"I convinced Socialism is the only answer, and i urge all comrades to take this struggle to a victorious conclution. Only this will free us from the chains of bigotry and exploitation" - Malala Yousafzai
Waktu itu 9 Oktober 2012. Perjalanan pulangnya dari sekolah hampir menjadi perjalanannya yang terakhir. Malala Yousafzai, ditembak oleh Taliban di kepala dan leher. Suara yang selama ini diteriakkan dari mulut mungil Malala ternyata membuat kuping Taliban panas. Betapa tidak, suaranya yang keras mengkritik Taliban dan pemerintahan Pakistan membuatnya menjadi orang yang cukup "berbahaya".
Ia dilahirkan sebagai seorang Muslim di Mingora, Pakistan pada Juli 1997. Malala berarti "yang terkena kesedihan", diambil dari Malalai Anna, pejuang perempuan dari daerah Khig. Sementara Yousafzai diambil dari nama konfederasi suku Pashtun di lembah Swat. Darah pejuang mengalir dari ayahnya, Ziauddin Yousafzai, seorang aktivis pendidikan di Pakistan. Malala kecil merupakan anak yang unik, ia sering berbincang mengenai politik bersama ayahnya di malam hari ketika dua saudaranya sudah terlelap. Sebuah interview menyatakan ia ingin menjadi dokter, namun ada yang mengatakan bahwa ia ingin menjadi pilot. Apapun cita-cita Malala, ia tetaplah seorang gadis kecil yang penuh semangat. Ia pun tumbuh menjadi gadis pemberani di Pakistan walaupun negara itu berada dalam kungkungan Taliban.
Pada September 2008 (ketika usia 11 tahun) ia diajak ayahnya menghadiri sebuah klub pers di Peshawar. Didalam klub itu ia berbicara lantang "Beraninya Taliban mengambil hak dasar saya untuk pendidikan?" Semua mata tertuju padanya. Kritik tajam yang keluar dari mulut mungilnya mengejutkan banyak orang. Ia berani "menampar" Taliban yang tidak memperbolehkan perempuan untuk mengakses pendidikan.
Tidak hanya berhenti disitu, pada tahun 2009 ia mulai menulis di blog BBC Urdu setelah ayahnya ditawari seorang reporter BBC untuk mencari seorang anak Pakistan yang mau menulis kehidupannya di bawah Taliban. Demi keselamatan Malala kecil, BBC terpaksa mengganti namanya di blog menjadi "Gul Makai" yang berarti bunga jagung dalam bahasa Urdu. Tangan kecilnya seakan tidak bisa berhenti untuk menuliskan kritikan dan harapannya terhadap pendidikan bagi kaum perempuan.
Di hari itu, 15 Januari 2009, Taliban pun mengeluarkan dekret dengan tegas, "TAK ADA PEREMPUAN YANG BOLEH SEKOLAH". Untuk menunjukkan keseriusannya, Taliban pun meledakkan berbagai sekolah perempuan di Pakistan. Untuk keselamatan murdinya dari serangan Taliban, kepala sekolah Malala menyarankan agar semua siswa tidak boleh menggunakan seragam, tapi cukup menggunakan pakaian sederhana. Tapi, Malala kecil justru berkata "AKU MEMUTUSKAN UNTUK MENGENAKAN GAUN MERAH MUDA FAVORITKU, DAN SEMUA MURID JUGA MENGGUNAKAN GAUN BERWARNA-WARNI DI SEKOLAH"
Deru tembakan artileri dari Taliban tidak menyurutkan semangat Malala untuk belajar. Ia tetap mendiskusikan pekerjaan rumah bersama teman-temannya, seakan tidak terjadi apa-apa. Kritik dan keluhan di Blognya sudah beberapa kali dimuat di harian lokal, ia tetap dengan jalannya.
19 Januari 2009, "Lima sekolah lebih telah hancur, salah satunya berada di dekat rumah saya. Saya cukup terkejut, karena sekolah ini ditutup jadi mengapa mereka juga harus dihancurkan?" Ucap Malala. Tak henti-hentinya ia menulis mengenai kehidupannya di bawah jeratan Taliban. Bahkan, sebelum ujian dimulai ia berkata di blognya "ujian tahunan kami diadakan setelah liburan, tapi ini hanya akan mungkin jika Taliban memungkinkan perempuan untuk pergi ke sekolah Kami diberitahu untuk mempersiapkan bab tertentu untuk ujian. tapi saya tidak merasa seperti belajar". Ia tak ragu mengkritik operasi militer Taliban disana. Jari jemarinya semakin lincah merangkai kata-kata penuh kritik dan keresahannya. Akan tetapi, suaranya belum dapat mengubah daerah Lembah Swat menjadi lebih baik.
26 Januari 2009, Malala dan keluarga pergi ke Islamabad dan menetap di rumah kerabat mereka. Melihat Islamad, Malala tak bisa menahan kekagumannya, "Ini adalah kunjungan pertama saya ke kota Ini indah dengan bungalow bagus dan jalan lebar, tapi dibandingkan ke kota Swat saya tidak memiliki keindahan alam". Terlihat dengan jelas bahwa kekacauan yang diakibatkan oleh Taliban di Swat sangat membekas di kepala anak-anak. Bahkan Malala menulis, ketika adiknya bermain di halaman, ayah Malala bertanya kepada adiknya "Apa yang sedang kamu lakukan?". Lalu adiknya menjawab "Aku sedang membuat kuburan".
Februari 2009, Malala dan keluarganya kembali ke Swat. Sekolah-sekolah masih ditutup. Hawa kesunyian masih sangat pekat di kota itu. Ketika Malala kembali ke kota kelahirannya di Mingora, kesunyian yang sama tetap terasa, bahkan rumah mereka telah dirampok.
Tulisan Blog nya berhenti pada 12 Maret 2009. Di bulan April, pemerintah mengeluarkan peraturan yang melarang perempuan keluar bekerja ataupun pergi ke pasar. Malala bangkit dari "kursi menulisnya" dan mulai melakukan gerakan politik. Serangan selanjutnya ia lontarkan kepada presiden Zardari, "Saya pikir jika anak perempuan Zardari sekolah di daerah Swat, maka sekolah tidak akan ditutup!"
Sebuah video tertanggal 22 Desember 2009 menunjukkan Malala sedang berada di ruangan bersama anak-anak kecil yang sedang bermain. Di belakangnya terlihat sebuah banner bertuliskan District Child Assembly Swat. Ia bergerak memperjuangkan hak anak-anak, khususnya perempuan di daerah Swat. Ia juga tergabung dalam Institute for War and Peace Reporting, organisasi untuk pelatihan dan diskusi jurnalisme di sekolah-sekolah. Lalu pada awal 2012, sebuah organisasi berdiri dengan nama Malala Education Foundation. Ia bersama kawan-kawannya memperjuangkan hak anak perempuan disana untuk mengakses pendidikan. Ia juga dinobatkan sebagai nominator International Children's Peace Prize, sebuah penghargaan bagi orang-orang yang memperjuangkan hak anak kecil.
Namun, ternyata semangatnya harus berhenti sejenak pada Oktober 2012. Ia ditembak oleh oknum bertopeng di bagian kepala dan leher. Tak lama setelah peristiwa itu, Taliban meng-klaim penembakan tersebut didalangi oleh mereka. taliban mengatakan ini merupakan sebuah pelajaran, karena Malala dianggap kafir. Akhirnya setelah menjalani operasi panjang, pada Januari 2013 ia berhasil selamat dan bisa kembali bertemu keluarganya. Beberapa orang dari golongan pemerintah men-cap bahwa Malala adalah mata-mata Amerika dan kasus penembakan tersebut di-klaim merupakan konspirasi CIA. Walaupun dituduh mata-mata, salah satu Kawannya pernah berkata kepada media, "Setiap perempuan di daerah Swat adalah Malala. Kita akan mendidik diri kita sendiri. Kita akan menang. Mereka tidak bisa mengalahkan kita".
Gelora perjuangan Malala telah menyulut gejoolak di Pakistan. Kini, ia dan organisasinya terus memperjuangkan hak-hak anak kecil dan perempuan untuk meraih pendidikan. Tak peduli Taliban atau presiden sekalipun yang menghadang, Ia tetap melaju bersama rakyat Swat lainnya demi pendidikan. Salam hangat kawan Malala.


menakjubkan pejuangan kawan Malala. semoga semangatnya bisa menular ke seluruh penjuru Bumi.
BalasHapusHidup perjuangan Internasional!
BalasHapusWujudkan Demokrasi dalam Pendidikan,