Oleh Azmi Fajar Maulana
Sosiologi 2008
Wawancara dengan Heri atau dengan nama lengkap Muhhaerian yang berasal dari kota Tanggerang. Pemuda in lahir pada 19 tahun yang lalu itu memulai pembicaraanya dengan perkenalan yang disambut dengan hangat serta ramah. Dia adalah Mahasiswa teknik elektro angkatan 2010 yang sedang menjalani semester 1 di Universitas Jenderal Soedirman. Dengan cerita yang menarik dia mendeskripsikan pengalaman pendidikan yang sudah ia tempuh, ternyata sebelum menginjak bangku kuliah Heri adalah lulusan siswa SMK Sandiputra di Jakarta dengan jurusan teknik jaringan. Dari wawancara diperoleh bahwa ia adalah siswa yang lulus pada tahun 2009, tetapi Heri memilih untuk kerja terlebih dahulu di sebuah perusahaan telekomunikasi yang terletak di Jakarta Pusat. Dia memilih bekerja lebih dahulu karena dia ingin mempunyai keahlian yang sudah “terasah” di dunia kerja yang semakin ketat.
Perbincangan dengan Heri berisikan tentang Pendidikan di Indonesia yang masih banyak masalah dan serta pengalaman dia dalam menempuh pendidikan formal.
Azmi (pewawancara) : “Oya Heri menurut kamu apa definisi dari pendidikan itu sih?”.
(mengawali perbincangan tentang pendidikan)
Heri (Informan): “Menurut saya pendidikan adalah tahapan menuju dari tidak tahu menjadi tahu, dan juga pendidikan sangat penting sehingga proses pendidikan atau belajar harus dilakukan oleh manusia sampai mati”.
(Heri berkata dengan tegas)
Azmi (Pewawancara): “Apa perbedaan antara orang yang berpendidikan dengan yang tidak berpendidikan?”
(melanjutkan pertanyaan)
Heri (Informan): “Orang berpendidikan lebih bisa menatap masa depannya daripada orang yang tidak berpendidikan”.
Azmi (Pewawancara): “Bagaimana dengan orang yang tidak berpendidikan yang sebenarnya berpotensi tinggi?”
Heri (Informan): “Kalau itu sih, masalah bagaimana orang tersebut menggali potensinya sendiri dengan belajar melalui lingkungannya, karena menurut saya orang yang berpendidikan dapat lebih menonjolkan potensinya daripada orang yang tidak berpendidikan”.
Azmi (Pewawancara): “Bagaimana masalah pendidikan sekarang yang sangat mengandalkan ijazah untuk bekerja?”.
Heri (Informan): “Seperti pengalaman saya yang pernah bekerja, ada kejadian di tempat kerja teman saya kalau ada OB atau Office Boy di perusahaan tersebut yang (diberi wewenang) memilih ijazah dengan nilai baik yang dapat mengikuti screening selanjutnya, padahal itu bukan keahlian dan wewenang OB untuk menentukan seseorang gagal karena nilai ijazah yang kurang bagus”.
Azmi (Pewawancara): “Menurut kamu apa saja masalah yang ada di dunia pendidikan Indonesia?”.
Heri (Informan): “Biaya yang cukup tinggi, jadi masih ada kalangan yang tidak bisa menjangkau pendidikan formal selain itu fasilitas untuk menunjang pendidikan masih kurang layak dan juga masih banyak terdapat sekolah di kota yang fasilitas seperti gedung dan bangku-bangku kurang layak di gunakan. Apalagi untuk membangun fasilitas sekolah-sekolah di desa, di kota saja masih banyak yang kurang layak”. Dia juga berpendapat “seharusnya pemerintah dengan dana pendidikan yang mencapai 20% itu harus digunakan dengan benar untuk kepentingan pendidikan secara maksimal, terutama bagi kalangan yang tidak mampu”.
(Heri bercerita panjang lebar)
Azmi (Pewawancara): “Bagaimana pendapat kamu kebijakan pemerintah tentang standarisasi sekolah-sekolah seperti Sekolah Standar Nasional (SSN) dan juga Sekolah ber-Standar Internasional (SSBI)?”
Heri (Informan): “Saya tidak setuju dengan kebijakan tersebut karena perbedaan standar tersebut hanya membedakan harga saja, karena kualitas rata-rata sama, selain itu bahwa kebijakan tersebut hanya akan merendahkan orang yang sekolah di standar “lokal”. Menurut saya juga sekolah gratis diperlukan untuk mengentaskan orang yang tidak mampu dari kebodohan”.
(Heri memberikan saran yang penuh kepedulian)
Azmi (Pewawancara): “Bagaimana hasil output pendidikan yang menghasilkan orang-orang yang korup?”,
Heri (Informan): “Itu adalah bagaimana pendidikan Agama untuk menanamkan moral yang seharusnya diajarkan secara terus menerus dalam pendidikan”.
(dengan penuh keyakinan Heri menjawab)
Azmi (Pewawancara): “Menurut kamu bagaimana bentuk pengajaran yang baik oleh guru kepada murid?”
(pertanyaan terakhir dalam sesi bincang-bincang)
Heri (Informan): “Menurut saya sih, guru mengajar inti-intinya saja kemudian murid aktif untuk belajar sendiri, intinya murid di berikan ruang yang luas untuk aktif”
(heri berbicara sesuai kurikulum yang sekarang di ajarkan)
Informan 2 :
Amirul Mukminin begitulah namanya, dia seorang mahasiswa jurusan Akuntansi S1 di Universitas Jenderal Soedirman angkatan 2008. Dia lahir pada 27 Februari 1990 di kota Wonosobo yang terkenal dengan hasil pertaniannya. Sebelum dia menempuh kuliah di Unsoed Mirul menjalani pendidikan di SMA Muhammadiyah Wonosobo jurusan IPS. Waktu sekolah SMA dia pernah menjalani kehidupan kos atau asrama karena letak rumah dengan sekolah yang lumayan jauh jaraknya. Riwayat organisasi Mirul sapaan akrabnya adalah sebagai anggota IPM atau Ikatan Pelajar Muhammadiyah yang aktif. Di bawah ini adalah transkrip wawancara dengan Mirul dengan tema pendidikan di Indonesia.
Azmi (pewawancara) : “Oya rul menurut kamu pendidikan itu apa sih?”
(bicara dengan semangat)
Mirul (Informan): “Menurut saya pendidikan itu adalah Belajar, artinya dalam kehidupan manusia harus dapat belajar bukan hanya dari tidak tahu menjadi tahu tetapi dari tidak paham menjadi paham karena memahami adalah sangat penting dari proses belajar itu sendiri”.
(begitulah deskripsi yang kritis dari Mirul)
Azmi (pewawancara) : “Trus apa perbedaan antara orang yang berpendidikan dengan orang yang tidak berpendidikan apa sih?”
Mirul (Informan) : “Dari pola pikir saja sudah berbeda, orang yang berpendidikan itu lebih berpikir untuk masa depan bukan hanya untuk hari ini saja”.
Azmi (pewawancara) : “trus apa lagi rul?”
Mirul (Informan) : ”Sebenarnya sih banyak, contohnya bisa kita lihat dari cara ngomongnya yang lebih lugas dan menggunakan kata-kata yang sulit di mengerti oleh orang awam, pokoknya banyak deh”.
(pendapat yang dipersingkat)
Azmi (Pewawancara) : “tapi kan soal bicara yang lebih lugas dan pola pikir yang condong ke masa depan bukan hanya orang yang menempuh pendidikan? Bahkan seorang tukang becak bisa memilikinya?”.
(ragu-ragu peneliti bertanya)
Mirul (Informan) : “itu sih bagaimana seorang belajar dari pengalamnnya dan dari orang lain, percuma kan kalau seorang terdidik di pendidikan formal yang tinggi hanya untuk menghambur-hamburkan uang orang tuanya yang sudah bekerja keras untuk membiayai sekolahnya, begitu sih menurut pendapatku”.
(dengan semangat ia menjawab)
Azmi (pewawancara) : “Kalau ada anak yang berpotensi tinggi tetapi dia tidak berpendidikan karena tidak mampu untuk sekolah? Bagaimana pendapatmu tentang masalah tersebut?”
Mirul (Informan) : “menurut saya sih pemerintah hanya mementingkan kepentingan dirinya sendiri, contohnya kasus century yang sudah jelas-jelas telah merugikan triliunan rupiah dana nasabah sampai sekarang hilang tak ada kabar berita, itu kan bukti kalau pemerintah itu tidak peduli kepada nasabah selaku rakyat”.
(pendapat yang menggebu-gebu tentang kekecewaan mirul kepada pemerintah)
Azmi (Pewawancara) : “Trus bagaimana tentang program beasiswa yang katanya sebagai program pendidikan yang peduli kepada rakyat?”.
Mirul (Informan) : “beasiswa itu sih hanya sebagai program yang rutin di lakukan oleh pemerintah dan tidak ada hasil apa-apa, buktinya masih banyak anak-anak yang putus sekolah. Contohnya saja pada tahun ini kan ada program beasiswa sampai lulus “Bidik Misi” untuk mahasiswa baru 2010 tetapi mereka dituntut harus selalu mendapatkan nilai yang tinggi sampai lulus kalau gagal beasiswa akan dicabut, menurut saya sih pemerintah memberikan beasiswa tersebut tidak ikhlas dan terlalu menekan si penerima beasiswa yang rata-rata orang tidak mampu”.
(kata-kata Mirul yang terbuka dan kritis terhadap pemerintah)
Azmi (pewawancara) : “Bagaimana masalah pendidikan sekarang yang sangat mengandalkan ijazah untuk bekerja, sedangkan dalam bekerja seseorang seharusnya juga dilihat keahliannya”.
Mirul (Informan) : “menurut saya melalui pengalaman yang pernah saya lihat di SMK dengan adanya PKL selama 3 bulan dapat dilihat kemampuannya bahkan kejujurannya dalam bekerja, selanjutnya dapat menjadi karyawan yang tetap di perusahaan tersebut”.
(mirul berbagi pengalaman)
Azmi (pewawancara) : “menurut kamu apa saja masalah-masalah yang ada di dunia pendidikan Indonesia?”
(peneliti menanyakan lagi)
Mirul (informan) : “infrastruktur yang masih ada kesenjangan antara sekolah kota dengan sekolah desa, selain itu semakin mahalnya pendidikan yang menurut saya pemerintah dalam hal ini sama sekali tidak peduli dengan nasib rakyat yang tidak mampu untuk menjangkau pendidikan yang formal, seperti program bidik misi yang saya jelaskan tadi”.
(dengan detail mirul menjelaskan jawabannya)
Azmi (pewawancara) : “Mirul Bagaimana pendapat kamu kebijakan pemerintah tentang standarisasi sekolah-sekolah seperti Sekolah Standar Nasional (SSN) dan juga Sekolah ber-Standar Internasional (SSBI)?”
Mirul (Informan) : “saya adalah siswa yang pernah merasakan perbedaan antara sekolah sebelum kebijakan standarisasi tersebut dan juga setelah kebijakan standarisasi tersebut ketika saya masih menempuh pendidikan di SMA Muhammadiyah Wonosobo, saya kelas X SMA masih belum ada standarisasi dan pada kelas XI mulai ada transisi ke standarisasi menjadi standar Internasional”.
(dengan tegas ia menceritakan tersebut)
Azmi (pewawancara) : “trus apa bedanya? Apakah semakin bagus atau hanya harga yang semakin tinggi?”
(peneliti penasaran)
Mirul (Informan) :“Dari segi bahasa ada penekanan terhadap panguasaan bahasa asing, menurut saya sih sekolah mau internasional atau nasional sama aja kalau murid dan gurunya tidak semakin berkualitas, dan juga kenapa harus memaksakan murid untuk bisa berbahasa inggris menurut saya lebih baik lebih cinta terhadap bahasa indonesia”.
(bercerita sedikit tentang sekolah SMA dulu)
Azmi (Pewawancara) : “bagaimana dengan perbedaan biaya masuk dan juga biaya SPPnya?”
Mirul (Informan) : “Waktu saya masuk sih pertama kali ketika belum berstandar internasional biaya masuknya Rp 5 juta tetapi sekarang yang saya tahu semakin meningkat manjadi Rp 8 juta dan SPPnya Rp 300 ribu perbulan”.
Azmi (pewawancara) : “wah mahal amat yah,,!! Kaya kuliah aja…??”
(peneliti kaget)
Mirul (Informan) : “ahhh..lebih murah kuliah kali…!! Selain itu di sekolah saya yang sekarang lebih ditekankan kepada IT seperti ilmu komputer dan jaringan dengan itu di mulai dengan penghapusan semua ekstrakulikuler selain IT oleh kepala sekolah seperti basket dll”.
(berbicara seakan-akan sebagai mantan aktivis IPM yang peduli organisasi siswa)
Azmi (pewawancara) : “Hmmm…itu pemaksaan siswa yah?? Apa ada yang protes??”.
Mirul (Informan) : “iya emang pemaksaan terhadap daya kreasi para siswa, ada konflik antar murid dengan sekolah serta para guru pengajar ekstrakulikuler, ada juga satu guru yang bahkan menolak konsep standar internasional yang diterapkan di sekolah saya, dia itu guru Sosiologi saya”.
Azmi (pewawancara) : “itu memang benar, saya juga ga setuju kok, oya mau tanya lagi nih bagaimana pendapatmu tentang pendidikan menghasilkan orang-orang yang korup?”
(dengan sedikit bangga terhadap jurusannya dan sedikit bercanda)
Mirul (Informan) : “menurut saya sih kalo perilaku korup itu banyak faktornya, salah satunya dari keluarga dan juga dari pendidikan, jadi harus seimbang antara penanaman baik dan buruk di setiap lingkungan para siswa”.
(jawaban yang kritis)
Azmi (pewawancara) : “kamu kan sekolah di SMA Muhammadiyah yang notabene sekolah yang bernuansa islam, apa pengaruhnya ilmu agama yang kamu peroleh terhadap perilaku kamu sehari-hari? Sekarang kan banyak yang menempuh pendidikan agama tetapi mereka juga yang melanggar norma agama”.
Mirul (Informan) : “ketika saya sekolah, kami setiap jam setengah 7 ada kegiatan membaca Al-qur’an bersama, karena kebiasaan tersebut walaupun saya jarang membaca Alqur’an setiap hari, minimal saya membacanya di sekolah saya. Kalau masalah perilaku menurut saya sih tergantung kebiasaan yang terlatih oleh individu masing-masing”.
(Mirul menjawab dengan sedikit santai)
Azmi (pewawancara) : “menurutmu rul bagaimana pengajaran yang ideal antara guru dengan murid itu seperti apa?”
Mirul (Informan) : “itu sih menurut saya bagaimana guru dan murid saling mengisi kekurangan masing-masing bukannya memaksa, selain itu guru dapat mencetak murid-murid yang mempunyai akhlak yang mulia serta dapat memberi ruang yang luas bagi murid bagi berkreasi”
(penutup yang adem)
Azmi (pewawancara) : “owh gitu… yaudah ya rul makasih banyak yah”.
Mirul (Informan) : “ya sama-sama mi”.
(senyum ramah dan akrab memancar)
CATATAN LAPANGAN
Suasana kampus Ekonomi Unsoed mengiringi wawancara dengan mirul. Dengan diteduhi pohon yang rindang perbincanganpun berjalan dengan penuh canda. Siang hari sehabis kuliah kami mulai berbincang-bincang mengenai bahasan saya tentang pendidikan. Suasana yang agak ramai membuat pembicaraan kami agak kurang konsentrasi. Sebelum wawancara di mulai peneliti sulit untuk menghubungi informan yang agak sibuk akhir-akhir ini. Selain itu peneliti kesulitan karena wawancara berbentuk diskusi bebas yang tidak terkonsep dengan matang.
Pembicaraan dengan Heri berada di kos jalan cenderawasih dengan suasana malam jam setengah 7. Bincang-bincang berjalan dengan suasana yang akrab karena tempat sangat mendukung selain itu informan pun sangat bersahabat. Kesulitan dalam menentukan informan selalu ada kerena saya dengan informan berbeda jurusan dan angkatan.
KESIMPULAN
Mengenai konsep pendidikan para informan lebih mengutamakan peran pemerintah yang harus peduli terhadap rakyatnya terutama mengenai pendidikan yang semakin mahal dan semakin memaksa para orang tua dan siswa sendiri. Dan kedua informan kurang setuju mengenai konsep standarisasi pendidikan oleh pemerintah yang menyebabkan semakin tidak merantanya pendidikan di desa dengan di kota. Selain itu informan memberikan pendapat yang lebih menonjolkan aspek agama terutama akhlak dalam mewujudkan generasi terdidik yang tidak korup. Dunia pendidikan harus menghasilkan generasi yang lebih menghargai proses bukan hanya hasil seperti ijazah.
Posting Komentar