Di negara Indonesia yang
setengah-jajahan & setengah-feodal, tak henti-hentinya memuncul
masalah-masalah baru. Terlepas dari itu, penyebab utama atau biang keladi
dari persoalan di negara setengah-jajahan setengah-feodal ialah 3 musuh rakyat,
yaitu Imperialisme,Feodalisme (Tuan tanah), dan Kapitalisme Birokrat. Musuh
utama rakyat itu akan terus melakukan penghisapan dan penindasan demi
kepentingan mereka sendiri. Kita lihat sendiri, Indonesia yang pemerintahannya
diisi oleh rezim (yang katanya) populis tetapi kenyataannya hanyalah
bualan belaka. “rezim populis” saat ini tak lain merupakan kaki tangan Amerika
yang terus ditekan dan dimainkan layaknya “Boneka” untuk melayani majikannya
yakni Amerika beserta cukong-cukongnya yang tergabung dalam koalisi
“Negara-negara Imperialis,” terutama didominasi oleh Amerika (re:U.S
Imperialist). Di dalam masyarakat yang terbelenggu oleh kebijakan yang
dikeluarkan oleh Negara dengan sistem setengah-jajahan setengah-feodal akan
lahir problem pokok disetiap sektor/golongan masyarakat. utamanya kali ini akan
diutarakan problem yang dialami klas Buruh , Kaum Tani, dan Pemuda Mahasiswa.
Problem
pokoknya pemuda
mahasiswa?
Pertama, Problem pokok pemuda
mahasiswa yang lahir dari negara setengah jajahan setengah feodal ini ialah
permasalahan carut- marutnya dunia pendidikan yang katanya dikelola oleh negara.
Namun, Perlu kita ketahui walaupun didalam UUD 1945 secara
gambl(a/i)ng[1] sudah dijelaskan bahwa “setiap warga
negara berhak mendapatkan pendidikan”[2] tetapi berbeda dengan kondisi pendidikan
hari ini, seperti halnya uang kuliah dengan UKT mahal yang tiap tahunya
mengalami kenaikan, membuat banyak pemuda tak bisa kuliah, dan yang sudah
kuliah, orangtuanya pasti dapat beban secara ekonomi. Belum lagi setelah
mendapatkan pendidikan di kampus, akan muncul juga berbagai persoalan seperti
fasilitas yang tidak memadai hingga pungli-pungli diluar aturan yang
diberlakukan, bahkan transparansi dari semuanya itu tak kita dapati dari kampus.
Selain dari permasalahan di dunia pendidikan, pemuda mahasiswa akan dihadapi lagi
oleh persoalan lapangan pekerjaan yang tidak dijamin oleh “rezim
penguasa/negara”. Seperti halnya Lulusan perguruan tinggi hanya akan dijadikan
tenaga upah murah (buruh murah) yang terus dihisap oleh rezim tanpa berkaca pada
latar belakang pendidikannya.
Problem pokoknya Klas
Buruh?
Kedua, problem pokok yang
dihadapi oleh klas buruh untuk melawan penindasan dan segala bentuk
ketidakadilan antaralain yaitu Masalah UPAH murah!, baru beberapa bulan lalu
disahkan PP No.78 tahun 2015 tentang pengupahan oleh rezim boneka saat ini
sebagai bukti nyata bahwa di negara setengah-jajahan setengah-feodal rakyat akan
selalu dirugikan dan di-zholimi melalui kebijakan-kebijakan yang
dikeluarkannya. Klas buruh akan terus dihisap dan diberi upah tidak layak oleh
majikan sebagaimana seharusnya.
Problem pokoknya Kaum
Tani?
Ketiga, beda lagi problem
pokok yang dialami kaum tani dengan perampasan tanah yang terus menerus
digenjot dengan dalih untuk pembangunan. Konflik Agraria (akibat
perampasan tanah) di Indonesia pada tahun 2015 saja mencapai 231 kasus, angka
ini bertambah sekitar 60% dibanding konflik agraria yang terjadi pada tahun 2014
sebesar 143 kasus. Konflik tersebut menyebar di seluruh wilayah Indonesia dengan
total luas lahan konflik hingga 770.341 ha[3]
Apa yang harus
kita perjuangkan?
Perlu kita insyafi bersama,
sebagai masyarakat yang ada dibawah sistem setengah- jajahan setengah-feodal
kita mesti menyikapi dan melawan kebijakan-kebijakan rezim untuk merebut hak-hak
demokratis kita. Perjuangan seperti apa yang kita lakukan? Sebagai pemuda
mahasiswa, kita perlu memperjuangkan pendidikan yang ilmiah, supaya ilmu yang
didapat mampu berguna di luar setelah lulus dari kampus, lalu pendidikan yang
demokratis yakni pendidikan yang memberi hak pada setiap masyarakat untuk bisa
mengenyam pendidikan tanpa harus membeda-bedakan golongan, kemampuan ekonomi dan
lainnya. Lalu menciptakan pendidikan yang mengabdi pada rakyat, yakni pendidikan
atau ilmu yang diperoleh dari kampus dapat diterapkan untuk kepentingan rakyat
sendiri dan tidak untuk kepentingan para penguasa (re: imperialis,tuan
tanah,kapitalis birokrat) dengan begitu kita harus mengambil langkah nyata
seperti memblejeti kebijakan kampus yang merugikan mahasiswanya, dll.
Seperti halnya kawan-kawan
petani yang terus melawan perampasan tanah yang dilakukan oleh tuan-tuan tanah.
Mereka berjuang lewat Reforma Agraria (perombakan struktur penguasaan,
pemilikan, pengelolaan, dan pengaturan tanah) dengan begitu monopoli tanah yang
dilakukan oleh satu orang/tuan tanah akan berhenti dan diambil alih bersama oleh
kaum tani dan rakyat lainnya.
Beda lagi dengan perjuangan
klas buruh untuk merebut hak demokratisnya dengan cara memperjuangkan
industrialisasi nasional yang dikelola sendiri (mandiri) tanpa dikuasai oleh
para pemodal (imperialis) yang hanya menghisap dan menindas terus.
Represifitas rezim
fasis terhadap perjuangan
?
Memang setiap perjuangan pasti
ada halangan, terutama kelas reaksioner dalam hal ini rezim fasis yang
terus-terusan menghalangi. Kita belum bisa move on dengan peristiwa
dikeluarkannya SK Drop-out (DO) terhadap kawan Kita rony dari UNJ yang menolak
dan melakukan aksi menuntut fasilitas kampus yang tidak memadai dan menuntut
transparansi anggaran UKT hingga uang pungli KKN dan berbagai masalah
dikampusnya, ia didrop-out karena mengkritik kebijakan rektor UNJ (re:Kapitalis
Birokrat) walaupun akhirnya si Rektor mencabut SK DO Rony tersebut melalui
negosiasi[4]. Itu hanya salah satu contoh represifitas rezim
fasis melalui rektor untuk membungkam perjuangan pemuda mahasiswa dan masih
banyak lagi represifitas yang dilakukan rezim.
Kita juga belum lupa
perjuangan aksi buruh berupa mogok nasional desember tahun lalu, ada kawan-kawan
buruh yang di PHK karena terlibat-diri untuk ikut mogok nasional. Tercatat ada
75 buruh yang terkena PHK di PT DMC TI[5]. Itu hanya sebagian contoh represifitas dari kelas
reaksioner dalam perjuangan buruh menuntut upah layak.
Hal serupa juga datang dari
para petani yang dipukuli karena mempertahankan lahan garapannya dari
perampasan, berapa banyak kasus kekerasan terhadap petani dalam konflik agraria
mulai dari pemukulan hingga pembunuhan. Seperti petani urut sewu dalam konflik
lahan dengan TNI, banyak terjadi kekerasan yang dilakukan oleh TNI terhadap
petani-petani urut sewu.[6] Bahkan kasus pembunuhan salim kancil yang masih
membekas dalam ingatan kita.
Apa yang harus
kita lakukan menghadapi represifitas rezim
fasis?
Dalam hal ini kita sebagai
pemuda mahasiswa harus tetap terus berjuang jangan sampai kita takut akan
gertakan-gertakkan dari kelas reaksioner terhadap perjuangan-perjuangan kita
merebut hak-hak demokratis. Karena itu, dalam menghadapi tindakan represifitas
itu hanya satu solusi yang harus dilakukan, ialah: Berorganisasi.
Kenapa harus
berorganisasi? seperti kita lihat tindakan represifitas rezim dilakukan secara
sistematis lahir dari organisasinya yang terdiri dari klas reaksioner
(re:Negara). Pentingnya organisasi adalah untuk membesarkan
perjuangan-perjuangan untuk meblejeti kebijakan rezim agar perjuangan kita lebih
massif lagi dengan ditanamkan prinsip independen, demokrasi, segaris massa, dan
prinsip kritik-otokritik, agar tidak terjadi pecah-belah dalam diri organisasi
itu sendiri. Seperti halnya yang dikatakan oleh Pramoedya Ananta Toer:
“Didiklah rakyat dengan organisasi dan didiklah penguasa dengan
perlawan”
Panjang umur perlawanan!
Panjang Umur Pembangkangan! :p
Ditulis oleh A.Ahmed
Chomeini, mahasiswa yang apatis tak bernasionalis, dipaksa (oleh
keadaan) untuk menulis yang berbau pergerakan/aktivisme :p
[1] Gamblang berarti menyeluruh atau jelas,
Gambling berarti : Berjudi alias spekulatif. Boleh pilih
salah-satu.
[2] Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945
[3] Data dari serikat petani Indonesia (SPI)
[4]http://www.solopos.com/2016/01/06/save-ronny-unj-mengkritik-rektor-ketua-bem-unj-di-do-begini-isi-petisi-saveronny-677842. Diakses tanggal 8 januari 2016
[5]http://solidaritas.net/2015/12/usai-ikuti-mogok-nasional-75-orang-buruh-pt-dmc-dikenai-phk.html. Diakses tanggal 8 januari 2016.
[6] http://nasional.tempo.co/read/news/2015/08/22/058694176/kronologi-bentrok-tni-dan-petani-urut-sewu. Diakses tanggal 8 januari 2016

http://www.soearamassa.com/2016/01/belajar-dari-drop-out-mahasiswa-phk.html
BalasHapusKeren banget tulisannya. Terus semangat memperjuangkan hak-hak demokrasi kita kawan jangan menyerah dengan keadaan yang semakin hari semakin tidak karuan akan sistem-sitem yang membungkam rakyat.
BalasHapus