanah sendiri. Maka tak ada pilihaan lain selain mengolah tanah milik orang lain. Pendapatan mereka relative kecil. Hasil dari panen pun dibagi dengan pemilik tanah. Hal ini terjadi sampai ke ranah lokal, khususnya Banyumas. Disini pun banyak lahan pertanian digarap oleh buruh tani yang tidak punya lahan. Bahkan mereka terpaksa membeli bibit sendiri. Permasalahan tersebut dapat berdampak pada kehidupan buruh tani.Misalnya kesejahteraan mereka yangkurang layak, ini dapat dilihat Penghasilan buruh tani berkisar Rp. 15.000 sampai Rp. 20.000 perhari. Dengan kenyataan ini dibenturkan dengan kenyataan harga sembako yang semakin melambung tinggi. Belum lagi berbagai pengeluaran untuk pendidikan anak-anaknya, oleh karena itu tidak mungkin mereka dapat mengakses pendidikan tinggi. Jika masalah ini terus dibiarkan, maka nasib kaum tani tidak akan kunjung membaik.Coba kawan-kawan bayangkan nasib para buruh tani yang hanya mengandalkan tenaganya.
Perlu kita ketahui bahwa keadaan tani yang seperti ini sudah berlangsung sejak lama. Dimulai dari zaman feodal, dimana raja-raja kecil berkuasa atas suatu daerah. Kekuasaan tersebut didapat dengan cara menambah kekuatan militernya. Beberapa raja mendapatkan meriam-meriam kecil dari perdagangan dengan bangsa lain. Dengan kekuatan yang dimiliki, mereka berkeinginan untuk memperluas daerah kekuasaan. Raja yang berkuasa pun memiliki lahan pertanian yang lebih luas. Agar mereka memperoleh hasil bumi yang lebih untuk dijual. Kebanyakan tanah yang dimiliki oleh raja, digarap oleh petani. Sebagian hasil panen dapat dinikmati petani, namun mereka wajib memberikan upeti kepada raja.
Selanjutnya zaman kolonial. Dimana VOC diberikan hak-hak istimewa oleh Kerajaan Belanda. Mereka memiliki kekuatan militer yang lebih kuat. Raja-raja di nusantara mulai memberikan bagian hasil buminya kepada VOC yang notabane-nya pendatang. Maka muncul perlawanan di berbagai daerah. Salah satunya adalah perlawanan Pangeran Diponegoro yang menyebabkan kekosongan kas Kerajaan Belanda. Akibat kekosongan itu maka dicetuskanlah sistem tanam paksa (cultuur stelsel)oleh Van den Bosch.
Sistem tersebut mengeluarkan peraturan-peraturan yang memberatkan petani. Contohnya 1/5dari tanah petani harus ditanami oleh tanaman yang disetejui pemerintah Hindia Belanda. Tapi pada prakteknya bisa melebihi 1/5 dari peraturan yang ditetapkan. Hasilnya akan dijual oleh pemerintah Hindia Belanda. Tanah tersebut seharusnya tidak di pungut pajak, namun kenyataan berkata lain. Rakyat semakin sengsara dan menderita. Kelaparan terjadi dimana-mana. Sedangkan pemerintah belanda mendapatkan keuntungan sebesar 750.000.000 gulden pada waktu itu.
Lalu apa yang yang dilakukan kaum tani ? Para buruh tanipun merasa bahwa sistem tanam paksa tersebut telah menyengsarakan, maka timbulah perlawanan kaum tani terhadap sistem tersebut, dan hasilnya sistem tanam paksa tidak dapat dilanjutkan. Maka pemerintah menyiasati dengan membuat Undang-Undang Agraricshe Wet De Walltahun 1870. Menurut Undang-Undang tersebut, petani yang memiliki tanah diberikan sertifikat serta diwajibkan membayar pajak. Tetapi pada kenyataan, pajak tersebut memaksa para petani untuk menggadaikan sertifikat, sehingga banyak dari mereka yang menjadi buruh tani. Dikarenakan terlalu mahalnya pajak yang dikeluarkan. Dengan kata lain UU itu sengaja dibuat agar kaum tani kembali tidak memiliki tanah.
Tanggal 17 agustus 1945. Hari dirayakannya kemerdekaan Indonesia. Apakah kaum tani sudah merdeka? Mari kita telusuri lebih lanjut. Tanggal 24 September 1960 diberlakukan Undang-Undang Pokok Agraria Tahun 1960 Tentang Pokok Agraria. Dimana ada beberapa kebijakan yang dirasakan berat oleh kaum tani. Salah satunya kaum tani hanya menguasai tanah kurang dari 0,5 ha seperti yang tertera di dalam Undang-Undang Pokok Agraria. Saat periode G30/S, kaum tani yang hanya menginginkan kepemilikan tanah dicap sebagai komunis dan akan dibunuh oleh militer. Jika hal tersebut terjadi, maka tanahnya diambil alih oleh negara. Lagi-lagi kaum tani tidak dapat menguasai lahan untuk digarap. Walaupun keadaan sudah merdeka, tanahnya dirampas oleh bangsanya sendiri.
Pada tahun 1967, diberlakukan Undang-Undang No.1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (UU No.1 th.1967 ttg PMA). Setelah itu ada perubahan Undang-Undang terbaru yaitu Undang-Undang No.25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. Dengan ini pemerintah mulai membuka kesempatan bagi perusahaan asing dan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) menjadi 95 tahunyang sebelumnya hanya 65 tahun di Indonesia. Salah satu produk hukumnya adalah sektor pertanian. Mulailah kepemilikan asing menguasai tanah-tanah pertanian. Tentunya lagi-lagi kaum tani kehilangan kesempatan untuk memiliki tanah sendiri.
Mari kita mulai mengupas siapa musuh-musuh kaum tani. Sebagaimana kita ketahui bahwa Undang-Undang No.25 tahun 2007 telah memberikan kesempatan bagi pihak asing. Mereka diberi keleluasaan untuk mengeksploitasi hasil bumi, khususnya sektor pertanian. Contohnya pada bulan agustus 2008 , Indonesia telah menegaskan niatnya untuk menjadi lumbung padi dunia melalui pencanangan program pertanian pangan dan energi terintegrasi di Merauke (MIFEE atau Merauke Integrated Food and Energy Estate) yang akan merampas tanah kaum tani seluas 2,8 juta hektar di Merauke, Papua. Investor utama yaitu kelompok usaha BinLaden dari Arab Saudi. Mereka telah mentargetkan tanah Merauke untuk produksi beras basmati yang kemudian akan diekspor ke Arab Saudi. Kawan-kawan dapat menyebut mereka kaum imperialis. Maka terbuktilah betapa tertindasnya kaum tani oleh pemerintah di negrinya sendiri.
Belum lagi pengusaha-pengusaha lokal yang kapitalis. Dengan segala cara ingin meraup keuntungan yang besar. Mereka memiliki lahan yang luas. Namun terkendala dalam hal pengelolaan tanah. Butuh modal yang tidak sedikit untuk melakukan hal itu. Mereka melakukan berbagai upaya agar terus bisa eksis. Salah satunya menawarkan kerjasama dengan pihak asing. Tawaran yang diajukan pastilah menguntungkan kedua belah pihak. Tentunya akan ada pihak yang dirugikan, yaitu kaum tani. Mereka tidak lagi bisa memiliki tanah karena adanya permainan pengusaha-pengusaha besar. Bisa jadi tanah tersebut berubah menjadi jalan raya ataupun resort-resort yang tidak mungkin dinikmati oleh kaum tani. Adapun tetap menjadi lahan pertanian, buruh tani tetaplah buruh tani yang tak punya tanah sendiri.
Banyak daerah di Indonesia yang menjadi lokasi perampasan tanah. Seperti di Sumatera Utara yang menjadi lokasi pengeboran minyak, pertambangan di Kalimantan Timur, dan masih banyak lagi. Perampasan tanah pasti melibatkan kekerasan terhadap kaum tani. Dalam sejarah perampasan tanah yang terjadi di Indonesia, kekerasan oleh aparat negara seperti kepolisian dan militer sering digunakan para perampas tanah (pemerintah dan investor modal besar) untuk menyingkirkan rakyat dari tanah-tanahnya.Kekerasan yang dialami kaum tani mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini menunjukkan bahwa fenomena perampasan tanah di Indonesia dalam periode 2004-2010 memang merupakan peristiwa yang sehari-hari dihadapi oleh kaum tani Indonesia.
Dari uraian diatas kita telah mengetahui runtutan peristiwa dan berbagai hal yang merugikan kaum tani. Mulai dari perampasan tanah yang disertai tindak kekerasan, hingga campur tangan imperialis dan kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak relevan dengan keadaan kaum tani. Tidak dapat dipungkiri bahwa kaum tani menyokong kebutuhan pangan yang kita nikmati tiap hari. Pada saat kawan-kawan menyantap makanan, bisa jadi itu dari hasil penindasan yang dialami kaum tani.
Kita memang hanya mahasiswa yang tidak dapat berbuat banyak untuk kaum tani. Namun harus digaris bawahi bahwa kita lah yang akan diwariskan permasalahan ini. Kawan-kawan wajib bersiap dengan berbagai permasalahan yang harus dituntaskan. Dengan memperingati hari tani yang jatuh pada tanggal 24 September, diharapkan ini dapat menjadi sebuah momentum. Saat saat kita mengingat bahwa masih ada kaum tertindas di tanah yang katanya sudah merdeka ini. Untuk itu mari kita sebagai mahasiswa melakukan aksi nyata untuk membantu kaum tani. Inilah salah satu wujud pembuktian kita dalam menjalankan tri dharma perguruan tinggi, khususnya pengabdian masyarakat.
Hentikan perampasan tanah !!! Berikan tanah untuk kaum tani !!! Tegakan reforma agraria sejati !!!
BalasHapusMahasiswa Indonesia berjuang bersama rakyat !!!
BalasHapusKawan kawan FMN Purwokerto ada agenda apa untuk hari tani taun ni ?
BalasHapus